KOMPAS.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengoptimalkan potensi wisata di setiap wilayah perkampungan. Hal ini dilakukan guna mendongkrak perekonomian warga, terutama pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Salah satu skema yang tengah digarap Pemkot Surabaya berlokasi di Kampung Wisata Kue di Jalan Rungkut Lor Gang II, Kelurahan Kalirungkut, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. Kampung wisata ini diresmikan Wali Kota (Walkot) Surabaya Eri Cahyadi, Selasa (8/2/2022).
Eri mengatakan, peresmian tersebut adalah tonggak awal pengembangan destinasi Kampung Wisata Kue Rungkut.
"Insyaallah, Kampung Wisata Kue menjadi tempat kulakan kue. Pasalnya, Kampung Wisata Kue tak hanya melayani permintaan di wilayah Surabaya saja, tetapi juga wilayah-wilayah penunjang, seperti Gresik dan Sidoarjo, " ujar Eri dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (15/2/2022).
Untuk menarik minat wisatawan, lanjut Eri, Kampung Wisata Kue akan ditata ulang dengan konsep yang lebih menarik. Penataan dilakukan mulai dari paving, penerangan jalan umum (PJU), gapura, hingga saluran.
“Saya meminta gapura diganti yang bagus, ada logo kue. Kemudian, beberapa paving juga dicopot dan diganti dengan yang baru agar ada variasi warna. Jadi, kalau ada wisatawan yang datang ke Kampung Wisata Kue, mereka bisa mendapat akses yang nyaman,” jelasnya.
Eri berharap, penataan Kampung Wisata Kue dapat dirampungkan dalam kurun waktu satu bulan.
Oleh karena itu, pihaknya menggerakkan sejumlah perangkat daerah (PD) di lingkup Pemkot Surabaya, mulai dari Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM), Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPRKPP), hingga Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya.
“Saya ingin menunjukkan bahwa Kampung Wisata Kue adalah salah satu destinasi wisata yang representatif,” kata Eri.
Dengan begitu, imbuh Eri, Kampung Wisata Kue bisa membuka peluang kerja bagi warga lokal serta menjadi sumber pendapatan.
Sebagai contoh, ketika Kampung Wisata Kue semakin berkembang, warga di kawasan tersebut tak hanya sekadar memproduksi saja, tetapi juga mempekerjakan warga sekitar.
“Jadi, ibu-ibu yang biasa membuat kue nanti hanya sebatas mengurusi manajerial. Itu yang ingin saya kembangkan," terangnya.
Konsep wisata malam
Sebagai informasi, Kampung Wisata Kue sebelumnya beroperasi melayani pesanan mulai pukul 03.00-06.00 WIB. Namun, setelah kawasan tersebut ditata ulang, Eri berencana Kampung Wisata Kue dapat beroperasi pada malam hari.
Ia menilai, konsep wisata malam, seperti Tunjungan Romansa, dapat diaplikasikan di kampung wisata tersebut.
“Seperti Tunjungan Romansa, setiap malam ada kursi, ada mejanya. Kemudian, ada suguhan live music performance. Itu yang saya harapkan di Kampung Kue,” ujarnya.
Untuk meningkatkan pendapatan pelaku UMKM Kampung Wisata Kue, Eri mendorong camat dan lurah setempat untuk menjalin mitra dengan warga di sana.
Misalnya, camat dan lurah menggunakan produk dari Kampung Wisata Kue untuk konsumsi ketika ada rapat atau kegiatan.
“Jika ada kegiatan yang diselenggarakan oleh kelurahan ataupun kecamatan, kuenya harus pesan dari Kampung Wisata Kue. Itu tugas camat, lurah atau kepala PD,” jelasnya.
Eri menambahkan, pengembangan kampung wisata oleh Pemkot Surabaya tak berhenti di Kampung Wisata Kue saja, tetapi juga akan mengembangkan kawasan perkampungan lain yang potensial sebagai destinasi wisata.
Dengan begitu, setiap kampung di Kota Surabaya dapat menjadi obyek destinasi wisata sehingga bisa mendongkrak perekonomian warga.
“Surabaya dapat menjadi besar dan kota metropolitan tak lepas dari keberadaan sejarah kampung. Jadi, sejarah dan peran kampung tak boleh dilupakan. Tugas kami adalah menggali potensi kawasan perkampungan karena setiap kampung memiliki ciri khas tersendiri," terang Eri.
Terapkan prinsip gotong royong
Adapun skema penataan kampung dilakukan Pemkot Surabaya secara gotong-royong. Artinya, penataan melibatkan beberapa PD dan stakeholder terkait.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya Fauzie Mustaqiem Yos mengatakan, pada peresmian Kampung Wisata Kue, salah satu pihak yang mengambil peran dalam skema penataan adalah Dinas Kesehatan (Dinkes).
“Kenapa Dinkes? Karena mereka mendampingi terkait izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)," kata Yos.
Selain pendampingan PIRT, lanjut Fauzi, Dinkes juga memberikan pelatihan kepada pengelola dan penjamah makanan.
Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akan urgensi kebersihan dan sanitasi makanan.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga memaksimalkan strategi pemasaran melalui aplikasi E-Peken. Dengan begitu, produk warga Kampung Wisata Kue dapat merambah ke pangsa pasar yang lebih luas.
"Jadi, semua dinas dapat ikut dalam intervensi pengembangan skema Kampung Wisata Kue," jelas Yos.
Selain itu, lanjut Yos, setelah platform E-Peken berjalan optimal, pihaknya juga melibatkan warga ataupun pemuda setempat dalam distribusi pengiriman pesanan. Dengan demikian, seluruh ekonomi warga bergerak.
“Ongkos kirimnya nanti jangan dikasihkan orang lain, tetapi dikasihkan warga sekitar atau misalnya karang taruna. Dengan begitu, (warga setempat) jadi satu komunitas yang settle," ujarnya.
Selain Kampung Wisata Kue, skema pengembangan destinasi wisata juga tengah dimaksimalkan Pemkot Surabaya pada sektor lain dengan memaksimalkan keberadaan bangunan-bangunan monumental di Surabaya.
Sebagai contoh, ketika ada kegiatan di Jembatan Suroboyo, UMKM di Kecamatan Bulak dan Kenjeran ikut dilibatkan.
"Demikian juga ketika ada acara di Jembatan Sawunggaling, UMKM di Kecamatan Wonokromo yang akan dilibatkan," kata Yos.
Berawal dari melayani pedagang eceran
Pada kesempatan yang sama, Camat Rungkut Kota Surabaya Habib mengatakan, pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue sudah melayani pedagang eceran sejak 2009.
Habib menuturkan, sebanyak 71 UMKM di Kampung Wisata Kue bekerja mulai pukul 03.00 hingga 06.00 WIB dengan omzet rerata per hari Rp 300.000 - Rp 1 juta.
"Dari 71 UMKM di Kampung Wisata Kue, sekitar 40 persen sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)," kata Habib.
Setidaknya, ada lebih dari sekitar 70 jenis variasi kue yang diproduksi di Kampung Wisata Kue. Menurut Habib, seluruh kue yang diproduksi sudah melalui tahap quality control oleh Dinkes Surabaya dan telah memenuhi standar kelayakan makanan.
"Quality control sudah dilakukan Dinkes, baik terkait penjamahan, halal, maupun kebersihan. Semua sudah memenuhi standar kelayakan makanan untuk dikonsumsi," terangnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Kampung Wisata Kue Rungkut Surabaya Choirul Mahpuduah menjelaskan, Kampung Wisata Kue berawal dari pemberdayaan ibu rumah tangga dengan spesialisasi menjahit dan pengolahan makanan.
"Pada 2005 awal, saya mengajak ibu-ibu menjahit, tetapi hanya berlangsung singkat. Berikutnya, kami merambah ke produksi makanan. Setelah (produksi makanan) berkembang pesat, kami memperkenalkan diri ke stakeholder terkait kampung kue pada 2009," tutur Choirul, sosok penggerak ekonomi ibu rumah tangga di Rungkut Lor.
Choirul mengatakan, Kampung Wisata Kue berawal dari dua pelaku UMKM. Seiring waktu berjalan, jumlah ibu-ibu yang turut memproduksi kue semakin bertambah.
Bahkan, kini ada 71 pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue yang menggantungkan kehidupannya di sektor tersebut.
"Sekarang terdapat lebih dari 70 item varian kue. Per UMKM itu bisa ada satu, dua, hingga tiga varian kue," ujarnya.
Jika ada anggota baru, lanjut Choirul, kue yang diproduksi harus berbeda. Pasalnya, Kampung Wisata Kue di masa mendatang akan berfokus pada produk yang spesifik. Artinya, setiap pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue memiliki produk khas tersendiri.
"Misalnya, ada rumah tangga yang khusus memproduksi lemper, brownies, atau pastel," tuturnya.
Choirul menambahkan, perekonomian warga di Kampung Wisata Kue kini kian meningkat ketimbang sebelumnya. Hal itu ditandai dengan jumlah warga yang terlibat semakin banyak.
Indikator kesejahteraan warga lainnya, lanjut Choirul, dapat dilihat dari tingkat pendidikan anak-anak pelaku UMKM di Kampung Wisata Kue.
“Kini, warga bisa menyekolahkan anaknya, beli motor, bahkan bisa beli rumah di desa. Kemudian, kue yang diproduksi tidak hanya kue tradisional, tetapi juga kue-kue kering yang dijual di pesawat hingga pusat oleh-oleh di Surabaya," jelasnya.
Menurutnya, seiring peresmian Kampung Wisata Kue, strategi wirausaha juga harus lebih berkembang dan modern. Hal itu sejalan dengan misi Walkot Surabaya agar warga di perkampungan memiliki tingkat kehidupan yang lebih maju.
"Kami harus punya strategi baru. Itu yang diinginkan Pak Walkot. Kalau dulu, ibu-ibu bekerja sendiri. Ke depan, bisa merekrut tenaga kerja. Dengan begitu, ibu-ibu berperan dalam hal manajerial," kata dia.
Adapun peresmian Kampung Wisata Kue tersebut, lanjut Choirul, merupakan salah satu cita-cita yang diimpikan warga Rungkut Lor Gang II.
Pihaknya berharap, Walkot melalui PD terkait dapat memberikan bimbingan dan pendampingan secara berkesinambungan kepada warga Kampung Wisata Kue.
“Pak Walkot Eri kesayangan warga Rungkut Lor dan warga Surabaya pada umumnya. Kami berharap, jangan bosan-bosan memberi arahan kepada ibu-ibu warga Kampung Kue. Semoga selama satu bulan ini, progres pengembangan Kampung Wisata Kue benar-benar terwujud," kata Choirul.