Advertorial

Agar Tak Rugi, SWI Minta Masyarakat Pahami Legalitas Layanan Pinjol, Binary Option, dan Aset Kripto

Kompas.com - 22/02/2022, 20:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Keberadaan platform binary option dan pinjaman online ilegal menjadi perhatian serius Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, dua layanan keuangan ilegal tersebut kerap menimbulkan keresahan masyarakat. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang dirugikan hingga miliaran rupiah.

Untuk mengatasi masalah tersebut, OJK bersama 11 kementerian dan lembaga pemerintahan membentuk Satgas Waspada Investasi (SWI). Satgas ini bertugas melakukan pencegahan dengan memberikan informasi kepada masyarakat.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Anto Prabowo mengatakan, setiap transaksi keuangan memiliki lima aspek penting, yakni manfaat, biaya, risiko, legalitas, dan logis.

Agar terhindar dari kerugian, Anto mengimbau masyarakat untuk mengecek aspek legalitas atau perizinan dari pihak penyedia layanan investasi dan financial technology (fintech) sebelum melakukan transaksi.

Kemudian, cek pula aspek kelogisan dari tawaran investasi dan pinjaman online. Masyarakat dapat membandingkan tawaran tersebut dengan layanan serupa dari penyedia jasa keuangan yang legal.

“Hal ini bertujuan untuk terhindar dari tawaran investasi bodong dan pinjaman online (pinjol) ilegal,” jelas Anto dalam Media Briefing SWI, Senin (21/2.2022).

Selain investasi binary option dan pinjol ilegal, OJK juga meminta masyarakat agar berhati-hati dalam menginvestasikan dana di aset kripto atau cryptocurrency.

Pasalnya, jelas Anto, aset kripto dapat disalahgunakan untuk penawaran berskema ponzi.

“Masyarakat harus paham bagaimana menyikapi perdagangan dan pemanfaatan (aset) kripto serta ruang lingkupnya,” katanya.

Anto juga mengapresiasi Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang telah membantu SWI bekerja sama dengan Google dan Apple agar setiap aplikasi pinjol harus terlebih mendapatkan izin dari OJK sebelum muncul di Google Play Store dan Apple Store.

Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu bagian dari pencegahan supaya masyarakat tidak terjebak dengan pinjol ilegal.

Ia juga mengapresiasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang terus melakukan pencegahan dan penanganan layanan investasi bodong dan pinjol ilegal.

Hal tersebut merupakan bukti komitmen Kapolri Jendral Listyo Sigit Pranowo untuk menangani pinjol ilegal setelah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

“Semoga tindakan hukum yang dilakukan kepolisian dapat menimbulkan efek jera bagi penyedia pinjol ilegal dan layanan investasi ilegal,” ujar Anto.

Langkah pencegahan dan penanganan

Ketua Satgas SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan, pihaknya telah melakukan pencegahan dan penanganan terhadap kasus layanan keuangan ilegal, seperti gadai, pinjol, investasi, binary option, dan robot trading. Selain itu, SWI juga sudah mengedukasi masyarakat mengenai aset kripto.

Upaya tersebut dilakukan SWI sejak 2016. Adapun kasus terbanyak yang berhasil ditangani SWI terjadi pada 2019. Saat itu, SWI sukses menghentikan operasional 442 investasi ilegal, 1.493 pinjol ilegal, dan 68 gadai ilegal. Sementara, pada 2022, SWI telah menghentikan 21 investasi ilegal, 50 pinjol ilegal, dan 5 gadai ilegal.

Tongam menambahkan, jumlah perusahaan fintech yang terdaftar di OJK sebanyak 103. Total pemberi pinjaman mencapai 809.494 dan peminjam uang mencapai 73.246.852. Sementara, jumlah keseluruhan pinjaman yang telah disalurkan mencapai Rp 295,853 triliun.

Berdasarkan data tersebut, lanjut Tongam, layanan pinjol sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya kalangan yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal.

Sayangnya, hal tersebut justru dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk menjerat masyarakat dengan layanan pinjol berbunga tinggi.

Tongam menjelaskan, layanan pinjol ilegal masih marak muncul lantaran dua hal. Pertama, kemudahan dalam membuat situs dan aplikasi di Android. Kedua, masih banyak masyarakat belum mengetahui legalitas pihak pemberi layanan pinjol.

“SWI telah melakukan berbagai upaya pencegahan. Salah satunya bekerja sama dengan Google. Semua aplikasi fintech yang ada di Google Play Store wajib menunjukkan lisensi sebelum muncul di marketplace aplikasi tersebut. Sementara, untuk penanganan, kami telah menghentikan operasi aplikasi dan website pinjol ilegal,” katanya.

Untuk binary option, Tongam menilai bahwa praktik tersebut merupakan perjudian berkedok trading di perdagangan berjangka komoditas. Layanan pada platform binary option, seperti Binomo, Quotex, Olymptrade, dan Octa FX, pun bukan termasuk kegiatan perdagangan atau trading karena tidak ada barang yang diperdagangkan.

Pada praktiknya, papar Tongam, pengguna binary option menyetor sejumlah uang lalu menebak harga aset pada periode tertentu. Bila tebakan benar, pengguna akan mendapatkan sejumlah uang. Bila salah, pengguna akan kehilangan uang.

“Jelas-jelas itu perjudian dan bukan trading. SWI telah memblokir sebanyak 634 platform perdagangan berjangka ilegal, termasuk binary option,” katanya.

Meski demikian, Tongam mengakui bahwa peredaran platform perdagangan berjangka ilegal masih marak di media sosial.

Pihaknya pun melakukan berbagai upaya penanganan. Salah satunya memanggil lima influencer dan afiliator binary option yang memiliki banyak pengikut, yakni Indra Kenz, Erwin Laisuman, Vincent Raditya, Doni Muhammad Taufik, dan Kenneth Wiliam.

SWI pun meminta mereka untuk menghentikan promosi dan pembuatan konten bermuatan binary option. Kelima influencer dan afiliator sepakat melakukannya. Mereka pun sudah membuat surat pernyataan yang menerangkan hal tersebut.

“Saya ingin menegaskan bahwa semua tindakan influencer dan afiliator yang merekomendasikan dan mempromosikan binary option merupakan tindakan ilegal dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Saya mengimbau mereka untuk menghentikan promosi dan training yang berkaitan dengan binary option,” tegas Tongam.

Ruang lingkup aset kripto

Mengenai status aset kripto, Tongam mengatakan bahwa komoditas tersebut dapat diperdagangkan di Indonesia. Pengaturan aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti).

Meski demikian, OJK melarang lembaga perbankan menggunakan, memasarkan, serta memfasilitasi perdagangan aset kripto. Pasalnya, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Tongam dan Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti Aldison Karorundak (kanan). KOMPAS.COM/YOGARTA AWAWA PRABANING ARKA Tongam dan Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti Aldison Karorundak (kanan).

“Pasal 6 dan 7 UU tersebut menjelaskan kegiatan usaha perbankan. Pada kedua pasal tersebut, kegiatan usaha bank terkait kripto di perdagangan komoditas tidak diatur,” tutur Tongam.

Tongam menambahkan bahwa Bank Indonesia (BI) dengan tegas sudah melarang aset kripto digunakan sebagai alat pembayaran.

Pasalnya, UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyebutkan bahwa alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah rupiah.

Pada kesempatan sama, Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti Aldison Karorundak turut mempertegas status aset kripto sebagai komoditas.

Hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto.

Ia juga menjelaskan bahwa sesuai izin dari Bappebti, perdagangan aset kripto hanya bisa dilakukan pada 15 perusahaan broker exchanger crypto. Selain di 15 perusahaan tersebut, transaksi aset kripto dipastikan ilegal.

“Masyarakat bisa mengecek status pedagang aset kripto di laman bappebti.go.id. Di sana, masyarakat bisa mengecek mana saja entitas usaha yang legal melaksanakan usaha di bidang perdagangan berjangka, termasuk kripto,” ujar Aldison.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com