KOMPAS.com – Lima kelompok tani di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sukses menggalakkan program pengolahan limbah kotoran sapi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko pencemaran kotoran sapi terhadap lingkungan, terutama di sekitar kandang.
Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Kelompok Tani Banjarsari, Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih. Kelompok tani yang tergabung dalam program Pengembangan Desa Korporasi Sapi itu berhasil mengolah limbah kotoran sapi menjadi pupuk dan energi biogas.
Untuk biogas, energinya dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk berbagai macam keperluan, mulai dari menyalakan kompor gas, lampu, sampai magic jar.
Pengolahan limbah kotoran sapi yang dilakukan oleh Kelompok Tani Banjarsari pun menuai apresiasi dari Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana.
“Saya mengapresiasi keberhasilan teman-teman kelompok tani yang sudah dapat mengolah limbah kotoran menjadi biogas dan pupuk,” ujar pria yang akrab disapa Mas Dhito tersebut dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Sabtu (12/3/2022).
Meski demikian, Mas Dhito meminta kepada para kelompok tani untuk terus berinovasi serta mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok.
Untuk diketahui, setiap kelompok tani yang tergabung dalam program Pengembangan Desa Korporasi Sapi diberikan 200 ekor sapi. Oleh sebab itu, para kelompok tani dituntut untuk terus berinovasi dan berkreasi untuk mengoptimalkan hasil dari sumber daya yang diterima.
“Selain mengolah limbah kotoran ini, kelompok tani juga diharapkan mampu membagi kerja di setiap unit sehingga dapat me-manage sapi-sapi yang didapatkan agar lebih berkembang,” ujar Mas Dhito.
Lebih lanjut, Mas Dhito menjelaskan, para kelompok tani juga perlu memikirkan cara mendapatkan off taker untuk mengelola hasil dari program Pengembangan Desa Korporasi Sapi.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Banjarsari Bahrul Basith menerangkan, pembagian unit kerja pada kelompok tani sudah diterapkan oleh Kelompok Tani Banjarsari.
Menurut Bahrul, kelompok tani yang ia naungi telah terbagi menjadi beberapa unit kerja, termasuk unit kerja khusus pengolahan limbah.
“Kami (kelompok tani) ini dituntut untuk terus berinovasi mengolah limbah-limbah ini sehingga bisa menjadi berkah,” ujarnya.
Dari 17 anggota, terang Basith, diterapkan sistem shifting sehingga produktivitas kerja lebih merata dan efisien.
Apabila ada sapi yang sedang bunting, para anggota akan melakukan pengecekan ekstra. Setiap dua jam sekali akan dilakukan pengecekan untuk memastikan setiap ekor sapi yang sedang bunting dalam keadaan baik.
Selain itu, Kelompok Tani Banjarsari juga rutin melakukan persiapan dan perencanaan terkait pengolahan limbah kotoran sapi untuk memastikan kebersihan lingkungan kandang.
Di sisi lain, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Tutik Purwaningsih mengatakan, kotoran memang merupakan limbah terbesar dari budi daya sapi.
Tutik menyebutkan, tiap kandang sapi komunal bisa menghasilkan sebanyak 20-25 kilogram limbah kotoran sapi.
“Bisa dibayangkan jika ada ratusan sapi. Harus benar-benar dipikirkan pengolahan kotorannya, seperti yang dikatakan oleh Mas Dhito, sehingga tidak akan terjadi polusi di masyarakat sekitar,” katanya.
Tutik menerangkan, saat ini, program Desa Korporasi Sapi sudah menyediakan instalasi biogas untuk limbah cair. Sementara, untuk limbah padat diolah menjadi pupuk organik.
Menurut Tutik, pemerintah kabupaten (pemkab) memiliki peran penting untuk mendampingi sekaligus memberikan pelatihan seputar pemanfaatan limbah kotoran sapi kepada para kelompok tani.
“Saya berharap, ke depan, limbah ini akan terus bisa diolah sehingga menjadi nilai tambah bagi peternak. Terlebih, hasil dari biogas ini dapat menunjang kegiatan mereka saat di kandang,” imbuhnya.