Advertorial

Sebelum Terlambat, Lakukan Deteksi Dini Kanker Paru dan Kenali Gejalanya

Kompas.com - 19/04/2022, 21:05 WIB

KOMPAS.com – Paru-paru merupakan salah satu organ tubuh penting bagi manusia, terutama pada sistem pernapasan. Paru-paru berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida di dalam tubuh. Dari paru-paru pulalah, oksigen masuk ke aliran darah dan didistribusikan ke seluruh bagian sel.

Dengan fungsi vital tersebut, kesehatan paru-paru menjadi hal penting yang harus dijaga setiap orang. Salah satu cara menjaga paru-paru adalah menjalani pola hidup sehat dan tidak merokok.

Seperti diketahui, nikotin dalam rokok menjadi penyebab utama kerusakan sel-sel dalam organ paru-paru. Kerusakan ini kemudian memicu kanker paru-paru.

Namun, selain perokok aktif, bahaya asap rokok juga mengancam perokok pasif. Perokok pasif adalah orang yang sering menghirup asap rokok, meski bukan perokok. Karena hal ini, perokok pasif juga berisiko terserang kanker paru-paru.

Meski kebanyakan pasien kanker paru-paru merupakan laki-laki, perempuan yang berstatus perokok pasif juga memiliki risiko yang sama.

Hal tersebut dialami oleh salah satu pasien dr Bambang Susilo Simon, SpP, FCCP, FAPSR, FISR dari Mayapada Hospital Surabaya belum lama ini. Seorang perempuan berusia 70 tahun datang ke Mayapada Hospital Surabaya dengan keluhan batuk dan sesak napas yang tak kunjung membaik. Ia sendiri tidak memiliki riwayat merokok.

Mendengar keluhan itu, dr Bambang segera melakukan pemeriksaan, yaitu rontgen dan CT scan paru dengan kontras. Dari hasil pemeriksaan, diketahui pasien didiagnosis adalah kanker paru jenis Non Small Cell Lung Cancer - Adenocarcinoma stadium 4.

Sebagai informasi, Adenocarcinoma paru adalah jenis kanker paru primer yang paling banyak terjadi. Jenis kanker paru ini juga paling sering dialami oleh perempuan Asia yang tidak merokok.

Pada dasarnya, faktor risiko utama dari kanker paru adalah merokok. Meski demikian, kanker paru juga bisa disebabkan oleh faktor risiko lain, seperti riwayat keluarga dengan kanker paru, mutasi gen, serta paparan asap, bahan kimia, dan logam berat.

Dokter Bambang menjelaskan, kanker paru stadium awal umumnya tidak menunjukkan gejala. Baru pada stadium lanjut, gejala mulai dirasakan. Hal ini menjadi penyebab pasien kanker paru baru datang berobat dalam kondisi lanjut. Pengobatannya pun menjadi lebih sulit dan kompleks .

“(Oleh karena itu), penting untuk melakukan deteksi dini kanker paru sehingga keberhasilan terapi juga akan lebih baik,” ujar dr Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (19/4/2022).

Adapun gejala kanker paru meliputi batuk yang tak kunjung sembuh lebih dari 3 minggu, batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada, kesulitan bernapas dan menelan, serta penurunan berat badan drastis tanpa sebab yang jelas.

Deteksi dini dan terapi kanker paru

Spesialis Paru Konsultan Onkologi Paru dan Pernapasan Mayapada Hospital Kuningan Dr dr Arif Riswahyudi Hanafi SpP (K) memaparkan bahwa gejala kanker paru berbeda setiap orang. Hal ini tergantung kondisi klinis dan stadium kanker.

“Pada stadium awal, kanker paru dapat tidak memberikan gejala apa pun. Oleh karena itu, perlu pemeriksaan deteksi dini kanker paru dengan Low Dose CT Scan (LDCT),” katanya.

Pemeriksaan dengan LDCT dapat mendeteksi kanker paru, bahkan pada stadium awal ketimbang pemeriksaan rontgen paru. Jika terdeteksi sejak dini, tingkat keberhasilan terapi pun akan semakin tinggi.

Oleh karena itu, deteksi dini kanker paru merupakan hal penting untuk dilakukan, terutama bagi yang memiliki faktor risiko. Pemeriksaan paru direkomendasikan untuk seseorang yang berusia mulai dari 40 tahun.

Pemeriksaan LDCT sendiri memiliki beberapa keunggulan, seperti non-invasive, tidak nyeri, dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat, yaitu kurang dari 15 menit.

Jika ditemukan kelainan pada deteksi dini, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Salah satu rumah sakit yang memiliki tim dokter ahli spesialis bedah dan paru onkologi konsultan adalah Mayapada Hospital.

Tim ahli tersebut berkolaborasi melalui tumor board agar penanganan kasus pasien dapat dilakukan secara komprehensif sesuai dengan kondisi pasien. Pada pasien kanker paru, penanganannya berupa berupa kemoterapi, radioterapi, targeted therapy, imunoterapi, dan operasi termasuk minimal invasif.

Intervensi Pulmonologi Dokter Spesialis Penyakit Dalam Intervensi Pulmonologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS) dr Eric Daniel Tenda, SpPD, FINASIM, DIC, PhD mengatakan bahwa penggunaan berbagai modalitas diagnostik di bidang interventional pulmonology secara bersamaan akan meningkatkan kemampuan dalam mendiagnosis nodul paru yang terletak di perifer.

“Interventional bronchoscopy berperan penting dalam tata laksana pasien kanker paru, bahkan dapat memperbaiki keadaan umum pasien. Dengan demikian, kemoterapi atau terapi radiasi lebih lanjut dapat diberikan secara terencana dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi,” ujar dr Eric.

Dokter Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular MHJS dr med Achmad Faisal, SpBTKV, FEACTS juga menjelaskan bahwa operasi pada pasien kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor, jaringan paru-paru, dan kelenjar getah bening di sekitarnya.

“Tindakan operasi saja mungkin cukup untuk menyembuhkan kanker paru-paru yang terdeteksi pada tahap awal,” kata dr Achmad.

Selain itu, radioterapi yang menjadi fasilitas Mayapada Hospital juga telah dilengkapi teknologi active breathing coordination.

“Radioterapi yang dilengkapi dengan teknologi active breathing coordination memungkinkan terapi radiasi yang lebih optimal pada organ bergerak, yaitu paru-paru,” ujar Dokter Spesialis Onkologi Radiasi MHJS dr Ratnawati Soediro, SpOnk Rad.

Selain di Jakarta, Mayapada Hospital Surabaya juga memiliki Oncology Center. Layanan ini ditujukan untuk penanganan berbagai jenis kanker yang komprehensif, mulai dari deteksi dini, diagnosis, pembedahan, hingga kemoterapi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com