Advertorial

Berperan Penting terhadap Pembangunan, Masyarakat Diminta untuk Taat Pajak

Kompas.com - 18/05/2022, 18:00 WIB

KOMPAS.com - Pajak berperan penting dalam memfasilitasi berbagai pembangunan yang dilakukan oleh negara. Setiap individu dan badan usaha perlu taat dalam membayar pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sayangnya, hal tersebut belum sepenuhnya dipahami oleh banyak orang. Ini terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang tidak taat dalam membayar pajak.

Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Dr Ruston Tambunan Ak CA SH MSi MInt Tax mengatakan, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang diperoleh dari berbagai institusi, lembaga, asosiasi, dan pertukaran informasi keuangan secara otomatis antar negara (AEoI), masih banyak wajib pajak badan ataupun orang pribadi yang belum patuh membayar pajak penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Hal tersebut ia sampaikan pada web seminar (webinar) terkait reformasi perpajakan dalam rangka memperkuat kemandirian dan pembiayaan pembangunan serta keadilan yang diadakan pada Selasa (1/3/2022) hingga Rabu (9/3/2022).

Sebagai informasi, seri webinar tersebut digelar berkat kerja sama antara Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Indonesia (FEB UAJ) dengan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

Webinar tersebut dimotori oleh Prodi Magister Akuntansi (Ketua Program Dr Christina Juliana, CPMA AseanCPA CertDA) dan IKPI, khususnya Departemen Pengembangan Profesional Berkelanjutan (Vaudy Starword, SH Ak CA), Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) serta focus group discussion (Dr Lani Dharmasetya, MM MH BKP) .

Peserta webinar terkait reformasi perpajakan yang dimotori Unika Atma Jaya dan IKPI.Dok. Unika Atma Jaya Peserta webinar terkait reformasi perpajakan yang dimotori Unika Atma Jaya dan IKPI.

“Kami berharap, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berlangsung dari 1 Januari sampai 30 Juni 2022 dapat dimanfaatkan oleh para wajib pajak yang belum patuh membayar pajak penghasilannya selama ini,” ujar Ruston dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (27/4/2022).

Adapun terkait PPS, pengurus IKPI Toto SE MH mengatakan, wajib pajak hanya diminta mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan saat mengikuti tax amnesty.

Selain itu, wajib pajak juga akan diminta melaporkan harta bersih yang diperoleh dalam rentang waktu tertentu, yakni dari 2016 sampai 2020.

Pada pelaporan tersebut, wajib pajak hanya perlu membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final yang lebih rendah dibandingkan tarif umum PPh saat ini.

“Selain terhindar dari pengenaan PPh Final yang lebih tinggi dan sanksi yang lebih besar (PPh Final 30 persen bagi wajib pajak orang pribadi dan dikenakan sanksi 200 persen), wajib pajak tidak akan diberikan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Kecuali, jika belakangan setelah PPS berakhir diketahui terdapat harta yang belum diungkap,” jelas Toto.

Bantu pulihkan ekonomi nasional

Di tengah kondisi sulit yang diakibatkan oleh Covid-19, pajak memiliki peranan penting dalam menstimulasi pemulihan ekonomi nasional.

Pendiri Kantor Konsultan Pajak Tauperta and Partners Tauperta Siregar mengatakan, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang dibuat pada 2021 bertujuan untuk membantu mengembangkan ekonomi berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, terutama pascapandemi Covid-19.

“UU tersebut hadir sebagai momentum untuk kembali membangun perekonomian, termasuk menata ulang sistem perpajakan. Dengan begitu, negara lebih kuat dalam menghadapi berbagai tantangan, seperti pandemi dan perkembangan dinamika di masa yang akan datang," jelas Tauperta.

Tauperta menambahkan, UU HPP merupakan kebijakan perpajakan yang bersifat komprehensif, konsolidasi, dan harmonis.

Kehadiran UU HPP diharapkan dapat mendukung penerimaan negara dari pajak melalui suatu bentuk pengaturan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum.

Di sisi lain, Dosen FEB Unika Atma Jaya Andang Wirawan Setiabudi SE M Si ME mengatakan, selain UU HPP, diterbitkannya Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dan Peninjauan Masa Kerja (PMK) 3 Tahun 2022 tentang pemberian insentif terkait pandemi Covid-19 menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan stimulus pada para pelaku usaha.

"Terkait SP2DK, ini bukan sesuatu yang perlu ditakuti oleh wajib pajak. Justru, menjadi sebuah kesempatan bagi wajib pajak untuk memberikan klarifikasi apabila terdapat surat himbauan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Apalagi, DJP memiliki sumber data yang mumpuni melalui AEoI ataupun instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP)," ucap Andang.

Hal tersebut juga dipertegas oleh Parlin B Sinaga Ak CA MM BKP bahwa SP2DK yang merupakan media Dirjen Pajak untuk menguji kepatuhan dan menggali potensi penerimaan pajak.

Dekan FEB Unika Atma Jaya Dr Irenius Dwinanto BimoDok. Unika Atma Jaya Dekan FEB Unika Atma Jaya Dr Irenius Dwinanto Bimo

Sementara itu, Dekan FEB Unika Atma Jaya Dr Irenius Dwinanto Bimo mengatakan, webinar tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyosialisasikan peraturan dan program pajak terbaru kepada masyarakat luas. Termasuk Ultimum Remedium dalam Hal Pidana Pajak yang dibawakan Dr Lani Dharmasetya MM MH BKP dan UU PPN yang dibawakan oleh Dr Meinie Susanty MM BKP

“Masukan dan hasil diskusi dari hasil webinar ini juga diharapkan dapat menjadi masukan yang konstruktif dalam implementasi peraturan dan program perpajakan," kata Bimo.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com