Advertorial

Pengamat: Permentan 01 Tahun 2018 Sudah Benar dan Lindungi TBS Pekebun Kelapa Sawit

Kompas.com - 31/05/2022, 19:09 WIB

KOMPAS.com - Harga tanda buah segar (TBS) pekebun pada beberapa waktu terakhir kian bergejolak. Hal ini mendorong praktisi penetapan harga TBS, Profesor Ponten Naibaho, mencermati Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

Adapun beleid tersebut merupakan dasar mekanisme penetapan harga pembelian TBS produksi pekebun. 

Ponten mengatakan, anggapan yang menilai bahwa Permentan No 1 Tahun 2018 hanya mengatur pembelian TBS dari pekebun plasma dan bukan dari pekebun swadaya adalah tidak benar. 

“Jika ditelisik lebih dalam, pada permentan tersebut sudah tertera secara jelas bahwa peraturan ini berlaku untuk semua pekebun,” ujar Ponten dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (5/3/2022).

Ponten menambahkan, Pasal 4 menyebutkan bahwa perusahaan perkebunan membeli TBS pekebun mitra melalui kelembagaan sesuai perjanjian kerja sama tertulis yang diketahui bupati atau wali kota atau gubernur sesuai kewenangan.

Pekebun mitra dalam pasal tersebut, lanjut Ponten, dimaknai sebagai pekebun yang melakukan kemitraan, kesepakatan, atau perjanjian kerja sama tertulis dengan perkebunan kelapa sawit (PKS).

Adapun subyek hukum dalam perjanjian kerja sama tersebut adalah pekebun plasma atau pekebun swadaya yang dilakukan melalui kelembagaan pekebun, sepanjang mereka melakukan perjanjian dengan PKS. 

“Bukan hanya pekebun plasma yang TBS-nya bisa dibeli PKS, pekebun swadaya juga bisa, sepanjang tergabung dalam gabungan kelompok tani (gapoktan) atau kelembagaan pekebun. Tentu, dengan ikatan perjanjian kerja sama tertulis yang diketahui oleh bupati atau wali kota atau gubernur sesuai kewenangan,” terangnya.

Ponten menjelaskan, perjanjian tersebut merupakan upaya melindungi kedua belah pihak. Bagi pekebun kelapa sawit, perjanjian itu menjadi jaminan pembelian TBS. Sementara, bagi PKS, perjanjian menjamin pasokan bahan baku sebagai kelangsungan industri.

Oleh karena itu, Ponten menegaskan bahwa setiap pihak perlu memiliki pemahaman dan penafsiran yang sama terhadap pemaknaan norma-norma yang berlaku pada Permentan 01 Tahun 2018.

Adapun permentan tersebut, menurut Ponten, menjelaskan definisi pekebun secara umum. Sebab itu, tidak ada diskriminasi terhadap pekebun swadaya selama memenuhi kriteria dalam Permentan. 

“Pada prinsipnya, perusahaan perkebunan harus melakukan kemitraan usaha atas dasar saling menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab, memperkuat, dan ketergantungan dengan pekebun, baik karyawan maupun masyarakat sekitar perkebunan. Prinsip ini diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan,” paparnya.

Kelembagaan perkebunan 

Ponten menambahkan, sesuai Pasal 6 pada permentan tersebut, harga pembelian TBS produksi pekebun ditetapkan oleh gubernur.

Dalam pelaksanaannya, gubernur membentuk tim penetapan harga pembelian TBS yang anggotanya berasal dari unsur pemerintah daerah (pemda) provinsi dan kabupaten atau kota, perusahaan perkebunan dan atau asosiasi penguasa kelapa sawit, serta perwakilan pekebun yang meliputi kelembagaan pekebun atau asosiasi pekebun kelapa sawit.

“Saya berharap, pemerintah dapat memfasilitasi kelembagaan pekebun untuk melakukan kerja sama dengan PKS sesuai Pasal 5 pada permentan tersebut. Sebagai salah satu syarat dalam jual beli, kerja sama kedua belah pihak diharapkan dapat mendorong pembelian TBS pekebun swadaya agar lebih terjamin dan terlindungi sesuai ketentuan yang berlaku,” imbuhnya. 

Ia juga menjelaskan bahwa Permentan 01 Tahun 2018 telah memenuhi kaidah hukum keperdataan mengenai jual beli.

Mengingat bahwa jual beli merupakan hubungan perdata, salah satu syaratnya harus ada kesepakatan dan tidak dapat dipaksakan bila tak ada perjanjian kedua belah pihak.

“Permentan tersebut pada prinsipnya bertujuan untuk mengatur tata niaga TBS pekebun sawit dengan catatan bahwa TBS sebagai komoditas harus memenuhi persyaratan bahan baku PKS. Jika TBS yang diterima tidak sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian, pihak PKS berhak menolak,” kata Ponten.

Selain itu, Ponten juga menjelaskan perihal fakta kriteria matang panen yang berpengaruh pada ekstraksi minyak di pabrik meski oil content yang dihasilkan tinggi.

Sebab itu, lanjut Ponten, perlu dilakukan grading dan penyortiran pada loading ramp. Tetapan pemotongan tonase TBS yang di penalty tertuang dalam perjanjian kemitraan.

Tak hanya itu, ketika menjalin kemitraan dengan pekebun swadaya, PKS diharapkan dapat memfasilitasi pelatihan atau pembinaan pekebun untuk menghasilkan TBS berkualitas dengan rendemen crude palm oil (CPO) yang tinggi.

“Faktanya di lapangan, rendemen TBS mitra pada umumnya lebih tinggi dari nonmitra. Jika seluruh pekebun swadaya bermitra dengan PKS, rendemen CPO nasional juga turut meningkat. Artinya, tonase CPO per hektare (ha) akan lebih tinggi,” kata Ponten.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com