Advertorial

Cegah Pandemi di Masa Depan, Negara Anggota G20 Dukung Rancangan Ketahanan Sistem Kesehatan Global

Kompas.com - 08/06/2022, 09:00 WIB

KOMPAS.com - Negara anggota Group of Twenty (G20) mendukung rancangan ketahanan sistem kesehatan global yang diajukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Health Working Group kedua di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Acara berlangsung sejak Senin (6/6/2022) hingga Rabu (8/6/2022).

Adapun negara-negara yang hadir dan menyatakan dukungan adalah China, Argentina, Korea Selatan, Amerika Serikat (AS), India, Afrika Selatan, Italia, Perancis, dan Uni Eropa.

Selain dukungan, negara-negara anggota G20 juga memberikan sejumlah rekomendasi, seperti mekanisme pembiayaan yang lebih detail dan penekanan terhadap pentingnya keadilan akses pada tindakan medis esensial.

Mereka juga meminta klarifikasi atas usulan tersebut untuk mencegah duplikasi pada upaya global. Mereka pun menginginkan penjelasan detail terkait aksesibilitas, benefit, dan dampak bagi negara anggota.

Mempersiapkan masa depan lebih baik

Sebagai informasi, usulan mengenai ketahanan sistem kesehatan global yang diajukan Indonesia merupakan langkah antisipasi bagi negara anggota G20 agar lebih siap dalam menghadapi permasalahan kesehatan, seperti pandemi di masa depan.

Ketahanan sistem kesehatan global akan berfokus pada tiga hal utama. Pertama, mobilisasi sumber daya keuangan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.

Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, terkait sumber daya keuangan, negara-negara G20 akan memformalkan pembentukan dana persiapan pandemi.

“Jadi, kalau ada pandemi lagi di masa depan, harus ada cadangan dananya,” ujar Budi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (7/6/2022).

Begitu dana tersebut terbentuk, lanjut Budi, pemerintah negara anggota harus mencari cara agar bisa digunakan untuk mengakses obat-obatan, vaksin, dan alat tes pandemi.

Kedua, mobilisasi sumber daya kesehatan esensial untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.

“Harus dibangun struktur dan mekanisme untuk memobilisasi sumber daya secara cepat dan adil. Dengan begitu, tindakan medis darurat dapat diakses oleh semua negara saat krisis kesehatan terjadi, baik saat ini maupun di masa mendatang,” katanya.

Budi mengatakan, model penanganan pandemi Covid-19 yang dibentuk oleh Organisasi kesehatan Dunia (WHO) dan para partner pada April 2020, yakni Access to Covid-19 Tools (ACT) Accelerator, bisa menjadi contoh untuk penanganan masalah kesehatan global di masa depan.

“Model dari akselerator tersebut perlu dikonsolidasikan serta dipastikan dapat diubah menjadi pendekatan yang lebih permanen, global, dan inklusif,” ucap Budi.

Ketiga, optimalisasi pengawasan genomik dan penguatan mekanisme berbagi data tepercaya untuk memberikan insentif bagi kesehatan masyarakat global yang kuat menggunakan platform GISAID+.

Penggunaan platform berbagi data universal, seperti GISAID+, memungkinkan semua negara G20 untuk berkomunikasi serta berbagi informasi dan data.

Komunikasi tersebut tidak hanya dilakukan saat terjadi pandemi seperti saat ini, tetapi juga pada patogen global lain yang memiliki potensi pandemi di masa depan.

Oleh karena itu, Budi berharap, seluruh negara anggota G20 mau menyetujui dan mengakui penggunaan GISAID+ sebagai platform universal.

“Kami mau memastikan ada persetujuan agar semua lab di dunia bisa berbagi data patogen. Jadi, kalau ada pandemi lagi, sudah ada mekanisme pelaporan data genome sequence dari patogen yang diberikan negara pelapor. Genom itu bisa berupa virus, bakteri, dan parasit,” terang Budi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau