Advertorial

Gangguan Pendengaran Bisa Terjadi pada Segala Usia, Berikut Gejala-gejalanya

Kompas.com - 17/06/2022, 15:05 WIB

KOMPAS.com - Gangguan pendengaran merupakan kondisi penurunan kemampuan telinga untuk mendengar. Gangguan kesehatan ini dapat terjadi pada semua kalangan, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, maupun lanjut usia (lansia).

Kondisi tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari infeksi, kelainan bawaan (kongenital), paparan suara bising dan keras dalam waktu lama, tumor, hingga penyakit degeneratif.

Adapun gangguan pendengaran dapat terjadi di berbagai bagian telinga, seperti telinga luar, telinga tengah, telinga dalam atau rumah siput (koklea), dan sistem saraf pendengaran.

Untuk diketahui, ada tiga tipe gangguan pendengaran. Pertama, gangguan pendengaran konduktif yang terjadi pada telinga luar. Contohnya, penumpukan kotoran telinga serta infeksi dan kelainan pada telinga tengah akibat infeksi atau lubang pada gendang telinga.

Kedua, gangguan pendengaran sensorineural. Kelainan ini terjadi pada telinga bagian dalam, yaitu ujung saraf pendengaran pada rumah siput yang terhubung ke otak. Ketiga, gangguan pendengaran campuran, yaitu kombinasi antara gangguan pendengaran konduksi dan sensorineural.

Konsultan Neurotologi, Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok (THT)-Kepala Leher Mayapada Hospital Surabaya dr Haris Mayagung Ekorini, SpTHT-KL(K) menjelaskan sejumlah gejala yang dapat timbul akibat gangguan pendengaran.

Dokter Haris mengatakan, gejala gangguan pendengaran yang mudah dikenali adalah kesulitan mendengar perkataan orang lain, meminta orang lain mengulang pembicaraan, dan berbicara keras.

“Selain itu, telinga berdenging atau tinnitus dan disertai keluarnya cairan dari telinga (otore),” ujar dr Haris dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (16/6/2022).

Dokter Haris juga mengimbau masyarakat melakukan pemeriksaan secara intensif ke dokter spesialis jika mendapati gejala-gejala tersebut.

“Utamanya, ketika gangguan pendengaran tersebut mengganggu kegiatan sehari-hari. Segera temui dokter bila mendadak tidak bisa mendengar apa pun,” kata dr Haris.

Selain pada usia tua dan usia produktif, gangguan pendengaran juga dapat terjadi pada anak-anak dan bayi.

Terkait hal itu, Konsultan Otologi, Dokter Spesialis THT-Kepala Leher Mayapada Hospital Jakarta Selatan dr Diana Rosalina, SpTHT-KL(K) mengatakan bahwa gejala gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak berbeda dengan orang dewasa.

“Ketika anak tidak kaget saat mendengar suara nyaring, lambat saat belajar bicara atau tidak jelas saat berbicara, dan tidak mendengar atau menoleh ketika namanya dipanggil, hal tersebut merupakan gejala gangguan pendengaran. Segera konsultasikan anak Anda (ke dokter spesialis) ketika muncul tanda-tanda tersebut untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut,” terang dr Diana.

Sementara itu, Dokter Spesialis THT-Kepala Leher Mayapada Hospital Bogor BMC dr Anantha Sena Fellow Otologi, SpTHT-KL memaparkan, gangguan pendengaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti penuaan, genetik, dan paparan suara keras.

Selain itu, lanjut dr Anantha, gangguan pendengaran juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti diabetes, hipertensi, gangguan jantung, strok, tumor, dan cedera otak.

“Infeksi selama kehamilan, seperti toxoplasma gondii (toxo), rubela, cytomegalovirus (CMV), herpes simplex virus (HSV) atau TORCH, dapat memicu kelainan bawaan gangguan pendengaran pada bayi,” jelasnya.

Dokter Anantha menambahkan, sebenarnya gangguan pendengaran pada bayi atau anak dapat dideteksi secara dini.

“Hal itu bisa dilakukan dengan menjalani program skrining pendengaran bayi baru lahir atau disebut newborn hearing screening,” kata dr Anantha.

Tindakan medis untuk bayi

Dokter Spesialis THT-Kepala Leher Mayapada Hospital Tangerang dr Alexander Nur Ilhami, SpTHT-KL mengatakan, skrining pendengaran pada bayi sudah biasa dilakukan.

Hal itu sejalan dengan perkembangan teknologi skrining, seperti otoacoustic emission (OAE), automated auditory brainstem response (AABR), auditory brainstem response (ABR), dan auditory steady state response (ASSR).

“Tujuan pengobatan gangguan pendengaran adalah untuk mengatasi penyebab yang mendasari dan mencegah pemburukan gangguan yang terjadi,” terangnya.

Pada gangguan sensorineural akibat penuaan, misalnya, rehabilitasi pendengaran bertujuan untuk memperbaiki kemampuan pasien untuk mendengar menggunakan alat bantu dengar (ABD) serta membantu pasien untuk beradaptasi.

“Gangguan pendengaran tipe konduktif umumnya dapat disembuhkan dengan pengobatan atau tindakan pembedahan,” jelas dr Alexander.

Terkait gangguan pendengaran tipe konduktif, Dokter Spesialis THT-Kepala Leher Mayapada Hospital Kuningan dr Ayu Astria, SpTHT-KL Fellow Otologi memaparkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan pendengaran tipe konduktif, termasuk kelainan pada gendang telinga dan tulang pendengaran (ossicles).

Dokter Ayu mengatakan, timpanoplasti adalah prosedur operasi untuk memperbaiki gendang telinga.

“Operasi tersebut juga dapat memperbaiki fungsi pendengaran dan mencegah infeksi telinga tengah,” tambahnya.

Sebagai informasi, THT Center Mayapada Hospital memiliki layanan skrining pendengaran pada bayi, diagnostik, dan perawatan end-to-end.

Layanan tersebut ditunjang oleh dokter spesialis THT dan konsultan untuk penyakit serta kondisi yang berhubungan dengan telinga, hidung, serta tenggorokan pada anak-anak dan dewasa.

Selain itu, THT Center Mayapada Hospital juga menyediakan layanan konsultasi, perawatan, dan operasi dengan tindakan advanced oleh tenaga medis profesional yang terlatih.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com