Advertorial

Eropa Mulai Berburu Batu Bara, Perbankan Indonesia Bisa Ambil Peran

Kompas.com - 23/06/2022, 20:14 WIB

KOMPAS.com - Uni Eropa harus bekerja keras mencari pemasok batu bara menjelang musim dingin tahun ini. Pasalnya, ketersediaan komoditas tersebut kian kritis setelah Rusia memutuskan untuk mengurangi pasokan gas ke Uni Eropa.

Uni Eropa mulai menyasar sejumlah negara untuk mendapatkan pasokan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Meski Uni Eropa sempat berkomitmen menghentikan operasi PLTU, kini pembangkit fosil itu kembali diaktifkan.

Hal tersebut merupakan imbas dari kebijakan blok Barat untuk mengembargo batu bara dari Rusia. Tekanan semakin terasa setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memotong pasokan gas ke Eropa melalui pipa North Stream I hingga 60 persen dari sebelumnya.

Aksi itu membuat pasokan minyak dan gas bumi di Eropa makin menipis. Padahal, Eropa juga akan menghadapi musim dingin.

Sebagai informasi, konsumsi energi selama musim dingin lebih tinggi jika dibandingkan musim lain. Sebab, warga Eropa terbiasa menggunakan penghangat ruangan selama musim tersebut.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan, sejumlah negara Uni Eropa sudah melakukan pendekatan dengan pengusaha Tanah Air demi mendapat pasokan emas hitam tersebut. Salah satunya adalah Jerman.

Negara tersebut telah menginformasikan potensi krisis dan secara resmi meminta 150 juta batu bara dari Indonesia. Hal ini akan berpengaruh pada revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2022.

"Gambaran permintaan sudah 150 juta (ton). Itu angka dari Jerman yang saya ketahui," kata Ridwan dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (23/6/2022).

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, asosiasi batu bara Jerman telah bertemu dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Mereka menyampaikan bahwa 50 persen dari total suplai batu bara Jerman berasal dari Rusia.

“Oleh karena itu, Jerman ingin mengembangkan kerja sama suplai batu bara dengan Indonesia," ujar Arifin.

Per Selasa (21/6/2022), data perdagangan batu bara mencatat komoditas emas hitam itu diperdagangkan pada level 395,50 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton. Harga tersebut meningkat sebesar 3,47 persen atau 13,25 poin ketimbang sebelumnya.

Sementara itu, di Indonesia, produksi batu bara terkini telah mencapai 284,41 juta ton atau 42,90 persen dari target yang ditetapkan di awal tahun, yakni 663 juta ton.

Di tengah tingginya permintaan tersebut, pemerintah memastikan bahwa pasokan batu bara domestik tidak terganggu.

Peran perbankan

Merespons kebutuhan batu bara, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat bahwa peran lembaga perbankan diperlukan untuk menyalurkan kredit ke sektor energi fosil, termasuk batu bara.

Penyaluran kredit, kata Mamit, merupakan dasar kuat bagi perbankan untuk tetap mendukung energi fosil. Sebab, dukungan ini sangat krusial bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ditambah lagi, penyaluran kredit menjadi jawaban akan lonjakan kebutuhan energi dari luar negeri.

"Sejauh ini, tidak ada larangan dalam dunia perbankan Indonesia terhadap pembiayaan batu bara di dalam negeri. Hal ini termasuk yang saat ini ramai dibicarakan, yakni pemberian fasilitas pinjaman terhadap perusahaan di sektor batu bara oleh perbankan," kata Mamit

Lembaga perbankan di Indonesia selama ini telah menggunakan skema bisnis yang benar dalam mendukung kinerja perusahaan batu bara.

Bahkan, lembaga perbankan di Indonesia, khususnya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), termasuk bank yang memiliki standar prosedur operasional (SOP) ketat terhadap penyaluran pembiayaan sektor energi fosil.

Selain itu, batu bara juga merupakan sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh Indonesia, termasuk dunia. Penggunaan batu bara kian masif dilakukan pada 2022 seiring dengan adanya ketidakpastian pasokan energi fosil lain akibat perang Rusia-Ukraina.

Hingga kini, Indonesia diketahui terus mengoptimalkan kekayaan alam yang dimiliki, termasuk batu bara. Upaya ini dilakukan dengan mempersiapkan langkah net zero emission atau netral karbon pada 2060.

"Ini kesempatan bagi Indonesia sebagai negara eksportir batu bara terbesar. Potensi batu bara yang dimiliki harus dioptimalkan secara masif sampai pada titik tidak boleh lagi digunakan," ujarnya.

Di sisi lain, perbankan Tanah Air pun sedang menggencarkan green financing untuk mendukung upaya percepatan penggunaan energi terbarukan di dalam negeri.

"Saat ini, green financing sedang berjalan dan saya mendukung hal tersebut. Hanya saja, jangan sampai kekayaan alam yang kita miliki tidak bisa dioptimalkan karena kendala pendanaan," ujar Mamit.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com