Advertorial

Seminar Pancasila 2022 BPIP: Indonesia Siap Bawa Nilai Pancasila pada Presidensi G20

Kompas.com - 13/07/2022, 19:53 WIB

KOMPAS.com – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Kompas TV berkolaborasi menyelenggarakan rangkaian Seminar Pancasila 2022 bertema “Semangat Pancasila untuk Dunia”.

Adapun episode perdana seminar tersebut mengangkat judul “Relevansi Pidato Soekarno di Sidang Umum PBB 1960: To Build the World a New dan digelar di Studio 1 Kompas TV, Jakarta, Selasa (12/7/2022).

Episode perdana Seminar Pancasila 2022 menghadirkan narasumber inspiratif dari berbagai latar belakang, yaitu Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Andi Widjajanto, SSos, Msc, Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri BPIP RI Darmansjah Djumala, SE, MA, sejarawan Bonnie Triyana, SS, dan aktris Tissa Biani yang mewakili generasi muda.

Seminar itu juga dihadiri secara daring oleh Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno serta 300 peserta dari berbagai universitas. Turut hadir pula sejumlah perwakilan mahasiswa dari Universitas Indonesia, Politeknik Negeri Jakarta, dan Politeknik Kesehatan Jakarta.

Sebagai informasi, pidato berjudul “To Build the World a New” atau “Membangun Dunia Kembali” tersebut disampaikan Bung Karno kepada para pemimpin negara di Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, pada 30 September 1960.

Bung Karno secara berapi-api dan penuh semangat mengkritik konsep imperialisme dan kolonialisme yang digagas bangsa barat selama berabad-abad. Bung Karno juga menyampaikan dampak kedua sistem itu terhadap keberlangsungan dunia. Kemudian, Bung Karno menguraikan filosofi Pancasila sebagai sebuah pilihan dalam kehidupan bernegara.

Untuk diketahui, seminar yang dipandu news anchor KompasTV Frisca Clarissa tersebut diawali sambutan ketua BPIP Prof Drs KH Yudian Wahyudi, MA, PhD.

Ia memaparkan pentingnya penerapan Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa saat ini. Yudian juga menegaskan bahwa Pancasila berpotensi menjadi kekuatan tersendiri sehingga mampu menjadi contoh bagi negara lain di dunia.

“Bung Karno menunjukkan bahwa tidak boleh ada lagi penjajahan di muka bumi. Di situlah beliau menawarkan Pancasila sebagai ideologi perdamaian dunia. Salah satu kekuatan Pancasila itu ada di konsep gotong royong yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan,” ujar Yudian dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (13/7/2022).

Narasumber pada Seminar Pancasila 2022 series 1. 

Dok. Kompas TV Narasumber pada Seminar Pancasila 2022 series 1.

Menurut Yudian, pemerintah Indonesia kerap mendapat pujian dari negara lain di berbagai belahan dunia terkait implementasi Pancasila di masa kini, terutama dalam rangkaian kegiatan Presidensi Group of Twenty (G20). Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara memiliki kemampuan menjaga stabilitas Indonesia di tengah perubahan dunia. 

Sementara itu, Andi menjabarkan beberapa konteks yang disampaikan Bung Karno dalam pidatonya pada 1960 serta korelasinya dengan perjuangan saat ini. Pertama, Bung Karno menegaskan komitmen Indonesia memperjuangkan kemerdekaan semua bangsa dengan bersikap antipenjajahan dan antikolonialisme.

Kedua, Bung Karno mengungkapkan pentingnya kesetaraan antarnegara sehingga tidak boleh ada pemaksaan untuk berpihak. Menurut Andi, Bung Karno pada pidatonya meyakini bahwa Pancasila bersifat universal dengan inti perdamaian.

Oleh karenanya, Pancasila bisa menjadi solusi untuk masalah-masalah yang muncul akibat pertarungan geopolitik antara negara-negara besar.

“Saya melihat sebagian besar yang disampaikan oleh Bung Karno (pada) 1960 itu sangat relevan dengan apa yang terjadi sekarang. Sebagai contoh, G20 dengan misi recover together, kita berharap pemulihan dari pandemi Covid-19 segera terlaksana,” ujar Andi.

Namun, konflik yang terjadi di antara negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan China, serta konflik Rusia-Ukraina mengakibatkan pemulihan pascapandemi tidak bisa lekas terjadi.

Menurut Andi, Indonesia sebagai tuan rumah Presidensi G20 mestinya mampu mewadahi negara-negara tersebut untuk duduk bersama sehingga dapat membawa dunia keluar dari krisis karena pandemi Covid-19.

Dalam kesempatan sama, Darmansjah Djumala memberikan dua poin penting yang diyakini telah dibawa para diplomat Indonesia dalam agenda dan pembahasan G20 tahun ini. 

Pertama, multilateralisme yang berkaitan dengan dialog untuk mengadakan musyawarah dan gotong royong. Sesuai dengan nilai Pancasila, musyawarah untuk mufakat dilakukan oleh para diplomat Indonesia untuk mempertemukan berbagai negara dalam satu forum di G20. 

Kedua, potensi krisis pangan dan rantai pasok global akibat isu yang sedang memanas belakangan ini. Dalam isu ini, nilai kemanusiaan berperan besar sehingga diperlukan nilai-nilai Pancasila yang mendorong para pemimpin untuk bersatu membahas berbagai permasalahan.

Berangkat dari sisi sejarah, Bonnie Triyana menjelaskan posisi Indonesia dan Presiden Soekarno sehingga mendapat kesempatan berpidato di sidang PBB pada 1960 silam.

Pada masa itu, Perang Dunia II baru berakhir sehingga dunia terbagi menjadi dua kutub, yakni timur dan barat atau sosialis dan komunis.

Bung Karno tidak hanya mengkritik ideologi yang sedang berlangsung secara tajam, tetapi juga menawarkan solusi untuk mendamaikan dunia setelah Perang Dunia II. Bung Karno berpendapat, Pancasila dapat menjadi landasan, pedoman, dan pendamping manusia untuk menciptakan perdamaian dalam dunia baru yang lebih baik.

Dari sudut pandang generasi muda, aktris dan pegiat seni Tissa Biani memberikan komentar terkait Pancasila dan Bung Karno. Menurutnya, Presiden RI pertama tersebut merupakan role model karena memiliki kepercayaan tinggi bahwa anak muda dapat memberikan perubahan besar.

Karena itu, sebagai salah satu bagian dari generasi muda Tanah Air, ia harus terus memiliki semangat Pancasila untuk melakukan perubahan yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Sekretaris Dewan Pengarah BPIP Mayor Jenderal TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, SIP, mengatakan bahwa momen Presidensi G20 sangat mungkin menjadi ajang menyuarakan kembali dan menyampaikan pidato Bung Karno terkait nilai-nilai positif Pancasila. 

Hal senada disampaikan oleh Try Sutrisno. Ia secara khusus menyampaikan tanggapannya kepada generasi muda Indonesia yang akan meneruskan perjuangan para pendahulu.

“Saya ingin mengingatkan tentang karakter bangsa masa depan yang perlu dicatat generasi muda. Pertama, harus berketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, memiliki tujuan hidup yang berguna bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsanya,” ujarnya.

Berikutnya, lanjut Try, memiliki kejujuran, disiplin, etika, dan kepatuhan hukum yang tangguh. Selain itu, generasi muda juga perlu punya perhatian terhadap sains, teknologi, dan informasi, serta berorientasi ke masa depan dan pandai mengatur waktu.

Dalam diskusi tersebut, salah satu mahasiswa Universitas Indonesia bertanya terkait cara menjaga semangat Pancasila dalam diri anak muda zaman sekarang. Sebab, saat ini banyak perilaku ataupun pergaulan yang bertentangan langsung dengan nilai-nilai Pancasila. 

Dr Darmansjah menjelaskan, mempelajari sejarah bangsa sendiri merupakan hal penting. Pasalnya, hal itu menjadi kunci bagi sebuah negara untuk bertumbuh maju hingga sekarang.

“Melihat kondisi dan keadaan berbagai negara yang sedang hancur karena peperangan, sudah seharusnya kita sebagai masyarakat Indonesia turut mengapresiasi bahwa Indonesia dapat terus maju dengan semangat gotong-royong dan berpegang teguh pada Pancasila,” paparnya.

Menjawab pertanyaan lain, Tissa Biani menuturkan pentingnya memilih pergaulan yang baik. Menurutnya, pertemanan bisa dibangun secara positif dan berdampak positif pula.

Perbincangan ditutup pembacaan puisi oleh Romo Benny Susetyo dan penampilan Manshur Angklung yang memadukan alat musik angklung dengan musik modern.

Sebagai informasi, episode perdana Seminar Pancasila 2022 tersebut akan ditayangkan secara on air di KompasTV pada Minggu (17/7/2022). Adapun kehadiran seminar series Pancasila itu diharapkan dapat menjadi sosialisasi berkualitas dan efektif terkait visi misi BPIP membumikan Pancasila.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau