KOMPAS.com – Kendala dan kesulitan merupakan dua hal yang tak dapat dielakkan dalam dunia bisnis. Maka dari itu, pelaku usaha membutuhkan kesiapan dan keteguhan yang kuat agar setiap masalah dapat dilalui dengan optimistis.
Tak hanya itu, pengusaha juga harus memiliki keberanian untuk mengambil risiko. Sebab, seperti kata petinju asal Amerika Serikat (AS) Muhammad Ali, seseorang yang tak berani mengambil risiko tidak akan mendapatkan apa pun dalam hidup.
Itulah beberapa prinsip yang terus dipegang oleh pengusaha asal Bandar Lampung, Yoga Sadana. Ia adalah founder dari PT Siger Jaya Abadi (SJA), perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha rajungan (kepiting).
Meski wajib dimiliki oleh pengusaha, Yoga mengatakan, bukan berarti sikap berani ambil risiko bisa dilakukan secara nekat dan tanpa perhitungan sama sekali.
“Saya dulu karyawan di lembaga keuangan. Pada awal 2000-an, saya memutuskan untuk keluar dan mengejar impian menjadi pengusaha. Awalnya memang tidak mudah. Bahkan, saya beberapa kali mengalami kegagalan. Pada 2011, saya diajak teman untuk membuka bisnis rajungan,” ujar Yoga dalam program Petualangan Brilian Episode 5 di Kompas TV.
Saat memulai bisnis rajungan, Yoga mengambil sebuah langkah berani, yakni dengan memutuskan untuk langsung menyewa pabrik sebagai tempat produksinya.
Bagi pengusaha awam, langkah yang diambil oleh Yoga jelas berisiko. Namun, keputusan yang ia ambil sudah berdasarkan pertimbangan secara matang.
“Saya pelajari dulu. Setelah itu, saya sangat yakin karena merasa bisnis di sektor ini prospektif. Sebab, wilayah di sini punya beberapa aspek yang mendukung. Pertama, pasarnya luas karena teman saya juga banyak yang bergelut di bisnis ini. Kedua, pasokan rajungan di Lampung itu sangat banyak. Ketiga, infrastruktur dan pekerjanya juga memadai,” kata Yoga.
Perhitungannya pun tepat. Bisnis rajungannya berkembang pesat dan berhasil menjamah pasar lokal maupun internasional.
“Pada 2012, kami mendapat pesanan rajungan dalam kaleng dari Amerika Serikat sebanyak 1 kontainer 20 feet. Itulah yang menjadi ekspor perdana kami. Saat itu, kapasitas produksi pabrik rata-rata 300 kilogram (kg) per hari. Sekarang, alhamdulillah, sudah jauh meningkat karena permintaan juga semakin banyak. Negara tujuan ekspor kami juga bertambah,” jelas Yoga.
Terkait kualitas, tambah Yoga, ia selalu melakukan pasteurisasi terhadap semua hasil rajungan untuk mempertahankan keaslian dari produk tersebut.
Pasteurisasi dilakukan dengan pemanasan dan pendinginan daging rajungan dalam waktu dan suhu tertentu.
“Saya tidak menambahkan bahan apa pun saat pasteurisasi agar rasa, warna, dan tekstur rajungan tetap otentik. Jadi, begitu kalengnya dibuka, (dagingnya) bisa langsung dimakan,” terangnya.
Perbesar skala usaha
Seiring peningkatan permintaan yang masuk terhadap produk rajungannya, Yoga pun berpikir untuk memperbesar bisnis. Pada 2013, Yoga memutuskan untuk membeli seluruh pabrik yang sebelumnya ia sewa.
Tak hanya itu, ia juga membangun beberapa pabrik baru sebagai fasilitas pengolahan produksi agar bisa lebih mandiri.
“Seiring waktu berjalan, kami juga membangun dua pabrik di Pulau Jawa. Keputusan dan terobosan ini diambil karena kami berharap dapat bisa terus bertumbuh menjadi lebih besar,” terang Yoga.
Yoga menambahkan, dirinya ingin membuat SJA menjadi perusahaan makanan laut terbesar di Asia Pasifik.
Meski begitu, ia mengakui bahwa usaha perluasan bisnis juga akan memperbanyak tantangan yang mesti dihadapi. Salah satunya terkait kelestarian lingkungan.
“Dalam berbisnis, kami juga dituntut untuk bisa mengidentifikasi risiko pencemaran lingkungan. Dulu, pernah ada kasus produk makanan laut kalengan yang tercemar dan masuk ke pasar AS. Dari situ, muncul regulasi terkait seafood,” terang Yoga.
Adapun sebagai bentuk komitmen untuk bisa menjaga kelestarian lingkungan sekaligus menghasilkan produk yang aman, SJA secara aktif berkontribusi dalam kegiatan penelusuran asal tangkapan sejak 2014.
Pihaknya juga meminta kepada para nelayan yang ada di SJA untuk tetap menggunakan jala atau bubu dalam menangkap rajungan.
“Saya juga melakukan tracing terkait kelengkapan informasi sumber rajungan yang kami olah. Saya bekerja sama dengan anak muda yang jago information technology (IT) dalam membuat tracing program. Sekarang, SJA bisa melakukan tracing dengan aplikasi yang bisa diakses oleh para nelayan atau supplier,” tuturnya.
Kerja sama dengan pihak lain
Perluasan skala bisnis juga dilakukan Yoga dengan bekerja sama dengan pihak lain seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Yoga mengatakan, kerja sama yang dilakukan dengan pihak BRI, terutama melalui kegiatan BRIlianpreneur, berdampak signifikan terhadap usahanya.
“SJA tentu tidak bisa mencapai keberhasilan besar sendirian. Makanya, SJA membutuhkan dukungan dari pihak lain. Berkat program BRIlianpreneur, kami bisa memperluas jaringan dan mendapat banyak pembeli baru, baik dari dalam maupun luar negeri. Ini jelas sangat memperkuat usaha kami,” ucap yoga.
Untuk diketahui, BRIlianpreneur adalah kegiatan pameran untuk produk dari pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari BRI. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong perkembangan seluruh UMKM di Indonesia.
Perwakilan BRI Okta mengatakan, dalam membantu pemasaran produk rajungan SJA, BRI juga membantu memitigasi risiko.
“SJA ini kan salah satu nasabah terbesar BRI, jadi kami pasarkan produk mereka, mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Sebelum kami pasarkan, kami identifikasi dulu supplier dari SJA. Dari situ terlihat kualitasnya bagus atau tidak. Jika memang potensial, baru kami fasilitasi,” ujar Okta.
Bagi yang ingin mengikuti kisah sukses Yoga dalam berbisnis rajungan, segera saksikan program Petualangan Brilian Episode 5 di Kompas TV dan kanal YouTube Bank BRI.