Advertorial

Putusan PTUN Jakarta Diabaikan PPA Kejagung Selama 4 Tahun, PT WMKP Tuntut Keadilan

Kompas.com - 05/08/2022, 00:00 WIB

KOMPAS.com – PT Wana Mekar Kharisma Properti (WMKP) melalui kuasa hukumnya, Law Firm LSS & Partner, merasa dirugikan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia.

Pasalnya, PPA Kejagung menghalangi pengalihan kepemilikan 11 aset berupa tanah atas nama PT Duta Cahaya Indosakti milik eks terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Hendra Rahardja, yang telah dilelang pada 2018 dan dimenangkan oleh PT WMKP.

Melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (2/8/2022), pihak Law Firm LSS & Partner menjelaskan, seluruh aset tersebut dilelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Serang, Banten, berdasarkan izin tertulis Jaksa Agung.

Pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan sistem closed bidding melalui situs lelangdjkn.kemenkeu.go.iditu diikuti oleh tiga peserta, yakni PT WMKP, Edwin Chandra, dan Sugiarto. Adapun penawaran yang diajukan PT WMKP sebesar Rp 28.000.000.000. Sementara itu, Edwin mengajukan penawaran Rp 24.173.888.000 dan Sugiarto sebesar Rp 22.000.888.888.

Berdasarkan Kutipan Risalah Lelang No 163/22/2018 yang diterbitkan oleh KPKNL Serang, Banten, pada 16 April 2018, PT WMKP menjadi peserta yang memenangkan lelang atas 11 aset bidang tanah tersebut. Namun, PPA Kejagung sebagai pihak penjual justru tidak memberikan 11 sertifikat obyek lelang.

Oleh karena itu, PT WMKP mengajukan permohonan fiktif positif ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 2018. Berdasarkan Putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT pada 6 Agustus 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), PPA Kejagung diwajibkan untuk membuka blokir dan menyerahkan seluruh dokumen sertifikat tanah asli berupa 11 sertifikat berikut segala sesuatu di atasnya kepada PT WMKP.

“Hingga saat ini, PPA Kejagung tidak patuh terhadap putusan PTUN Jakarta yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini telah merugikan dan melanggar hak-hak dasar PT WMKP sebagai warga masyarakat selaku pemenang lelang,” bunyi keterangan tertulis Law Firm LSS & Partner.

Pihak Law Firm LSS & Partner menerangkan lebih lanjut bahwa tindakan PPA Kejagung tersebut juga merupakan bentuk pembangkangan terhadap lembaga peradilan (contempt of court) sekaligus melanggar sejumlah ketentuan hukum.

Pertama, Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang (UU) No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal tersebut mengatur beberapa hal sebagai berikut.

“Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:

  1. Tanpa dasar kewenangan; dan/atau
  2. Bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kedua, Pasal 84 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Bunyi pasal tersebut mengatur hal berikut. 

“Dalam hal Penjual tidak menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) kepada Pejabat Lelang, Penjual harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan kuitansi dan tanda bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jika barang yang dilelang berupa tanah dan bangunan.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum tersebut, Law Firm LSS & Partner menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum yang membenarkan PPA Kejagung untuk tidak memberikan hak PT WMKP sebagai pemenang lelang.

 “PPA Kejagung juga tidak mempunyai alasan hukum untuk tidak patuh kepada putusan PTUN Jakarta yang telah berkekuatan hukum tetap,” bunyi keterangan tertulis Law Firm LSS & Partner.

Permohonan hak baru sertifikat tidak disetujui

Law Firm LSS & Partner kembali menjelaskan bahwa berdasarkan kutipan risalah lelang, PT WMKP sebagai pemenang lelang juga berhak mengajukan permohonan hak baru atas 11 tanah obyek lelang kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Serang. Permohonan ini berupa penerbitan sertifikat baru terhadap sebelas bidang tanah obyek lelang tersebut.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut.

“Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.”

Ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 18 dalam Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia No 002/A/JA/05/2017 tentang Pelelangan dan Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi.

Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut.

“Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang pada Kantor Lelang Negara merupakan dasar bagi pemenang lelang untuk mengajukan penerbitan sertifikat baru atau duplikat sertifikat tanah atau bangunan.”

Bertolak dari ketentuan tersebut, PT WMKP telah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat baru, tapi tidak diterima oleh Kantor Pertanahan Serang.

“Penolakan diduga kuat karena intervensi dari PPA Kejagung yang sengaja menghalangi permohonan tersebut,” jelas Law Firm LSS & Partner dalam keterangan tertulisnya.

Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pemindahan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan dengan lelang.

Mewakili PT WMKP, Law Firm LSS & Partner menyatakan, penegakan hukum dalam proses lelang seharusnya ditegakkan secara konsisten. Pasalnya, sejumlah peraturan perundang-undangan telah mengatur secara jelas, tegas, eksplisit, serta konkret mengenai penyelenggaraan lelang yang dilandasi prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Karena PPA Kejagung tidak mematuhi putusan pengadilan, PTUN Jakarta telah menegur Jaksa Agung. Teguran diberikan melalui surat No W2.TUN.1.3178/HK.06/X/2018 tertanggal 10 Oktober 2018 kepada Jaksa Agung Republik Indonesia.

Lambang Dewi Themis yang merupakan simbol keadilan hukum. 

DOK. Shutterstock Lambang Dewi Themis yang merupakan simbol keadilan hukum.

Isi surat tersebut meminta Jaksa Agung RI melaksanakan putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT pada 6 Agustus 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap.

Tak hanya itu, Ketua PTUN Jakarta juga telah mengirim surat tertanggal 10 Desember 2018 No W2.TUN1.3858/HK.06/XII/2018 kepada Presiden RI sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi.

Melalui surat tersebut, PTUN Jakarta meminta Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Jaksa Agung RI agar melaksanakan Putusan PTUN Jakarta.

Menanggapi surat Ketua PTUN Jakarta, pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengirim surat No R.19/M.Sesneg/D-1/HK.06.02/02/2018 kepada Jaksa Agung RI pada 7 Februari 2019.

Isi surat tersebut meminta Jaksa Agung RI untuk menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) juga telah mengirimkan surat kepada Deputi Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan RI No B-7/HK.00.01/I/2020 pada 6 Januari 2020. Isi surat ini menyatakan bahwa PT WMKP sebagai pemenang lelang.

Isi lengkap suratnya sebagai berikut.

“Oleh karena PT WMKP dinyatakan sebagai pemenang lelang dan sudah menyetor harga lelang ke Kas Negara, maka Kejaksaan Agung cq Pusat Pemulihan Aset wajib hukumnya menyerahkan barang lelang sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 84 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 27/PMK.06/2016 tanggal 19 Februari 2016.”

Melalui surat tersebut, Kemenko Polhukam menyarankan Jaksa Agung agar menyerahkan barang hasil lelang berupa tanah seluas 779.804 meter persegi (m2) berikut alas haknya kepada PT WMKP sebagai pemenang lelang.

Tak hanya pemerintah, Ketua PTUN Jakarta juga telah mengirim surat No W2.TUN.1.3859HK.06/XII/2018 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 10 Desember 2018. Surat tersebut berisi agar DPR menjalankan fungsi pengawasannya sesuai Pasal 116 ayat (6) Undang-Undang No 51 Tahun 2009.

Karena tak kunjung menjalankan isi putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT pada 6 Agustus 2018, Ketua PTUN Jakarta kembali menegur Jaksa Agung berdasarkan Surat No W2.TUN1.1635/HK.06/VII/2022 pada 13 Juli 2022. Namun, Jaksa Agung RI tetap tidak menjalankan isi putusan tersebut.

Law Firm LSS & Partners menyayangkan sikap Jaksa Agung cq PPA Kejagung RI sebagai pihak penjual lelang sekaligus instansi penegak hukum yang tidak taat pada peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan lelang dan Putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Hal ini telah merampas hak dan rasa keadilan PT WMKP sebagai pemenang lelang yang menjadi bagian dari warga masyarakat,” tulis Law Firm LLS & Partners.

Tim Law Firm LSS & Partners menilai, sikap PPA Kejagung tersebut melanggar prinsip dasar bernegara, Undang-Undang Dasar 1945, serta Pancasila karena tidak melindungi hak asasi dan keadilan bagi segenap bangsa Indonesia.

“Selain itu, PPA Kejagung secara sadar atau sengaja menghambat kemajuan perekonomian nasional yang diupayakan oleh PT WMKP selaku pemenang lelang atas 11 sertifikat obyek lelang,” tulis tim Law Firm LSS & Partner.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com