Advertorial

Bank Indonesia Bersama Pemerintah Pusat dan Daerah Bersinergi Kendalikan Inflasi

Kompas.com - 22/08/2022, 09:51 WIB

KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 serta kondisi geopolitik saat ini memengaruhi kestabilan perekonomian global. Akibat hal ini, mata rantai pasok komoditas global terganggu. Ditambah lagi, negara-negara di dunia menerapkan kebijakan proteksionisme, terutama pada pangan.

Kondisi tersebut berimbas pada peningkatan inflasi di berbagai negara di dunia. Sebagai contoh, Amerika Serikat yang mencatatkan inflasi 8,5 persen, Uni Eropa 8,9 persen, dan Inggris 10,1 persen pada Juli 2022.

Inflasi di Indonesia sendiri tercatat mencapai 4,94 persen per Juli 2022. Jumlah ini menjadi alarm bagi pemerintah ataupun Bank Indonesia (BI) untuk segera dikendalikan. Pasalnya, inflasi periode Juli 2022 tercatat sebagai yang tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Tingkat inflasi tersebut juga melebihi batas rentang target inflasi, yakni sebesar 3 plus minus 1 persen.

Adapun inflasi dari kelompok pangan menjadi penyumbang terbesar di Indonesia. Inflasi pada kelompok ini tercatat mencapai 11,47 persen. Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan jumlah biasanya.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sejumlah arahan strategis dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Kamis (18/8/2022).

Pada kesempatan tersebut, Presiden meminta kepala daerah, Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP), dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk bekerja sama menekan tingkat inflasi.

"Saya ingin bupati, wali kota, gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan tim TPID di daerah dan TPIP. Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik yang menyebabkan inflasi. Bisa saja beras, bisa saja bawang merah, bisa saja cabai, dan dicek. TPIP cek daerah mana yang memiliki pasokan cabai yang melimpah atau pasokan beras yang melimpah? Disambungkan. Ini harus disambungkan karena negara ini negara besar," tutur Presiden.

Presiden meyakini bahwa sinergi tersebut dapat mengendalikan inflasi Indonesia.

Pada Rakornas, Presiden juga memberikan lima arahan. Pertama, memperkuat identifikasi sumber tekanan inflasi di daerah melalui pemanfaatan data makro, mikro, dan detail.

Kedua, memperluas kerja sama antardaerah (KAD) guna mengurangi disparitas pasokan dan harga antarwilayah. Dalam hal ini, TPIP dan TPID perlu mengidentifikasi wilayah surplus dan defisit serta menjadi fasilitator untuk mendorong KAD dalam pengendalian inflasi.

Ketiga, menurunkan biaya transportasi dengan memanfaatkan fasilitas distribusi perdagangan antardaerah dan termasuk menurunkan harga tiket pesawat dengan menambah jumlah pesawat. Keempat, mengoptimalkan penggunaan anggaran belanja tidak terduga untuk mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.

Kelima, mempercepat penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.

Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan

Acara Kick Off GNPIP, Malang, Jawa Timur, Rabu (10/8/2022) Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia Acara Kick Off GNPIP, Malang, Jawa Timur, Rabu (10/8/2022)

Sebagai bagian dari TPIP, BI bersama pemerintah pusat dan daerah sudah bergerak cepat untuk mengatasi peningkatan inflasi melalui inisiasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) pada Rabu (10/8/2022).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, lewat gerakan Gernas PIP, BI bersama pemerintah akan melakukan langkah-langkah konkret untuk menjaga daya beli masyarakat melalui dorongan produksi dan ketahanan pangan nasional.

Untuk mencapai target tersebut, 7 program unggulan telah disiapkan Gernas PIP. Ketujuh program ini adalah operasi pasar, pasar murah, Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH); dan perluasan kerja sama antardaerah (KAD); optimalisasi fasilitasi distribusi pangan strategis atau subsidi ongkos angkut; implementasi gerakan urban farming dan replikasi best practice klaster pangan.

Kemudian, optimalisasi alat dan mesin pertanian (alsintan) dan sarana produksi (saprodi); penguatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), digitalisasi, data dan informasi pangan; serta penguatan koordinasi dan komunikasi untuk menjaga ekspektasi inflasi.

Sinergi antarkebijakan

Menindaklanjuti arahan Presiden dalam Rakornas, BI berupaya untuk terus bersinergi dengan pemerintah melalui tiga kebijakan. Pertama, BI akan mendorong sinergi kebijakan mengatasi inflasi pangan bersama Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian)

“Dalam GNPIP, ada operasi untuk ketersediaan makanan dan kerja sama antardaerah dari yang surplus ke yang defisit supaya memang betul-betul arus barang itu bisa teratasi. Kemudian juga, penggunaan anggaran di daerah. Anggaran darurat itu bisa dilakukan,” ujarnya saat menghadiri Rakornas.

Perry menargetkan, melalui kebijakan tersebut, inflasi pangan nasional bisa diturunkan dari 11,47 persen menjadi maksimal 5 persen atau 6 persen. Dengan begitu, daya beli masyarakat akan semakin membaik dan inflasi semakin terkendali.

Kedua, dari sisi fiskal, pemerintah memberikan subsidi energi dan listrik. Kebijakan ini diambil untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga energi global sehingga masyarakat tidak terbebani.

Ketiga, BI mengerahkan kebijakan moneter yang berfokus untuk stabilitas ekonomi negara atau pro-stability. Langkah kebijakan ini diwujudkan melalui stabilisasi nilai tukar rupiah. Saat ini, tingkat depresiasi nilai tukar rupiah termasuk yang terbaik ketimbang negara lain, yakni dengan year-to-date lebih kurang 3,5 persen.

“Kami lakukan stabilisasi nilai tukar rupiah supaya tidak mengganggu pemulihan ekonomi. Dengan demikian, harga barang di dalam negeri tidak naik karena gejolak global,” ujar Perry.

Perry melanjutkan, kebijakan moneter juga diwujudkan BI dengan mengendalikan likuiditas ekonomi agar tidak berlebih. Dengan kebijakan ini, lembaga perbankan bisa tetap menyalurkan kredit.

“Kredit yang disalurkan perbankan sudah lebih dari 10 persen. Bahkan, penyaluran kredit UMKM telah lebih dari 16 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.

BI juga mengerahkan kebijakan lain, seperti makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pasar uang, usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan ekonomi keuangan syariah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi atau pro-growth.

Mewakili BI, Perry pun menyampaikan apresiasi kepada pemerintah pusat dan daerah yang telah bersinergi dalam GNPIP.

“Untuk ke depan, mari semakin bersinergi untuk pengendalian inflasi bagi kesejahteraan rakyat dan pemulihan ekonomi. Hal ini agar kita bisa pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat, untuk Indonesia maju,” tutur Perry.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com