Advertorial

Peleburan BNI dan BTN Dinilai Tidak Mendesak

Kompas.com - 29/08/2022, 18:29 WIB

KOMPAS.com - Isu mengenai penggabungan Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Tabungan Negara (BTN) semakin menyorot perhatian. Padahal, menurut pengamat pasar modal, tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk menggabungkan kedua lembaga keuangan tersebut. 

Hal itu disampaikan Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus. Ia menuturkan bahwa saat ini, kedua bank pelat merah itu telah memiliki fokus bisnis yang tepat. Dengan demikian, BNI dan BTN masih mampu mengoptimalkan bisnis masing-masing. 

BTN, lanjut Maximilianus, fokus pada pembiayaan sektor properti, sedangkan BNI fokus pada usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan korporasi. Bahkan, BNI juga sedang membesarkan bisnis di luar negeri. 

“BTN memiliki pangsa pasar sendiri, begitu pula dengan BNI,” kata Maximilianus dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (29/8/2022).

Maximilianus melanjutkan bahwa meski secara permodalan lebih kecil ketimbang BNI, BTN masih cukup baik untuk bersaing dengan bank-bank besar.

BTN juga tengah berencana melakukan rights issue yang akan membuat modal mereka bertambah tanpa perlu merger dengan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya.

“Jadi, dari sisi permodalan juga sudah cukup,” kata Maximilianus.

Rencana penggabungan BNI dan BTN, lanjut Maximilianus, tidak bisa disamakan dengan penggabungan BNI Syariah, BRI Syariah dan Mandiri Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI).

Pasalnya, ketiga bank syariah tersebut memiliki porsi pasar yang kecil. Dengan demikian, penggabungan ketiganya akan lebih baik dan dapat mendorong penetrasi bank BUMN di pasar syariah. Hal ini dapat tercapai karena ketiganya mengincar pasar yang sama, yaitu ekonomi Islam. 

Sementara itu, kasus penggabungan BNI dan BTN berbeda. Pasalnya, keduanya memiliki fokus bisnis berbeda.

Meski tidak mendesak untuk digabungkan, Maximilianus tak menampik bahwa pemerintah mungkin memiliki pertimbangan lain untuk menggabungkan kedua bank BUMN tersebut. Salah satunya adalah pertimbangan bisnis yang dinilai menjanjikan.

“Penggabungan BNI dan BTN berpotensi membuat perusahaan semakin besar dan sinergi semakin kuat. Namun, pertanyaan ‘seberapa menguntungkan penggabungan ini? Hanya pemerintah yang bisa menjawab’,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan bahwa kedua lembaga perbankan nasional itu sebenarnya memiliki tugas khusus di bidangnya masing-masing.

Tanpa harus bergabung, katanya, BNI dan BTN dapat berdiri sendiri. Bahkan, keduanya dapat berkembang lebih besar dengan perkembangan bisnisnya masing-masing, bukan dengan cara akuisisi.

"BNI bisa lebih besar tanpa harus mengakuisisi BTN. Di sisi lain, BTN juga memiliki tugas khusus di bidang perumahan. BTN justru harus lebih dikembangkan, bukan dikerdilkan," jelas Piter.

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyampaikan pemerintah memiliki wacana untuk menyatukan BNI dengan BTN.

Dalam rencana yang sedang dikaji tersebut, BNI akan mengakuisisi BTN konvensional serta BSI mengakuisisi BTN Syariah. Hal ini bertujuan untuk merampingkan bank-bank milik negara dan jumlah bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Dengan demikian, bank BTN syariah akan diakuisisi oleh BSI. Sementara itu, BTN konvensional akan diakuisisi BNI.

“Rencana tersebut masih dalam tahap wacana,” ujar Ma'ruf.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com