Advertorial

Komitmen Turunkan Emisi Karbon, Pertamina Gandeng Perusahaan Nasional dan Global

Kompas.com - 30/08/2022, 19:54 WIB

KOMPAS.com – Dalam upaya mendukung program transisi energi bersih dan target penurunan emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030, PT Pertamina (Persero) menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan transisi energi internasional.

Kerja sama itu dilakukan pada pertemuan yang digelar di Nusa Dua, Bali, Senin (29/8/2022). Pertemuan ini dihadiri langsung oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Arifin mengaku senang dengan adanya kemitraan dan kolaborasi yang terbentuk di bawah payung pertemuan internasional The Business 20 (B20). Ia mengatakan, tantangan penerapan teknologi rendah karbon harus ditangani bersama, baik oleh negara maju maupun negara berkembang.

“Saya mendorong lebih banyak kemitraan global. Tidak hanya antara sektor swasta, tetapi juga dengan sektor publik untuk mempercepat implementasi (teknologi rendah karbon). Kami berharap, kemitraan yang disepakati per hari ini dapat mendorong lebih banyak aksi bisnis melalui kerja sama kolaboratif antara sektor publik dan swasta,” kata Arifin dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (30/8/2022).

Adapun kerja sama pertama diwujudkan melalui penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara Pertamina dan PT Astra Agro Lestari Tbk. Kemitraan ini menyepakati program terkait potensi hubungan bisnis dan pertukaran data untuk pengembangan proyek-proyek rendah emisi.

Lewat kerja sama tersebut, kedua pihak berupaya untuk mengembangkan proyek rendah emisi dengan utilisasi limbah kelapa sawit (empty fruit bunch dan palm oil mill effluent) menjadi produk bioetanol dan biometana. Produk ini dapat dimanfaatkan sebagai pengganti (substitusi) bahan bakar fosil guna mendukung kemandirian energi nasional.

Selanjutnya, penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) juga dilakukan Pertamina untuk program Pengembangan Green Industrial Cluster di kawasan Industri Jawa Barat-Bekasi (Jababeka).

Kerja sama itu merupakan bentuk kemitraan antara Subholding Power New and Renewable Energy (NRE), Pertamina Power Indonesia (PPI), dengan PT Jababeka Infrastruktur. Adapun wujud kemitraan berupa pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di gedung perkantoran Jababeka.

Kemudian, Pertamina melalui PPI juga menjalin joint study agreement (JSA) dengan perusahaan asal Belanda, Pondera. Kerja sama ini tertuang dalam kerja sama Integrated Offshore Wind Energy and Hydrogen Production Facility.

Untuk diketahui, JSA tersebut merupakan tindak lanjut MoU antara Pertamina NRE dan PPI dengan Pondera perihal pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang telah dijalin sejak 21 April 2022.

Terakhir, Pertamina dan Pertamina EP (PEP) menjalin JSA dengan Japan Oil, Gas, and Metals National Corporation (Jogmec). Kerja sama ini dibesut untuk mendukung program Jogmecon CO2 Injection for Enhanced Oil Recovery (CCUS-EOR) Project in Jatibarang Field.

Lewat kerja sama tersebut, Pertamina dan Jogmec berkolaborasi dalam kegiatan CO2 Injection melalui studi bersama untuk melaksanakan proyek injeksi karbon dioksida (CO2). Langkah ini merupakan tahap awal untuk lebih mendukung full field scale CO2-EOR sebagai metode untuk meningkatkan produksi minyak dan mengurangi emisi CO2 di Lapangan Jatibarang, Jawa Barat (Jabar).

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, kerja sama tersebut dilandaskan atas tingginya permintaan energi terbarukan dan bahan bakar rendah karbon yang diperkirakan meningkat. Langkah ini dilakukan perseroan untuk memerangi peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dari bahan bakar fosil.

Pasalnya, kata Nicke, industri minyak dan gas bumi (migas) menyumbang lebih dari 40 persen dari total emisi GRK global. Dengan demikian, program tersebut memainkan peran penting untuk mengurangi emisi GRK.

"Akibatnya, ada kebutuhan untuk mempercepat transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan dan bahan bakar rendah karbon. Penggerak pendukung diperlukan untuk menjawab tantangan dalam mempercepat transisi energi," katanya.

Nicke menambahkan, sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi terbesar di Indonesia, Pertamina perlu menunjukkan kontribusinya dalam mendukung komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi GRK sebagaimana disebutkan dalam Perjanjian Paris.

Lebih lanjut, Nicke mengatakan, kolaborasi Pertamina dengan negara mitra anggota Group of Twenty (G20) yang terbentuk di bawah payung B20 dalam mengembangkan beberapa teknologi rendah karbon akan memainkan peran kunci dalam transisi energi.

Adapun pengembangan teknologi tersebut, kata Nicke, termasuk photovoltaic (PV) solar panel untuk klaster industri hijau, pemanfaatan limbah kelapa sawit untuk bioenergi, serta pemanfaatan dan penyimpanan penangkapan karbon.

"Upaya ini adalah kolaborasi antara perusahaan dan negara. Hal terpenting, ini juga merupakan kolaborasi antar-umat manusia guna berkontribusi dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan konsensus dalam menyediakan akses yang adil menuju energi berkelanjutan. Dengan demikian, kami bisa melindungi iklim untuk generasi yang akan datang," ujarnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com