Jadi Kunci Capai NZE, Indonesia Kembangkan Teknologi dan Sistem Smart Grid

KOMPAS.com – Perubahan iklim memasuki tahap mengkhawatirkan dalam satu dekade terakhir. Pada dasawarsa ini, suhu permukaan bumi mencapai titik terpanas, yakni pada 2016, 2020, 2021, dengan rerata peningkatan suhu mencapai lebih dari 1 derajat Celcius ketimbang masa sebelum revolusi industri.

Guna mengatasi hal tersebut, pemerintah negara-negara di dunia berkomitmen menurunkan emisi karbon hingga nol atau net zero emission (NZE). Komitmen ini tertuang dalam Paris Agreement pada 2015. NZE ditargetkan bisa tercapai pada 2050 untuk negara-negara maju.

Sebagai salah satu negara yang meratifikasi Paris Agreement 2015, Indonesia juga telah menargetkan capaian NZE pada 2060. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah mengembangkan smart grid  pada sektor pembangkit listrik.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wanhar mengatakan, smart grid dapat menghubungkan pulau besar dengan jalur interkoneksi.

Dengan demikian, sistem tersebut dapat menghubungkan lokasi dengan sumber pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) tinggi menuju lokasi yang memiliki permintaan energi tinggi.

“Smart gridmerupakan faktor kunci untuk mencapai NZE di sektor pembangkit listrik. Sistem ini akan menghubungkan pulau-pulau besar di Indonesia dengan jalur interkoneksi listrik untuk menghubungkan lokasi sumber EBT tinggi menuju lokasi permintaan tinggi,“ ujar Wanhar dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (6/9/2022).

Wanhar menjelaskan, skema pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Dalam peraturan itu, pemerintah telah menugaskan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk mengelola sendiri infrastruktur tersebut atau memberikan penugasan kepada anak perusahaan PLN untuk menjalankan pembangunan pembangkit listrik.

Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 yang ditetapkan sebagai RUPTL Hijau, Indonesia berencana membangun lebih banyak pembangkit EBT ketimbang pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

“Kami tidak lagi merencanakan pembangkit listrik tenaga batu bara baru, kecuali yang telah financial closing atau sedang dibangun,“ tuturnya.

Meski demikian, Wanhar tak memungkiri bahwa pengembangan smart grid di Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan.

“Tantangan tersebut di antaranya adalah ketersediaan mekanisme bisnis dan keuangan, regulasi dan koordinasi antara pemangku kepentingan, serta kesiapan teknologi,“ papar Wanhar.

Proyek pilot smart grid

Pada Smart Grid Solutions in Accelerating Energy Transition in Southeast Asia di Bali, Selasa (30/08/2022), Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya menyatakan, pemerintah saat ini tengah menyiapkan pembangunan infrastruktur smart grid.

Beberapa di antaranya adalah pengembangan Smart Community Pilot Project di Karawang, Jawa Barat, Adaptive Defense Scheme di Sistem Jawa Bali, Automatic Dispatch System di Sumba dan Nusa Tenggara Timur, dan Smart Micro Grid di Selayar, Sulawesi Selatan.

Adapun, kata Chrisnawan, PLN telah menetapkan lini masa pembangunan smart grid menjadi dua periode, yakni periode pertama pada 2021-2025 dan periode kedua pada 2026.

Pada periode pertama, PLN akan fokus pada pembangunan digitalisasi pembangkit, sistem manajemen distribusi, electric vehicle (EV) charging, smart microgrid, dan advanced metering infrastructure.

Selanjutnya, pada periode kedua, fokus PLN adalah peningkatan supervisory control dan data acquisition, interkoneksi sumber daya energi terdistribusi, penyimpanan energi, serta respons permintaan.

“PLN juga tengah mengembangkan smart microgrid di kawasan Indonesia bagian timur yang meliputi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara,“ katanya.