Advertorial

Penyesuaian Harga BBM, Upaya Pemerintah Menjaga APBN Tetap Sehat

Kompas.com - 09/09/2022, 15:47 WIB

KOMPAS.com – Pemerintah menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar, Pertalite, Pertamax, dan gas pada Sabtu (3/9/2022). Hal ini dilakukan demi menjaga Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) agar tetap sehat.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 dan kondisi geopolitik negara-negara di dunia yang menghalangi pasokan minyak dan gas bumi global turut memengaruhi perekonomian Indonesia. Kondisi ini pun berimbas pada harga jual BBM.

Di sisi lain, harga BBM pun dibebani oleh kenaikan harga minyak dunia dan kurs mata uang asing. Permintaan BBM juga meningkat di tengah aktivitas masyarakat yang kembali pulih.

Selama ini, ketiga jenis BBM tersebut dijual di bawah harga keekonomian berkat subsidi yang diberikan pemerintah.

Artinya, pemerintah membayar selisih harga kepada Pertamina untuk menjaga keseimbangan harga. Dengan demikian, Pertamina dapat menjaga pasokan sesuai kebutuhan dan masyarakat dapat membeli BBM dengan harga terjangkau.

Sayangnya, subsidi itu tidak tepat sasaran. Kebanyakan penikmat subsidi merupakan kalangan mampu.

Sebagai contoh, sebanyak 11 persen subsidi Solar dinikmati oleh kelompok rumah tangga. Namun, 95 persen di antaranya digunakan oleh kelompok rumah tangga mampu.

Hal serupa terjadi pada Pertalite. Sebanyak 86 persen subsidi Pertalite digunakan oleh rumah tangga, sedangkan sisanya oleh sektor usaha. Adapun 80 persen penggunaan Pertalite rumah tangga dinikmati oleh kelompok rumah tangga mampu.

Berkaca dari kondisi tersebut, pemerintah perlu menata ulang subsidi BBM. Jika tidak dikendalikan, kuota subsidi pemerintah kepada Pertamina hanya bertahan hingga Oktober 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Perpajakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 502 triliun untuk subsidi BBM.

“Jika pemerintah tidak menyesuaikan harga jual, anggaran ini dapat membengkak menjadi Rp 700 triliun,” ujar Neilmaldrin dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (8/9/2022).

Tanpa penyesuaian harga, lanjut Neilmaldrin, subsidi BBM akan menyedot penerimaan negara yang sudah dialokasikan untuk anggaran belanja prioritas lain, misalnya untuk pembangunan.

Kemudian, demi memitigasi risiko inflasi atau kenaikan harga yang mungkin timbul akibat penyesuaian harga BBM, pemerintah pun melakukan berbagai upaya.

Pertama, menjaga pasokan kebutuhan pangan dan energi agar tidak terjadi kelangkaan di masyarakat. Kedua, berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI), pemerintah daerah (pemda), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam pengendalian inflasi.

Neilmaldrin menjelaskan, sinergi kebijakan antara pemerintah pusat serta daerah dilakukan untuk menjaga harga pangan dan menghindari dampak rambatan. Misalnya, pengaturan tarif angkutan dalam kota sesuai wewenang yang berlaku.

Apabila diperlukan, pemerintah juga akan melakukan operasi pasar, menggunakan dana cadangan stabilisasi pangan, serta menciptakan bantalan kebijakan sebagai langkah menjaga daya beli masyarakat, terutama menjaga akses kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin dan rentan.

Pemerintah, kata Neilmaldrin, tidak bisa berjalan sendiri untuk menjaga kestabilan perekonomian Tanah Air. Pemerintah membutuhkan kontribusi masyarakat, misalnya lewat pajak yang merupakan sumber utama APBN.

Sebagai informasi, hingga akhir semester I 2022, penerimaan pajak mencapai Rp 868,3 triliun.

“Pajak dapat membantu pemerintah untuk memitigasi potensi inflasi melalui program reguler atau penebalan bantuan sosial. Sebagai contoh, dengan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) senilai Rp 24,17 triliun,” jelas dia.

Neilmaldrin menilai, di balik inflasi, ada beberapa hal positif dari penyesuaian harga BBM. Pertama, penyesuaian harga akan memperlambat pertumbuhan konsumsi BBM sehingga memperkecil penambahan beban subsidi dan kompensasi. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan kesempatan bagi pemerintah untuk meningkatkan belanja produktif.

Kedua, penyesuaian harga dapat meredistribusi keadilan. Pasalnya, beban yang ditimbulkan akibat penyesuaian harga BBM mayoritas ditanggung oleh masyarakat mampu yang sebelumnya lebih banyak menikmati subsidi dan kompensasi.

Ketiga, penyesuaian harga dapat mengendalikan konsumsi BBM dalam jangka menengah sehingga mengurangi emisi. Kondisi ini juga dapat meningkatkan pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com