Advertorial

Bisa Terjadi Setelah Terapi Kanker, Kenali Gejala dan Cara Penanganan Limfadema

Kompas.com - 11/09/2022, 20:35 WIB

KOMPAS.com - Limfedema merupakan pembengkakan yang umumnya terjadi di daerah lengan, kaki, atau wajah. Kondisi ini disebabkan oleh penumpukan cairan getah bening akibat pembuluh getah bening yang tersumbat.

Seperti diketahui, cairan getah bening yang sebagian besar mengandung protein dan sel darah putih (sel darah yang melawan infeksi) merupakan salah satu bagian dari sistem limfatik. Sistem ini merupakan pertahanan tubuh dalam membasmi infeksi.

Dalam menjalankan fungsinya, cairan getah bening atau cairan limfe akan beredar di dalam pembuluh getah bening. Saat terjadi kerusakan pada pembuluh getah bening, aliran cairan getah bening akan tersumbat dan mengakibatkan pembengkakan di bagian tubuh tertentu.

Limfedema menjadi salah satu komplikasi yang kerap kali dialami oleh pasien setelah menjalani terapi kanker.

Adapun risiko perkembangan limfedema tergantung pada berbagai faktor, seperti jenis operasi yang dilakukan pasien, obesitas atau penambahan berat badan setelah operasi, pengobatan tertentu seperti radiasi atau beberapa jenis kemoterapi, serta komplikasi setelah operasi.

Pasien yang menjalani operasi besar memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami limfedema. Khususnya, pasien yang menjalani operasi pengangkatan kelenjar getah bening dan menjalani terapi radiasi di lokasi kelenjar getah bening.

Limfedema dapat muncul dua atau tiga tahun kemudian setelah pasien melakukan operasi besar. Meski demikian, risiko kemunculan limfedema dapat berlangsung seumur hidup. Risiko akan meningkat apabila ada anggota badan yang mengalami cedera.

Untuk diketahui, limfedema memiliki berbagai gejala awal yang akan dirasakan anggota tubuh atau jaringan yang diterapi.

Berbagai gejala tersebut di antaranya adalah pembengkakan serta sensasi berat atau rasa nyeri yang tidak nyaman pada lengan atau kaki, sensasi kencang pada area kulit yang diterapi, mati rasa atau kesemutan, mudah merasa lelah pada lengan atau kaki, serta pengerasan dan penebalan atau fibrosis kulit.

Bila merasakan berbagai gejala tersebut, Anda dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis bedah onkologi. Pasalnya, mengenali dan menjalani terapi sejak dini dapat mencegah perburukan gejala dan mengurangi keparahan limfedema.

Meskipun tidak mengancam jiwa, limfedema dapat berdampak besar pada kualitas hidup pasien. Pasalnya, pasien yang mengalami pembengkakan akan mengalami berbagai dampak pada tubuhnya.

Salah satunya, pembengkakan lengan setelah operasi kanker payudara. Hal ini dapat meningkatkan kekhawatiran pasien tentang penampilannya. Selain itu, limfedema juga bisa memengaruhi kemampuan untuk menggunakan lengan atau kaki. Kondisi ini akan menghambat pasien dalam beraktivitas sehari-hari dan memengaruhi kualitas hidupnya.

Limfedema juga dapat mengurangi penyembuhan jaringan dan terkadang menyebabkan nyeri kronis. Bahkan, lengan dengan gejala limfedema dapat menyebabkan selulitis, infeksi kulit yang memerlukan antibiotik, dan kemungkinan rawat inap.

Pembedahan untuk limfedema

Dalam beberapa kasus, prosedur pembedahan dapat membantu memperbaiki drainase limfatik pada pasien limfedema.

Adapun penanganan limfedema dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan, yakni lymphatic venous anastomosis (LVA) atau anastomosis vena limfatik serta transplantasi kelenjar getah bening.

LVA sendiri merupakan tindakan intervensi bedah mikro. Dalam metode ini, beberapa pembuluh limfatik dihubungkan (beranastomosis) ke vena kecil di dekatnya.

Dengan menghubungkan pembuluh limfatik yang masih berfungsi ke vena kecil, LVA bisa menjangkau pembuluh limfatik yang rusak. Tujuan dari pembedahan LVA adalah untuk mengurangi kelebihan cairan getah bening yang terakumulasi di jaringan dan mengembalikannya ke sistem peredaran darah di lengan.

Sementara itu, transplantasi kelenjar getah bening merupakan operasi pengangkatan kelenjar getah bening yang sehat dari satu area tubuh dan ditransplantasikan ke anggota tubuh dengan limfedema.

Kelenjar getah bening itu dapat membangun kembali sirkulasi limfatik anggota badan dan memperbaiki gejala.

Adapun salah satu alat yang digunakan dalam penanganan limfedema adalah Kinevo 900. Alat ini merupakan mikroskop dengan sistem visualisasi robotik yang mengombinasikan teknologi visual optik dan digital.

Mikroskop tersebut dapat mendukung performa dokter bedah dalam melakukan prosedur pembedahan yang melibatkan pembuluh darah, limfa, dan saraf. Alat medis terkini ini amat dibutuhkan dalam pembedahan LVA dan operasi tumor atau kanker.

Penanganan kanker payudara di Mayapada Hospital Jakarta Selatan

Seperti sudah disinggung sebelumnya, limfedema dapat muncul pascapelaksanaan operasi atau terapi kanker, termasuk kanker payudara.

Dokter Spesialis Patologi Anatomi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS) dr Rizky Ifandriani Putri, SpPA mengatakan, kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak nomor satu di Indonesia. Kanker ini kerap menimpa wanita dari segala usia.

Oleh karena itu, penting bagi setiap wanita untuk waspada dan melakukan pemeriksaan dini secara berkala mulai usia 18 tahun.

“Diagnosis kanker payudara ditentukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi biopsi jaringan benjolan di payudara,” ujar dokter Rizky.

Dokter Rizky melanjutkan bahwa dokter spesialis patologi anatomi akan memberikan laporan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis spesimen biopsi. Laporan ini menjelaskan ada atau tidaknya lesi nonkanker, lesi prakanker, atau sel kanker.

Pada spesimen kanker payudara, seorang ahli patologi juga dapat memberikan informasi terkait ada atau tidaknya reseptor hormonal positif atau penanda lain pada sel kanker pasien.

“Hal tersebut untuk membantu klinisi dalam menentukan rencana terapi yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien,” tuturnya.

Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi MHJS dr Bayu Brahma, SpB(K)Onk mengatakan, kejadian limfedema kerap menimpa pasien pascaoperasi kanker payudara.

Saat ini, penanganan limfedema menuju ke arah preventif. Salah satunya dengan deteksi dini melalui teknologi imaging fluorescence menggunakan indocyanine green (ICG) lymphography.

Alat itu merupakan pencitraan sensitif untuk mendeteksi gejala dini limfedema. Dengan demikian, dokter dapat segera melakukan penanganan lebih awal jika menemukan gejala.

Dokter Bayu melanjutkan bahwa penanganan kanker payudara semakin advance untuk menurunkan morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

“Kemajuan tersebut berkat pelaksanaan operasi invasif minimal, seperti breast conserving surgery danbiopsi kelenjar getah bening sentinel yang merupakan teknik operasi kelenjar getah bening daerah ketiak untuk mencegah limfedema, serta rekonstruksi payudara dengan bedah mikro,” ujar dr Bayu.

Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi MHJS Profesor Abdul Muthalib, SpPD-KHOM mengatakan bahwa setelah menjalani operasi kanker payudara, pasien bisa saja menjalani terapi tambahan (adjuvant therapy).

“Hal tersebut tergantung hasil stadium dan pemeriksaan patologi serta imunohistokimia,” ujar Profesor Abdul.

Terkait terapi tambahan, Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS) dr Ratnawati Soediro, SpOnk-Rad menjelaskan bahwa dokter juga dapat merekomendasikan terapi radiasi setelah operasi kanker payudara. Regimen tersebut dapat berlangsung selama tiga hingga enam minggu, tergantung pada kondisi klinis pasien.

“Selanjutnya, dokter ahli onkologi radiasi akan menentukan teknik dan dosis radiasi yang terbaik berdasarkan kondisi klinis pasien, jenis kanker, stadium, dan lokasi tumor,” ujar dr Ratna.

Mayapada Hospital, lanjut dr Ratna, memiliki pesawat radioterapi Linear Accelerator (Linac) berteknologi mutakhir. Alat ini dapat mendistribusi sinar radiasi maksimal pada target sel kanker dan minimal pada sel jaringan sehat.

Radioterapi Linac juga dapat melakukan advanced techniques, termasuk verifikasi 4D apabila dibutuhkan. Dengan demikian, pengobatan pasien menjadi lebih presisi, akurat, nyaman, serta minim efek samping.

“Keamanan pasien adalah fokus utama pelayanan kesehatan kami. Oleh karena itu, pesawat Linac yang dimiliki Mayapada Hospital dapat memberikan proteksi khusus bagi organ jantung, terutama pada kanker payudara kiri dengan teknik deep inspiration breath hold (DBIH),” paparnya.

Sebagai informasi, Oncology Center Mayapada Hospital menyediakan layanan komprehensif dalam penanganan tumor dan kanker dengan peralatan terkini.

Pelayanan tersebut ditunjang kolaborasi dokter multispesialisasi, mulai dari deteksi dini, diagnosis, terapi tindakan bedah, kemoterapi, imunoterapi dan radioterapi, hingga rehabilitasi medis saat penyembuhan.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut seputar masalah kesehatan, silakan kunjungi laman Mayapada Hospital.


Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com