Advertorial

Hindari Pernikahan Dini demi Turunkan Angka Stunting di Indonesia

Kompas.com - 23/09/2022, 09:55 WIB

KOMPAS.com – Koordinator Informasi Komunikasi Kesehatan, Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Marroli J Indarto mengatakan, salah satu upaya mencegah kelahiran anak stunting adalah dengan menghindari pernikahan dini. Hal ini harus menjadi perhatian bersama, mengingat angka pernikahan dini masih tinggi di Indonesia.

Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Diseminasi Informasi dan Edukasi Percepatan Penurunan Stunting bertajuk Kepoin GenBest: Cegah Stunting, Nikah Dini Bikin Overthinking yang diselenggarakan di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (22/9/2022).

Marroli menjelaskan, menikah tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik perempuan untuk melahirkan anak. Lebih dari itu, diperlukan juga kesiapan mental dan emosional pasangan, seperti dalam menyikapi kehidupan rumah tangga, mengasuh anak, dan lain sebagainya. Sebab, jika tubuh dan mental belum siap untuk menikah, risiko melahirkan anak stunting lebih tinggi.

Mempertimbangkan risiko tersebut, pemerintah senantiasa mengingatkan usia ideal menikah dan hamil untuk perempuan adalah 21 tahun dan 25 tahun untuk laki-laki.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pernikahan dini atau pernikahan anak pada 2020 berada di angka 10,18 persen. Angka ini masih di atas target Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA), yaitu 8,74 persen pada akhir 2024.

Untuk mencegah anak terlahir stunting, menurut Marroli, Kemenkominfo kini terus fokus menurunkan angka prevalensi stunting hingga mencapai target 14 persen pada 2024.

“Presiden Joko Widodo menargetkan pada 2024, angka stunting di Indonesia harus berada di bawah 14 persen,” ujarnya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (24/9/2022).

Ia menambahkan, upaya penurunan angka stunting saat ini merupakan momentum yang tepat karena Indonesia tengah menghadapi bonus demografi, yakni kondisi jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak ketimbang usia tidak produktif.

“Bonus ini akan berakhir pada 2045. Maka, sesuai instruksi Presiden kami lebih fokus membangun sumber daya manusia,” lanjutnya.

Sub Koordinator Hubungan Antarlembaga dan Lini-lini Lapangan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Djuwiyanto, menjelaskan bahwa angka pernikahan dini di Kalteng cenderung tinggi.

“Persentasenya menurut pendataan keluarga pada 2021 berada di angka 35 persen dari target 29 persen. Jadi, memang masih tinggi,” kata Djuwiyanto.

Ia menjelaskan bahwa banyak faktor yang menyebabkan pernikahan dini, mulai dari faktor budaya, sosial, agama, hingga ekonomi. Akan tetapi, faktor yang paling dominan saat ini adalah faktor pola asuh dan perkembangan teknologi informasi yang tidak sepenuhnya dicerna dengan baik oleh para remaja.

“Kami menemukan di keluarga-keluarga ada kecenderungan dalam memberikan edukasi seputar kesehatan reproduksi itu tabu. Tidak semua orangtua mengajarkan anak ketika beranjak dewasa untuk menjaga pergaulan,” jelas Djuwiyanto.

Remaja-remaja tersebut, imbuhnya, mengakses media sosial secara tidak terbatas. Ditambah lagi, lingkungan pergaulan yang tidak konstruktif dan positif sehingga kecenderungan terjadi pernikahan dini menjadi lebih besar.

Sementara itu, dokter Spesialis Gizi Klinik, Raissa E Djuanda, yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan itu, menjelaskan bahwa bahaya pernikahan dini bukan hanya memengaruhi kesehatan.

“Bahaya pernikahan dini bukan hanya secara kesehatan, melainkan secara mental pun sebenarnya para remaja belum siap,” jelasnya.

Raissa mengungkapkan, menikah memerlukan komitmen dan tanggung jawab, sementara umur yang masih dini akan sulit jika dibebani tanggung jawab yang begitu berat.

Sebagai informasi, forum Kepoin GenBest yang diadakan di Kota Palangkaraya merupakan bagian dari kampanye Generasi Bersih dan Sehat (GenBest) yang diinisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.

GenBest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari. Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, GenBest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja. Berbagai informasi itu disajikan dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com