Advertorial

Jawab Tantangan Industri Makanan Minuman Halal, BSI Lakukan Pembiayaan Tepat Guna dan Sasaran

Kompas.com - 29/09/2022, 09:22 WIB

KOMPAS.com – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berupaya membangun Islamic ecosystem di Indonesia. Salah satunya, dengan menjadikan industri makanan dan minuman halal sebagai sektor prioritas untuk dikembangkan melalui pembiayaan tepat guna dan sasaran.

Isu tersebut dibahas dalam diskusi daring bertajuk “Membangun Industri Makanan dan Minuman Halal Dalam Negeri serta Dukungan Perbankan Syariah” yang digelar oleh BSI Institute.

Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pakar sebagai pembicara, yakni Direktur Utama PT Spire Indonesia Jeffrey Bahar, Anggota Komite Bidang Regulasi Teknis Pangan Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Hilda Oktora, dan Guru Besar Fakultas EKonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran Ina Primiana.

Direktur Treasury and International Banking BSI Moh Adib mengatakan, status Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia menjadi berkah tersendiri. Pasalnya, titel itu membuat Indonesia berpotensi menjadi prominent leader, key player, bahkan trend setter dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di kancah global.

Adib melanjutkan, industri makanan dan minuman halal memiliki potensi yang besar. Oleh karena itu, sektor tersebut perlu diprioritaskan untuk dikembangkan.

”Tidak hanya dari sudut pandang kebutuhan atau demand akan produk makanan dan minuman halal yang besar, tetapi juga karena pengembangan sektor makanan dan minuman. Hal ini merupakan salah satu upaya dalam mendukung penguatan ketahanan pangan,” katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (27/9/2022).

Lebih lanjut, Adib mengatakan bahwa Indonesia menempati urutan keempat dalam indikator pemeringkatan ekonomi Islam dunia menurut State of the Global Islamic Economy Report 2022.

Kemudian, menurut laporan Indonesia Halal Markets Report 2021/2022, industri makanan dan minuman halal Indonesia memiliki market size terbesar di dunia, yaitu mencapai 135 miliar dollar AS atau Rp 1.958 triliun.

Peringkat tersebut juga menempatkan Indonesia pada posisi kedua di bawah Malaysia dalam segmen halal food Global Islamic Economy Indicator Score 2022.

Meskipun berpeluang besar, sambung Adib, pengembangan industri makanan dan minuman halal di Indonesia masih memiliki tantangan karena industri pengolahannya masih bergantung pada impor.

Pasalnya, sebanyak 71 persen dari total impor Indonesia merupakan bahan baku dan barang antara atau pendukung industri pengolahan, termasuk pengolahan makanan dan minuman.

“Ketergantungan atas bahan baku impor akan memunculkan isu jaminan kehalalan bahan baku tersebut. Hal ini tidak sejalan dengan pengembangan industri makanan dan minuman halal yang mencakup seluruh proses produksi, termasuk supply chain dari hulu hingga hilir,” kata Adib.

Tantangan tersebut, lanjutnya, bisa diatasi dengan mengurangi ketergantungan impor dan membangun industri dari hulu ke hilir di dalam negeri. Hal ini juga bisa diatasi dengan melakukan sertifikasi halal pada setiap produk dan bahan baku dalam proses produksi serta supply chain.

“Dengan strategi tersebut, pelaku bisnis dalam negeri, baik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) maupun korporasi, memiliki peluang untuk mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman,” ujar Adib.

Diskusi daring bertajuk ?Membangun Industri Makanan dan Minuman Halal Dalam Negeri serta Dukungan Perbankan Syariah? yang digelar oleh BSI Institute, Senin (26/9/2022) 

Dok BSI Diskusi daring bertajuk ?Membangun Industri Makanan dan Minuman Halal Dalam Negeri serta Dukungan Perbankan Syariah? yang digelar oleh BSI Institute, Senin (26/9/2022)

Pada kesempatan sama, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (RI) Susiwijono Moegiarso menyampaikan bahwa Indonesia perlu memanfaatkan keberadaan kawasan industri. Contohnya, industri di Batam yang mendorong kemandirian industri dalam negeri dengan menghubungkan basis produksi lokal dengan global halal value chain.

“Perbankan syariah juga dapat berkontribusi aktif dalam merealisasikan strategi pembangunan industri makanan dan minuman halal di dalam negeri,” kata Susiwijono.

Menanggapi Susiwijono, Senior Vice President (SVP) Small Medium Enterprise (SME) Banking BSI Dedy Suryadi mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan dukungan tersebut.

Salah satunya, dengan menyalurkan pembiayaan tepat sasaran kepada pelaku usaha mikro UMKM dan industri kecil menengah (IKM) yang bergerak di bidang tersebut.

Dukungan tersebut diupayakan dengan pendirian UMKM Center yang sudah hadir di tiga kota. Ada pula program Talenta Wirausaha Muda yang sudah berjalan pada 2022 dan akan menjadi agenda rutin tahunan guna menjaring para pelaku UMKM dan IKM untuk bisa masuk dalam ekosistem BSI, khususnya yang bergerak di bidang makanan dan minuman halal.

Dengan demikian, kata Dedy, pembiayaan akan semakin tepat guna dan sasaran. Sebab, lewat dua program itu, BSI tidak hanya memberikan pembiayaan, tetapi juga pendampingan serta pelatihan agar UMKM bisa naik kelas dan berkelanjutan.

“Sebanyak 60 persen dari nasabah UMKM kami bergerak di sektor makanan dan minuman. Ternyata, sebagian besar dari jumlah tersebut belum memiliki literasi tentang kehalalan produknya. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami untuk membina para pelaku UMKM dan IKM dengan memberikan literasi kehalalan produk yang diproduksi,” imbuhnya.

Setelah memberikan edukasi, kata Dedy, upaya selanjutnya adalah mendorong pembangunan kawasan halal, termasuk menciptakan UMKM dan IKM halal yang go global dan berdaya ekspor.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com