Advertorial

Wajib Tahu, Seperti Ini Perhitungan Potongan dan Tarif PPh Pasal 23

Kompas.com - 04/10/2022, 21:30 WIB

KOMPAS.com – Pekerja yang sudah lama berkecimpung di dunia pekerjaan tidak asing dengan potongan pajak yang dikenakan pada penghasilan bulanan. Namun, hal ini tidak berlaku bagi pekerja baru yang masih awam.

Seperti diketahui, setiap warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki penghasilan akan menjadi subyek pajak atau disebut wajib pajak. Pajak ini dikenal dengan pajak penghasilan (PPh) yang memiliki mekanisme perhitungan secara spesifik.

PPh harus dibayarkan oleh para pekerja secara rutin setiap bulan. Oleh karena itu, setiap wajib pajak harus mengetahui tarif dan perhitungan PPh Pasal 23 yang mengatur tarif dan perhitungan PPh pekerja di Indonesia.

PPh Pasal 23 sendiri merupakan aturan perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dan berlaku sejak 1983, bertepatan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia tidak terbatas pada pasal 23 saja, tapi juga tercantum pada Pasal 21, 22, 24, dan 25.

Secara spesifik, PPh Pasal 23 mengatur mengenai pajak yang dipotong atas penghasilan dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Dengan demikian, pengenaan pajak dari pasal tersebut berbeda dengan pengenaan pajak dari PPh Pasal 21 pada umumnya. Hal ini juga membuat perhitungannya tidak sama dengan pajak penghasilan pada PPh Pasal 21.

Secara umum, terdapat sejumlah indikator yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 23, mulai dari tarif yang dikenakan pajak hingga besaran pajak yang harus dibayarkan sesuai UU perpajakan.

Pihak-pihak dalam PPH Pasal 23

Perhitungan PPh Pasal 23 melibatkan berbagai pihak yang terlibat. Pasalnya, pajak penghasilan dikenakan dari hasil transaksi jual beli sebuah barang dan jasa. Secara umum, pihak yang bertransaksi digambarkan sebagai berikut.

  1. Pihak penjual atau pemberi jasa

Pihak pertama yang terlibat dalam perhitungan PPh Pasal 23 adalah pihak yang menjual atau memberikan jasa. Pasal ini berlaku, baik untuk barang ataupun jasa yang diperjualbelikan. Dengan demikian, cakupannya cukup luas.

Pihak penjual atau pemberi jasa merupakan pihak yang akan dikenakan pajak dari PPh Pasal 23. Oleh karena itu, pembayaran yang diterima oleh pihak penjual atau pemberi jasa harus dikurangi dengan besaran pajak penghasilan sesuai peraturan pasal 23.

Umumnya, pihak yang termasuk dalam penjual atau pemberi jasa dapat dikategorikan sebagai wajib pajak pribadi atau personal. Meski demikian, pihak ini juga dapat berupa sebuah badan usaha.

  1. Pihak pembeli atau penerima jasa

Pihak berikutnya yang terkait dalam PPh Pasal 23 adalah pembeli atau penerima jasa. Pihak ini memiliki peranan memotong PPh dari pihak penjual atau pemberi jasa. Selanjutnya, PPh akan dilaporkan kepada kantor pajak pada laporan tahunannya.

Adapun pemotong pajak dapat terdiri dari beberapa pihak, seperti badan pemerintah, penyelenggara kegiatan, serta perwakilan perusahaan dari luar negeri.

Selain itu, wajib pajak orang pribadi juga dapat menjadi pihak pembeli atau penerima jasa yang memotong PPh dari Pasal 23.

Perhitungan PPh Pasal 23

Setelah mengetahui pihak terkait dalam perhitungan PPh Pasal 23, wajib pajak juga harus mengetahui mekanisme perhitungan pajak yang dibebankan. Pasalnya, banyak karyawan yang belum mengetahui besaran PPh yang harus mereka bayarkan. Padahal, perhitungan PPh Pasal 23 ini cukup mudah.

Perhitungan tersebut bisa dimulai dengan menentukan kategori penghasilan yang diterima lebih dulu supaya dapat mengetahui besaran pajak yang dikenakan.

Mengacu pada pasal PPh 23, berikut kategori penghasilan yang dikenakan pajak dan tarifnya. 

  • Dividen

Potongan pajak yang diterapkan pada penghasilan ini adalah 15 persen dari jumlah bruto. Misalnya, seseorang menerima dividen sebesar Rp 100 juta, maka pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 15 juta. 

  • Bunga

Kategori penghasilan selanjutnya yang dikenakan PPh 23 adalah bunga yang diterima, seperti deposito, tabungan, serta obligasi. Besaran potongan untuk bunga sama dengan besaran potongan untuk dividen, yakni 15 persen. 

Ilustrasi formulir PPH Pasal 23. DOK. Mekari Ilustrasi formulir PPH Pasal 23.

  • Royalti

Royalti juga merupakan komponen penghasilan yang akan dikenakan PPh. Adapun potongannya sebesar 15 persen dari jumlah bruto. Dengan demikian, perhitungannya sama dengan besaran pajak atas dividen serta bunga.

  • Hadiah dan penghargaan

Subyek pajak PPh Pasal 23 berikutnya adalah penerimaan hadiah dan penghargaan. Potongan pajaknya sebesar 15 persen dari jumlah bruto. Namun, pajak ini umumnya diberlakukan untuk hadiah yang berasal dari lomba. 

  • Sewa dan penghasilan lain

Pendapatan yang diperoleh dari penyewaan harta akan dikenakan pajak sebesar 2 persen dari jumlah bruto. Sebagai contoh, apabila seseorang menyewakan rumah tinggalnya seharga Rp 50 juta, PPh yang wajib disetor sebesar Rp 1 juta.

  • Jasa

Subyek pajak PPh Pasal 23 terakhir adalah pajak terhadap jasa seseorang, baik itu jasa konsultasi, teknik, maupun konstruksi. Adapun besaran pajak yang dikenakan sebesar 2 persen dari jumlah bruto.

Sebagai contoh, apabila seseorang mendapatkan penghasilan Rp 10 juta dari jasanya, ia wajib membayarkan pajak sebesar Rp 200.000.

Dengan mengetahui informasi tersebut, Anda dapat memahami potongan PPh Pasal 23, mulai dari jenis-jenis subyek pendapatan hingga tarif dan perhitungan pajak.

Dengan mengetahui peraturan perpajakan berdasarkan PPh Pasal 23, pemilik upah akan mudah menentukan besaran pajak yang harus dibayarkan.

Pemilik upah juga dapat memilah subyek pendapatan yang terkait dengan PPh Pasal 23 dan subyek pendapatan yang terkait dengan pasal 21. Dengan demikian, subyek pajak tidak salah dalam membayarkan nominal pajak pendapatan bagi negara.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com