Advertorial

Sulit Kontrol Buang Air Kecil, Waspada Gangguan Berkemih Berikut

Kompas.com - 18/10/2022, 10:35 WIB

KOMPAS.com – Pengeluaran urine di luar kehendak atau inkontinensia urine biasanya terjadi pada anak-anak yang belum bisa mengontrol proses buang air kecil (BAK). Ketika terjadi pada orang dewasa, kondisi tersebut menjadi pertanda gangguan kesehatan.

Ahli Urologi Mayapada Hospital Prof dr Harrina Erlianti Rahardjo, SpU (K), PhD, menjelaskan, terdapat dua fase berkemih. Pertama, fase pengisian, yakni ketika kandung kemih diisi oleh urine dari ginjal. Kedua, fase berkemih, yakni saat seseorang mengeluarkan urine dari kandung kemih.

“Inkontinensia urine adalah gangguan berkemih yang terjadi pada fase pengisian. Pengeluaran setetes urine pada saat yang tidak diinginkan sudah dikategorikan sebagai inkontinensia urine,” ujar dr Harrina dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (17/10/2022).

Ia melanjutkan, inkontinensia urine tidak hanya kejadian keluar urine dalam jumlah banyak, seperti pada anak-anak. Menurut dia, setelah usia 5 tahun, seseorang seharusnya sudah bisa mengontrol BAK. Namun, akibat kondisi kesehatan tertentu, orang dewasa bisa mengalami inkontinensia urine.

Terdapat tiga jenis inkontinensia urine terjadi pada orang dewasa. Pertama, inkontinensia urine tipe stres, yakni keluar urine karena stres atau peningkatan tekanan perut. Kondisi ini bisa diakibatkan sejumlah hal, seperti batuk, bersin, tertawa, olahraga, dan mengangkat barang berat.

Kedua, inkontinensia urine tipe desakan atau urgensi karena tidak dapat menahan BAK. Tipe ini umumnya dialami bersamaan dengan kondisi sering BAK atau beser, baik pada siang maupun malam hari.

Jenis gangguan kesehatan tersebut juga dinamakan kandung kemih overaktif atau overactive bladder (OAB).

Ketiga, inkontinensia urine tipe campuran antara tipe stres dan tipe desakan sekaligus.

Penyebab inkontinensia urine pada orang dewasa

Salah satu penyebab kondisi inkontinensia urine pada orang dewasa adalah gaya hidup yang kurang sehat, seperti kebiasaan merokok, kurang aktivitas fisik, obesitas, konsumsi minuman berkafein tinggi, dan mengonsumsi cairan melebihi takaran.

Selain itu, inkontinensia urine juga bisa terjadi akibat gangguan kesehatan di sejumlah organ, seperti paru-paru, misalnya asma dan batuk berkepanjangan, jantung, saluran kemih bagian bawah, dan ginjal. Gangguan hormon dan tidur, serta kesulitan buang air besar dan pengaruh obat-obatan juga bisa menyebabkan inkontinensia urine pada orang dewasa.

Dokter Harrina menjelaskan, gangguan inkontinensia urine, khususnya OAB, juga bisa terjadi akibat pertambahan usia.

“OAB dapat terjadi pada perempuan ataupun laki-laki, sedangkan inkontinensia urine tipe stres lebih banyak terjadi pada perempuan,” ujar dr Harrina.

Khusus inkontinensia urine tipe stres, kondisi kesehatan ini juga bisa terjadi akibat penurunan kadar estrogen akibat menopause dan riwayat melahirkan yang memengaruhi kekuatan dasar panggul.

“Melahirkan bayi secara normal dengan berat badan lahir di atas tiga kilogram dan riwayat operasi angkat rahim dapat memicu risiko inkontinensia urine pada perempuan dewasa. (Pasalnya,) kondisi tersebut bisa menyebabkan otot dasar panggul melemah,” jelas dr Harrina.

Ilustrasi buang air kecil.Dok. SHUTTERSTOCK Ilustrasi buang air kecil.

Oleh sebab itu, perempuan dengan kondisi tersebut disarankan untuk melakukan latihan otot dasar panggul guna menguatkan kembali otot. Latihan ini pun harus dilakukan di bawah pengawasan dokter spesialis obstetri dan ginekologi

Sementara itu, pada laki-laki, operasi di daerah prostat merupakan salah satu faktor penyebab inkontinensia urine. Penyebab lainnya adalah penyakit saraf, seperti strok dan cedera tulang belakang, diabetes, serta batu dan tumor dalam kandung kemih.

Diagnosis dan pemeriksaan

Sebagai langkah awal diagnosis, pasien perlu berkonsultasi dan melakukan wawancara (anamnesis) dengan dokter guna mengetahui jenis gangguan inkontinensia urine yang dialami.

Pasien juga diminta untuk mencatat riwayat berkemih dalam catatan harian berkemih (bladder diary). Agar memudahkan, dokter akan memberikan kuesioner yang diisi sendiri oleh pasien. Kuesioner ini membantu dokter dalam menentukan jenis inkontinensia urine yang dialami. 

“Dokter juga akan menggali berbagai faktor risiko, seperti kebiasaan dan gaya hidup sehari-hari, penyakit penyerta, riwayat obat-obatan, serta riwayat operasi. Lalu, terdapat pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk berat badan dan tekanan darah, serta potensi kelainan organ, seperti jantung, paru, saraf, dan saluran kemihnya,” jelas dr Harrina.

Khusus pada pasien laki-laki, lanjut dr Harrina, dokter akan memeriksa kondisi prostat dengan pengecekan protein spesifik antigen (PSA).

Sementara pada pasien perempuan, dokter akan mengecek saluran kemih dan kelamin, dinding dasar panggul, serta kemungkinan pembengkakan pada tungkai atau mata kaki.

Dokter Harrina menjelaskan, untuk mendiagnosis pasien, tenaga kesehatan akan melakukan serangkaian tes penunjang, seperti pemeriksaan fungsi ginjal, elektrolit darah, dan gula darah.

Pasien sendiri akan diminta melakukan pengecekan urinalisis guna menyingkirkan sebab lain, seperti infeksi saluran kemih, diabetes, gangguan fungsi ginjal, pembesaran prostat jinak atau ganas, dan keberadaan darah dalam urine (hematuria). 

Selain itu, tenaga kesehatan juga akan memeriksa laju pancaran urine (uroflowmetry), sisa urine pasca-berkemih, pencitraan saluran kemih, baik melalui ultrasonografi (USG), computerized tomography (CT) scan, maupun magnetic resonance imaging (MRI), urodinamik, serta uretrosistoskopi.

Pencegahan dan penanganan inkontinensia urine pada orang dewasa

Dokter Harrina mengatakan, kondisi inkontinensia urine pada orang dewasa sebenarnya dapat dicegah dengan sejumlah cara. Beberapa di antaranya adalah mengonsumsi air putih sebanyak 2 liter atau 8 gelas per hari serta memperbanyak porsi minum pada pagi dan siang ketimbang malam hari.

“Hindari pula minuman berkafein tinggi, seperti kopi, teh, coklat, dan soda, serta berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat guna mencegah obesitas serta diabetes,” ujar dr Harrina.

Selain itu, kondisi tersebut juga bisa dicegah dengan latihan kandung kemih dan otot dasar panggul, menyesuaikan waktu konsumsi obat-obatan yang memperbanyak pengeluaran urine (diuretik), serta meninggikan tungkai bawah setelah makan sampai waktu tidur.

Selama pengobatan, penderita inkontinensia urine bisa menggunakan stoking kompresi guna mengurangi bengkak pada tungkai bawah dan mata kaki guna mengurangi gejala beser atau mengompol pada malam hari.

“Pemberian obat-obatan dan terapi operatif untuk inkontinensia urine dilakukan jika pencegahan dan terapi awal, seperti perubahan gaya hidup, latihan kandung kemih, dan otot dasar panggul, belum mengurangi gejala inkontinensia urine,” jelas dr Harrina.

Untuk mendapatkan penanganan secara tepat, dr Harrina menyarankan pasien untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Salah satunya, seperti yang dihadirkan Tahir Uro-nephrology Center dan Oncology Center Mayapada Hospital.

Mayapada Hospital menyediakan layanan komprehensif dan multidisiplin yang bersifat multifaktorial untuk mengatasi masalah inkontinensia urine pada orang dewasa.

Tata laksana yang dilakukan pun bertahap, mulai dari terapi konservatif hingga invasif. Tata laksana ini melibatkan berbagai spesialis, seperti urologi, obstetri, dan ginekologi, rehabilitasi medik, ilmu penyakit dalam, dan saraf.

Untuk mendiagnosis gangguan berkemih serta inkontinensia urine secara akurat, Mayapada Hospital menyediakan teknologi urodinamik dan video urodinamik.

Mayapada Hospital juga menyediakan layanan komprehensif dalam penanganan penyakit prostat, ginjal, serta kanker dengan peralatan terkini.

Selain itu, Mayapada Hospital juga melibatkan dokter multispesialisasi dalam seluruh proses layanan, mulai dari deteksi dini, diagnosis, terapi tindakan bedah, kemoterapi, imunoterapi dan radioterapi, hingga rehabilitasi medis saat penyembuhan.

Kemudian, Mayapada Hospital juga telah menggunakan laparoskopi tiga dimensi dengan teknologi terbaru yang mengedepankan ketajaman 4K atau ultra-high-definition (ultra-HD).

Dengan keahlian dokter spesialis berpengalaman serta alat pemeriksaan canggih, pasien diharapkan mendapatkan manfaat dan penanganan yang terbaik di Mayapada Hospital.

Sebagai informasi, Tahir Uro-nephrology Center dan Oncology Center Mayapada Hospital didukung oleh tim dokter kompeten serta profesional yang tersedia di sejumlah unit Mayapada Hospital.

Tim tersebut terdiri dari dr Syamsu Hudaya, SpU (K), dr Akbari Wahyudi Kusumah, SpU, dr Firdianto SpU, dan Prof dr Harrina Erlianti Rahardjo, SpU (K), PhD di Mayapada Hospital Jakarta Selatan.

Kemudian, dr Dyandra Parikesit, BMedSc, SpU, FICS, dr Robertus Bebet Prasetyo, SpU, dan dr Fatan Abshari, SpU di Mayapada Hospital Kuningan.

Selanjutnya, dr Satrya Husada, SpU, dr Prasastha Dedika Utama, SpU, dan dr Aditya Pramanta, SpU di Mayapada Hospital Surabaya.

Khusus di Mayapada Hospital Tangerang, pasien akan mendapatkan perawatan dari dr Vinny Verdini, SpU dan dr Komaruddin Boenjamin, SpU.

Sementara itu, di Mayapada Hospital BMC Bogor, Tahir Uro-nephrology Center dan Oncology Center didukung oleh dr Yulfitra Soni, SpU.

Jika ingin berkonsultasi dengan dokter tersebut, Anda bisa mengeklik tautan berikut.

Sementara itu, informasi selengkapnya mengenai Mayapada Hospital bisa Anda temukan pada tautan berikut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com