Advertorial

Isi G20 SOE Conference, Professor Harvard Puji Konsep Hybrid Bank BRI yang Efektif Dongkrak Inklusi Keuangan Indonesia

Kompas.com - 18/10/2022, 19:06 WIB

KOMPAS.com – Digitalisasi yang masif menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk mewujudkan akses layanan keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini sejalan dengan Presidensi Group of Twenty (G20) Indonesia yang membawa isu prioritas inklusi keuangan.

Oleh karena itu, inklusi keuangan menjadi salah satu pembahasan utama yang dikaji oleh perwakilan negara G20, pejabat pemerintahan, hingga pimpinan Badan usaha milik negara (BUMN) dalam Trade Investment & Industry Working Group (TIIWG) Road to G20: SOE International Conference di Nusa Dua, Bali pada Senin (17/10/2022) dan Selasa (18/10/2022).

Adjunct Lecturer Harvard Kennedy School Prof Jay K Rosengard yang hadir dalam acara itu memprediksi Indonesia mampu mencapai target inklusi keuangan 90 persen pada 2024 yang diusung Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurutnya, salah satu aspek utama yang mengakselerasi inklusi keuangan di dalam negeri adalah digitalisasi. Pasalnya, digitalisasi akan membuat business process di lembaga keuangan semakin efektif dan layanannya mampu menjangkau masyarakat lebih luas.

“Satu dekade lalu, hanya 20 persen masyarakat Indonesia yang memiliki rekening bank. Sekarang, progresnya cukup signifikan, yaitu menjadi 52 persen atau sekitar tiga kali lipat hanya dalam satu dekade,” ujar Jay dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa.

Meski demikian, lanjutnya, setengah dari jumlah penduduk Indonesia masih unbankable. Hal ini menjadi tantangan untuk mewujudkan target ambisius inklusi keuangan tersebut.

Untuk menjangkau masyarakat unbankable, Jay melihat bahwa model hybrid bank yang diusung oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI merupakan pendekatan yang tepat.

Adjunct Lecturer Harvard Kennedy School Prof Jay K Rosengard. Dok. BRI Adjunct Lecturer Harvard Kennedy School Prof Jay K Rosengard.

Ia menjelaskan bahwa dengan tetap melakukan pendampingan kepada nasabah dan jaringan BRI yang luas, strategi tersebut dinilai mampu memberikan akses layanan keuangan bagi masyarakat luas.

“Model hybrid bank yang diusung BRI adalah bentuk community banking yang baik. Kita tidak bisa menghapus aspek personal touch bila ingin menjangkau masyarakat, terutama pelaku usaha mikro. Teknologi tidak bisa menggantikan orang, tetapi itu adalah ‘tools’ sehingga business process menjadi lebih efektif,” kata Jay.

Kehadiran Agen BRILink, lanjutnya, menjadi salah satu bukti BRI mampu mengelaborasikan digitalisasi dan personal touch. Melalui proses transaksi yang terdigitalisiasi di agen, masyarakat dapat terlayani secara dekat serta tidak terbatas pada waktu.

Pendekatan tersebut sangat dibutuhkan, terutama bagi masyarakat di wilayah terdepan, terluar, dan terdalam (3T) yang jauh dari jangkauan kantor cabang atau branch unit bank.

“Perpaduan antara digitalisasi dan personal touch itu, saya lihat, ada di Agen BRILink. BRI membangun penguatan bisnis dengan go smaller dan meningkatkan sinergisitas. Karena itu, perseroan bisa melayani berbagai kebutuhan finansial masyarakat Indonesia,” ujar Jay.

Pada kesempatan sama, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa Agen BRILink merupakan salah satu langkah perseroan untuk membangun pertumbuhan bisnis dengan operational cost yang relatif lebih rendah dan efektif dalam menjangkau nasabah di wilayah 3T.

Tidak hanya memberikan layanan transaksi keuangan layaknya kantor bank, Agen BRILink juga dapat melakukan referralcredit.

“Kami kembangkan menjadi referral credit sehingga BRI tidak perlu membuka cabang untuk menyalurkan kredit. Progresnya sudah seperti apa? Kami bisa lihat Agen BRILink telah menjangkau lebih dari tiga per empat atau 77 persen desa di Indonesia,” jelasnya.

Banking initiative dari BRI. Dok. BRI Banking initiative dari BRI.

Adapun hingga akhir September 2022, jumlah Agen BRILink telah mencapai 597.177 dengan jangkauan hingga 58.095 desa.

Sunarso menambahkan bahwa perseroan juga berupaya untuk terus menambah layanan yang bisa diakses masyarakat melalui Agen BRILink. 

Tidak hanya itu, BRI juga mengembangkan layanan perbankan yang lebih cepat, mudah, dan biaya lebih murah melalui digitalisasi business process. Salah satunya melalui BRISPOT.

Melalui BRISPOT, proses booking kredit mikro (produktivitas) meningkat dari rata-rata Rp 2,5 triliun per bulan menjadi lebih dari Rp 4 triliun per bulan. Selain itu, proses kredit menjadi jauh lebih cepat, 2 minggu menjadi 2 hari.

Layanan perbankan pun juga sudah dapat diakses dalam genggaman tangan melalui BRImo. Financial superapps milik BRI ini telah memiliki lebih dari 100 fitur untuk berbagai kebutuhan transaksi nasabah.

Jumlah pengguna BRImo telah mencapai 20,2 juta dengan volume transaksi mencapai Rp 1.567 triliun per akhir Agustus 2022.

Lebih lanjut Sunarso mengatakan bahwa digitalisasi menjadi salah satu aspek utama yang diupayakan perseroan dalam Transformasi BRIVolution 2.0.

BRI memproyeksikan dapat mencapai visi The Most Valuable Banking Group in South East Asia & Champion of Financial Inclusion pada 2025 dengan fokus transformasi utama berada di area digital dan kultur.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com