Advertorial

Jadi Tuan Rumah, Indonesia Akan Bagikan Pengalaman pada Pertemuan Tingkat Tinggi Asia-Pasifik untuk Penyandang Disabilitas

Kompas.com - 19/10/2022, 17:49 WIB

KOMPAS.com – Indonesia akan membagikan pengalaman dalam penanganan terhadap penyandang disabilitas pada High-level Intergovernmental Meeting on the Final Review of the Asian and Pacific Decade of Persons with Disabilities (HLIGM-FRPD) di Jakarta, Rabu (19/10/2022) hingga Jumat (21/10/2022).

Sebagai informasi, pertemuan tingkat tinggi negara-negara Asia-Pasifik tersebut diselenggarakan di bawah The Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP).

Pada media briefing yang dilakukan Kementerian Sosial (Kemensos), Senin (17/10/2022), Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini berharap bahwa Indonesia dapat menjadi tuan rumah yang baik bagi para penyandang disabilitas yang hadir.

“Dengan demikian, (hal ini jadi upaya) menghilangkan pandangan dan perilaku diskriminatif terhadap mereka,” ujar Risma dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu.

Risma melanjutkan, pertemuan bersama negara-negara Asia-Pasifik itu merupakan respons pihaknya terhadap tantangan dan hambatan dalam hal promosi serta perlindungan hak-hak penyandang disabilitas.

“Disebut promosi karena memang banyak sekali tindak diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas. Dengan demikian, salah satu tuntutan yang disebutkan dalam pertemuan tersebut adalah promosi dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas,” katanya.

Menurut Risma, dalam satu tahun terakhir, Indonesia telah melakukan berbagai terobosan untuk mendukung dan mempermudah aksesibilitas para penyandang disabilitas. Pertama, tongkat pintar adaptif dan smartphone yang sudah dimodifikasi untuk tunanetra.

Tongkat adaptif tersebut akan bekerja untuk memberi sinyal peringatab kepada si pemegang tongkat, baik disabilitas netra maupun penyandang disabilitas lain, jika ada bahaya. Contohnya, ketika ada air atau benda apa pun yang bisa menyebabkan penyandang disabilitas terjatuh, termasuk bencana di sekitarnya.

“Tongkat itu akan bergetar dan berbunyi sehingga si pemegang tongkat bisa waspada,” ujar Risma.

Kedua, approach atau pendekatan. Risma menuturkan bahwa Indonesia telah melakukan enterpreneurship approach. Bukan hanya penekanan untuk bekerja, tetapi juga berwirausaha kepada penyandang disabilitas.

“Mereka kami ajarkan untuk bisa berdiri, tapi dengan teknologi yang dibuat oleh para penyandang disabilitas juga. Jadi, ini adalah salah satu keberanian bagi penyandang disabilitas bisa membuat, bahkan bisa menciptakan suatu karya sendiri. Nantinya, kami akan ajukan hak patennya secara internasional,” ujarnya.

Ketiga, keberpihakan pemerintah terhadap penyandang disabilitas agar mereka bisa memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak, serta menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap mereka.

“Kami coba menghidupkan kembali gotong royong supaya (tumbuh rasa) peduli dengan memberikan makanan untuk saudara-saudara penyandang disabilitas. Caranya, lewat gotong royong antar warga sekitarnya dengan bantuan uang dari pemerintah. (Ini) bentuk saling peduli kepada sesama,” kata Risma.

Dengan membagikan terobosan tersebut di hadapan negara-negara Asia-Pasifik, Risma berharap, Indonesia juga bisa belajar dari pengalaman yang akan dibagikan negara lain pada kesempatan tersebut.

Sementara itu, Executive Secretary of ESCAP Armida Salsiah Alisjahbana mengatakan, pemilihan Indonesia sebagai tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi Asia Pasifik untuk Penyandang Disabilitas periode 10 tahunan lantaran Indonesia dianggap telah banyak melakukan inovasi sebagai menangani isu-isu yang dihadapi para penyandang disabilitas.

“Indonesia (memiliki) banyak sekali inovasi, terobosan-terobosan, seperti yang Ibu Menteri telah sampaikan. Terobosan-terobosan itu nantinya bisa jadi contoh, lesson learned, best practice untuk negara-negara yang hadir juga,” ujar Armida.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hasil dari pertemuan itu nanti akan diwujudkan dalam Jakarta Declaration. Deklarasi ini menjadi wadah berkumpul berbagai negara untuk saling belajar dan bertukar informasi.

“Pengalaman dari Indonesia bisa juga diaplikasikan di negara lain. Begitu pun pengalaman dari negara lain, bisa dipelajari oleh Indonesia,” kata Armida.

Sebagai informasi, di kawasan Asia dan Pasifik, diperkirakan terdapat 700 juta orang penyandang disabilitas yang menghadapi hambatan untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat.

Negara-negara yang tergabung dalam UNESCAP bersepakat untuk membangun kerja sama regional yang berfokus untuk mewujudkan pembangunan inklusif bagi penyandang disabilitas. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Dekade Penyandang Disabilitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (1983-1992).

Dalam pertemuan tersebut, anggota UNESCAP akan mengkaji ulang kemajuan dan pencapaian poin-poin rencana aksi yang tertuang dalam Strategi dan Deklarasi Incheon.

Pertemuan juga akan merumuskan kesepakatan baru dan memperbarui komitmen para anggota UNESCAP dan asosiasi yang dapat memperkuat pemenuhan hak-hak dan pembangunan inklusif penyandang disabilitas di Asia-Pasifik. Semua upaya ini diarahkan untuk pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2032.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com