Advertorial

Kolaborasi Tangani Sampah Plastik, Pemerintah dan Komunitas Masyarakat Dukung Solusi 4R

Kompas.com - 24/10/2022, 12:05 WIB

KOMPAS.com - Pemerintah menargetkan dapat mengurangi sampah laut hingga 70 persen pada 2025. Target itu pun mendapat dukungan dari berbagai pihak terkait. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 16 kementerian dan lembaga menyatakan akan berkolaborasi untuk memenuhi target ambisius tersebut.

Sebagai informasi, upaya pengurangan sampah laut dilakukan sesuai mandat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 yang diterbitkan pada 2018. Berbagai langkah telah dilakukan pemerintah, mulai dari pencegahan hulu hingga penanganan di hilir.

Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah dengan menggunakan bahan plastik yang mudah terurai (biodegradable). Perusahaan teknologi penghasil resin plastik ramah lingkungan, Greenhope, menjadi salah satu pihak yang menyeriusi hal ini. Perusahaan ini berhasil menciptakan solusi untuk menangani polusi sampah plastik.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun mendukung upaya Greenhope. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Doddy Rahadi yang datang mewakili Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada kegiatan Silaturahmi Industri Hijau, Senin (17/9/2022). 

Pada acara yang diinisiasi oleh Greenhope bersama dengan Gerakan Plastik Akal Sehat untuk Indonesia (Pasti) tersebut, Dody menegaskan pengembangan industri plastik yang mudah terurai secara alami menjadi salah satu solusi mengatasi masalah sampah plastik.

"Tidak ada solusi tunggal untuk mengatasi problem sampah plastik yang kompleks. Untuk itu, kita memerlukan solusi holistik dan kontekstual yang sesuai dengan (kondisi) sosio-ekonomi masyarakat, iklim, dan geografis Indonesia," kata Dody dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (24/10/2022).

Lebih lanjut Dody mengatakan bahwa inovasi plastik yang mudah terurai di alam yang dapat meminimalisasi timbulan sampah plastik merupakan salah satu bentuk solusi return to Earth.

"(Return to Earth) menjadi ‘R’ keempat dalam metode reduce, reuse, recycle atau 3R yang sudah kita kenal. Metode ini dapat menjadi solusi untuk plastik-plastik kemasan kecil yang terkontaminasi dan sulit didaur ulang agar tidak menjadi beban lingkungan yang belum mampu teratasi dengan metode 3R,” tutur Dody.

Silaturahmi Industri Hijau juga menjadi momen peresmian pabrik baru Greenhope di Tangerang, Banten. Kegiatan ini dihadiri pula oleh perwakilan dari lima unsur (pentaheliks), yaitu pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media, dan komunitas masyarakat.

Adapun perwakilan dari kelima unsur tersebut adalah Deputi Sistem Nasional (Sisnas) Dewan Ketahanan Nasional Deputi Sisnas (Wantannas) Syachrial E Siregar, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Strategis Diaz Hendropriyono, Komisaris Utama Disway Dahlan Iskan, dan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama.

Turut hadir pula Ketua National Plastic Action Partnership (NPAP) Tuti Hadiputranto, Founder dan Chief Information Officer Greenhope Sugianto Tandio, akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor Akhmad Zainal Abidin, Presiden Direktur PT Suparma Edward Sopanan, serta 200-an tamu undangan lain berasal dari beragam unsur pentaheliks.

Kolaborasi dengan tiga startup waste management

Tak hanya di atas kertas, Greenhope dan Gerakan Pasti juga melakukan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) untuk kolaborasi reduce, reuse, recycle, dan return to Earth (4R). 

Kesepakatan tersebut dilakukan oleh entitas pelaku usaha dan non-governmental organization (NGO) bersama tiga perusahaan rintisan pengelolaan sampah, yaitu Jangjo, Rekosistem, dan Green Prosa.

Pada Silaturahmi Industri Hijau, Sekjen Gerakan Pasti Variaty Johan menjelaskan bahwa kolaborasi kelima institusi itu berupa edukasi untuk perubahan pola pikir masyarakat terhadap penanganan sampah, pemilahan dan pengelolaan sampah plastik, pengelolaan sampah organik, serta penggunaan plastik yang mudah terurai.

“Proyek-proyek tersebut akan dilaksanakan di Jakarta, Banyumas (Jawa Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur). Dengan kolaborasi ini, kami mau menunjukkan bahwa masing-masing solusi bisa saling melengkapi dan dampak bagi masyarakat akan semakin besar,” papar Variaty.

Ecoplas memberi manfaat

Pada kesempatan sama, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) Letnan Jenderal (Letjen) TNI Purnawirawan (Purn) Doni Monardo menyampaikan apresiasi atas kontribusi Greenhope dalam menyukseskan program “Citarum Harum”.

Ia menjelaskan bahwa penggunaan kantong bibit ecoplas Greenhope yang terbuat dari singkong ikut meningkatkan keberhasilan penanaman bibit di kawasan hulu Sungai Citarum, Jawa Barat.

“Jutaan bibit kopi dan tanaman hijau yang ditanam di kawasan hulu (Sungai) Citarum juga telah menunjukkan progres yang cukup baik. Salah satunya, dapat menghasilkan biji kopi premium yang tidak terdapat kandungan plastiknya,” jelas Doni.

Lebih lanjut Doni menjelaskan penanaman kopi menggunakan kantong bibit ecoplas beberapa tahun lalu sudah dipanen dan dibeli oleh PT Kapal Api. Artinya, kata Doni, kualitas kopi yang ditanam menggunakan ecoplas aman dikonsumsi.

"Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, sekarang (kopi dari kantong ecoplas) sudah masuk di pasar Eropa, khususnya Italia. Artinya, kualitas kopi ini premium, tidak ada kandungan plastik di dalam biji kopinya,” ujar Doni.

Selain menggunakan material plastik yang mudah terurai, Doni pun mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar mau melakukan perubahan perilaku demi keberlangsungan lingkungan. Menurutnya, tanpa kesadaran kolektif untuk memperbaiki lingkungan, visi Indonesia Emas 2045 akan sulit terwujud.

“Jika tidak terwujud, yang ada hanya ‘Indonesia Cemas’. Namun, dengan begitu banyak pihak yang bekerja keras untuk menjaga ekosistem negara kita, insyaallah, Indonesia Emas akan terwujud,” papar Doni.

Menambahkan Doni, Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Greenhope Tommy Tjiptadjaja mengatakan bahwa penyelesaian masalah sampah plastik perlu mempertimbangkan beragam variabel yang ada di Indonesia.

“Semua solusi atau inovasi yang muncul harus memperhatikan aspek lokal, yakni budaya, tingkat sosio-ekonomi, infrastruktur penanganan sampah, kompleksitas geografi, dan iklim,” imbuh Tommy.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pria peraih penghargaan sebagai Sociopreneur dari World Economic Forum itu beranggapan bahwa ekonomi sirkular di Indonesia akan berjalan bila tiga tahapan inovasi dilakukan.

“Perlu dilakukan inovasi teknologi agar dapat menghasilkan plastik mudah terurai, inovasi proses yang menyangkut pemilahan hingga pengolahan sampah, serta inovasi sosial yang menstimulasi perubahan mindset dan perilaku,” papar Tommy.

Tommy menambahkan, metode 4R memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga efek sampingnya perlu dikelola lebih lanjut. Sebab, masalah sampah plastik merupakan masalah yang sistemik sehingga tidak ada satupun solusi R yang paling hebat.

“Semua harus holistik dan kontekstual serta terjangkau. Untuk itu, Greenhope siap bermitra dengan berbagai pihak untuk melakukan kolaborasi dalam penanganan sampah plastik di Indonesia,” tutur Tommy.

Sementara itu, Ketua Umum Gerakan Pasti Naning Adiwoso menambahkan bahwa dalam penanganan sampah memang tidak mudah. Untuk itu, diperlukan edukasi kepada masyarakat dari level yang paling bawah guna mendukung gerakan ini.

“Kita perlu melakukan perubahan pola pikir dengan cara melakukan kampanye kepada masyarakat yang berada di level paling bawah. Selain itu, perlu juga dilakukan edukasi agar masyarakat mulai berubah ke penggunaan sampah plastik mudah terurai,” tutur Naning.

Dorong industri hijau

Polusi sampah plastik adalah salah satu penyebab krisis lingkungan yang bermuara pada perubahan iklim. Mau tak mau, manusia harus mengubah kebiasaan, dari yang abai menjadi lebih peduli lingkungan.

Dengan fakta itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid mengatakan bahwa kepedulian pada lingkungan juga perlu didukung dengan industri hijau yang berkelanjutan dan telah menjadi tren global.

Hal itu tidak hanya menjadi peluang bisnis, tetapi juga untuk membangun peradaban dunia yang lebih baik.

“Sebagai rumah bagi pelaku usaha industri, Kadin berkomitmen untuk mengeksplorasi industri hijau di Indonesia dengan berbagai tantangannya,” ujar Arsjad.

Ia melanjutkan bahwa Kadin membuktikan komitmennya dengan cara mendorong sektor industri hijau melalui jaringan di dalam dan luar negeri melalui perjanjian bilateral.

“Kami juga mendorong kemitraan publik dan swasta untuk mengembangkan industri hijau,” jelas Arsjad.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com