Advertorial

Unej Kukuhkan Dua Guru Besar dari Ilmu Perundang-Undangan dan Ilmu Penyakit Mulut

Kompas.com - 30/10/2022, 20:07 WIB

KOMPAS.com - Universitas Jember (Unej) menggelar seremoni pengukuhan dua guru besar Fakultas Hukum dan Fakultas Kedokteran Gigi yang berlangsung di Auditorium UNEJ, Sabtu (29/10/2022).

Pengukuhan diberikan kepada Profesor Dr Bayu Dwi Anggono SH MH sebagai guru besar Ilmu Perundang-undangan dari Fakultas Hukum dan kepada Profesor Dr drg Sri Hernawati M Kes sebagai guru besar Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi. Menariknya, dengan pengukuhan tersebut, Profesor Bayu Dwi Anggono menjadi guru besar Ilmu Perundang-undangan termuda di Indonesia yakni berusia 39 tahun.

Informasi tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam RI) Profesor Mohammad Mahfud MD. Untuk diketahui, hingga saat ini hanya ada tiga guru besar Ilmu Perundang-undangan di Indonesia.

Dalam orasi pengukuhannya yang berjudul “Pembaharauan Penataan Peraturan Perundang-undangan: Suatu Telaah Kelembagaan”, Profesor Bayu menekankan pentingnya Indonesia memiliki lembaga khusus yang bertanggung jawab dalam proses perencanaan, menyusun, mengharmonisasi, hingga mengundangkan seluruh peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundangan yang dimaksud mulai dari Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Presiden hingga Rancangan Peraturan Daerah. Adanya lembaga ini dinilai dapat menghilangkan tumpang tindih aturan.

“Berdasarkan data peraturan.go.id hingga 18 Oktober 2022, terdapat 49.229 peraturan perundangan dengan rincian 1.715 Undang-Undang (UU), 4.766 Peraturan Presiden (Perpres), 17.796 Peraturan Menteri (Permen), 4.822 Peraturan Lembaga, dan 17.898 Peraturan Daerah (Perda) di Indonesia,” ujar Profesor Bayu dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (30/10/2022).

Profesor Bayu menjelaskan, banyaknya peraturan perundang-undangan tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih, inkonsisten, dan multitafsir yang dapat berakibat disharmoni antara satu peraturan dengan yang lain.

“Bahkan, menurut pakar ilmu perundang-undangan Profesor Maria Farida Indrati, ada kecenderungan membentuk UU berlaku boros dan membesar-besarkan persoalan,” jelasnya.

Oleh karena itu, Profesor Bayu ingin mendorong pemerintah untuk membentuk lembaga di bawah koordinasi presiden. Gagasan ini juga sejalan dengan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diisukan akan membentuk Lembaga Pusat Legislasi Nasional.

Profesor Bayu mengatakan lembaga tersebut harus bersifat satu pintu sehingga presiden dapat melakukan kontrol untuk menghindari tumpang tindih aturan. Bentuk lembaganya dapat berupa kementerian khusus atau lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah presiden dan dipimpin oleh jabatan setingkat menteri.

“Pilihannya bisa lembaga non-struktural, seperti The Office Information and Regulatory Affairs di Amerika Serikat (AS), Cabinet Legislation Bureau di Jepang, atau The Office of Best Practice Regulation di Australia. Sementara itu, Korea Selatan (Korsel) membentuk kementerian khusus, yakni Ministry of Government Legislation,” jelasnya.

Kehadiran lembaga tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah yang Profesor Bayu sebut tumpang tindih, boros, dan bahkan obesitas regulasi, serta mencegah masalah tersebut berulang kembali. 

Untuk diketahui, seremoni pengukuhan dua guru besar tersebut dihadiri sejumlah tokoh dan pakar ilmu hukum, di antaranya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, Wakil Ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) Ahmad Basarah, dan Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komisaris Jenderal (Komjen) Gatot Eddy Pramono.

Hadir pula Hakim MK Profesor Arief Hidayat, Hakim Agung Soeharto, Ketua Ketua Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo.

Pada kesempatan sama, Ahmad Basarah mengatakan, baru kali ini pengukuhan guru besar mempertemukan tiga cabang kekuasaan dalam sebuah negara sekaligus, yakni eksekutif yang diwakili oleh Menkopolhukam dan Menkumham, yudikatif yang dihadiri ketua dan hakim MK, serta legislatif yang dihadiri dirinya sendiri.

Semoga dengan tambahan guru besar kali ini semakin memperkuat kedudukan Unej sebagai perguruan tinggi kebangsaan melalui alumnus yang dapat menjaga keutuhan Indonesia dan Pancasila,” kata Basarah.

Senada dengan Basarah, Mahfud juga mengapresiasi pengukuhan guru besar Unej. Menurutnya, kajian ilmu perundang-undangan di Indonesia semakin pesat sejak reformasi 1998.

“Kini baru ada ada tiga guru besar, termasuk yang paling baru Profesor Bayu Dwi Anggono. Saya berharap, guru besar baru di bidang Ilmu Perundang-undangan mampu mendorong perkembangan keilmuan tersebut,” kata Mahfud.

Pujian juga datang dari Ketua MK Anwar Usman dan Hakim MK Arief Hidayat. Mereka menilai, kiprah dan pengabdian Profesor Bayu Dwi Anggono sudah ditunggu untuk memperkuat sistem peradilan Indonesia.

Buah delima untuk obat kanker

Sementara itu, dalam orasi ilmiahnya dalam pengukuhan sebagai guru besar Ilmu Penyakit Mulut, Profesor Dr drg Sri Hernawati M Kes menjelaskan bahwa buah delima merah (Punica granatum L) yang banyak tumbuh di Indonesia dapat dijadikan sebagai obat untuk kanker rongga mulut.

Khasiat tersebut, lanjut Profesor Sri, karena delima merah mengandung berbagai fitokimia berupa polyphenol yang terdiri dari flavonoid, hydrolyzable tanninscondensed tannins, dan kandungan lainnya yang berguna sebagai antikanker.

“Ekstrak buah delima memiliki kemampuan menurunkan dan menghambat pasokan nutrisi ke sel kanker rongga mulut sehingga sel kanker tidak dapat berkembang dan akhirnya mati,” ungkap Sri saat membacakan orasi ilmiahnya yang berjudul “Esktrak Buah Delima (Punica granatum L) Sebagai Alternatif Pengobatan Kanker Rongga Mulut”.

Dia mengatakan penemuan tersebut dapat menjadi harapan bagi penderita kanker rongga mulut. Pasalnya, angka kesembuhan penderita kanker, khususnya kanker rongga mulut, melalui pengobatan dengan obat kimia dan kemoterapi baru bisa mencapai 50 persen.

“Buah delima merah relatif mudah diperoleh di Indonesia,” tutur Profesor Sri yang juga menjabat Wakil Rektor II Unej.

Pada kesempatan sama, Rektor Unej Iwan Taruna mengatakan pengukuhan dua guru besar baru tersebut membuat kampus yang dipimpinnya kini memiliki 55 guru besar. Dia juga menyebut ada enam dosen lagi yang akan dikukuhkan sebagai guru besar. Untuk sementara masih dalam proses oleh Kemendikbud Ristek. 

Iwan berharap, pengukuhan guru besar dapat mendorong para dosen lainnya untuk mencapai jabatan guru besar guna meningkatkan reputasi Unej.

“Semoga segera disusul dengan penetapan guru besar berikutnya, mengingat masih ada enam dosen yang jabatan guru besarnya masih berproses di Ditjen Dikti Kemendikbud Ristek. Kami berharap, kedua guru besar baru bisa mengemban amanah,” tutur Iwan.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com