Advertorial

Pertemuan Tingkat Tinggi Disabilitas Asia-Pasifik Lahirkan Deklarasi Jakarta

Kompas.com - 31/10/2022, 10:13 WIB

KOMPAS.com – Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP) menggelar High-Level Intergovernmental Meeting on The Final Review of The Asian and Pacific Decade of Persons with Disabilities (HLIGM APDPD) secara hibrida pada Rabu (19/10/2022) hingga Jumat (21/10/2022).

Pertemuan tingkat tinggi itu membahas tentang isu disabilitas di negara-negara se-Asia-Pasifik. Acara tersebut turut dihadiri oleh delegasi dari 53 negara anggota, 9 negara asosiasi, negara pengamat, badan PBB, serta organisasi masyarakat sipil.

Pada acara puncak, HLIGM APDPD mencetuskan Jakarta Declaration atau Deklarasi Jakarta. Deklarasi ini sebagai penanda dekade keempat dari dasawarsa penyandang disabilitas se-Asia-Pasifik dimulai.

Pada kesempatan itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, Deklarasi Jakarta diharapkan mampu menegaskan kembali komitmen pemerintah negara-negara di wilayah Asia-Pasifik dalam mewujudkan Strategy Incheon yang diinisiasi sepuluh tahun lalu.

"(Hari ini) hari terakhir dan sudah ditutup untuk pertemuan tingkat tinggi antar-pemerintah di Asia-Pasifik. Kami membuat Deklarasi Jakarta 2023-2032 yang akan ditindaklanjuti oleh para anggota, diakselerasi, dan dilaksanakan," kata Risma dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (31/10/2022).

Sebagai informasi, Deklarasi Jakarta memuat enam resolusi dan komitmen pemerintah negara Asia-Pasifik dalam pembangunan yang inklusif disabilitas. Salah satu isu prioritasnya adalah penyelarasan Konvensi Hak Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) pada legislasi tingkat nasional.

Indonesia sendiri telah meratifikasi CRPD melalui Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Selain itu, isu tersebut juga tertuang pada UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang lahir sebagai pengganti UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

Risma menjelaskan, harmonisasi dan legislasi menjadi tantangan paling berat bagi pemerintah. Sebab, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan pada tiga level, yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten atau kota.

"Itulah tugas saya yang paling berat karena Indonesia punya tiga level pemerintahan. (Hal) itu tidak mudah, tapi kami harus tetap mencoba," ucap Risma.

Sementara itu, Under Secretary General of the United Nations and Executive Secretary of the Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) Armida Salsiah Alisjahbana mengatakan, meskipun implementasi dari CRPD telah mengalami kemajuan, nyatanya penyandang disabilitas di wilayah Asia-Pasifik masih menghadapi hambatan. 

Ia menambahkan, hambatan itu membatasi partisipasi penyandang disabilitas dalam pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan, dan aspek kehidupan sehari-hari.

Untuk itu, Armida mengajak anggota UNESCAP untuk memperkuat kemitraan baru dengan pihak-pihak terkait. Kerja sama itu dapat dilakukan dengan menggandeng organisasi penyandang disabilitas, sektor swasta, serta organisasi di dalam PBB guna menciptakan pendekatan masyarakat yang menyeluruh.

"Dengan janji baru ini (Deklarasi Jakarta), mari kita investasikan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai 10 Sasaran Strategi Incheon selama dekade baru berjalan," jelas Armida.

Adapun dalam mengadopsi Deklarasi Jakarta, Armida berharap, penyandang disabilitas dapat berpartisipasi aktif dan signifikan dalam semua kebijakan dan program terkait disabilitas. 

“Hal itu sejalan dengan semangat ‘Nothing Without Us About Us’ yang artinya ‘Tak Akan Berarti Tanpa Kami’,” tutur Armida. 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com