Advertorial

Pasien Kanker Payudara Berpeluang Sembuh 90 Persen bila Dideteksi Lebih Dini

Kompas.com - 04/11/2022, 15:27 WIB

KOMPAS.com – Pasien kanker payudara memiliki peluang kesembuhan lebih dari 90 persen jika terdeteksi sejak dini. Sayangnya, sebanyak 70 hingga 80 persen pasien kanker payudara yang berkonsultasi ke dokter sudah dalam kondisi stadium akhir.

Dokter Spesialis Onkologi Mayapada Hospital dr Bajuadji SpB(K)Onk, MARS mengatakan, sebagian besar pasien kanker yang datang sudah memasuki kanker stadium 3 atau 4.

“Pasien (kanker payudara) yang melakukan pengecekan stadium dini sangat kecil. Artinya, kesadaran pasien (untuk memeriksan dan melakukan pengecekan) masih sangat rendah, utamanya soal kanker,” kata dr Bajuadji dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (3/11/2022).

Lebih lanjut, dr Bajuadji menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan keterlambatan pengecekan kondisi kanker payudara. Salah satunya, pasien malu memeriksakan diri jika ada benjolan di payudara.

Selain itu, pasien juga merasa enggan untuk melakukan pemeriksaan yang dipengaruhi oleh kesadaran tentang kanker itu sendiri. 

Faktor pendidikan dan sosial budaya, kata dr Bajuadji, juga kerap memengaruhi keterlambatan pengecekan.

“Hal ini membuat pasien tak mengetahui tanda-tanda keganasan kanker dan tidak dapat membedakan tumor jinak. Mereka tidak tahu sama sekali,” ujar dr Bajuadji. 

Selain itu, dr Bajuadji menambahkan bahwa saat ini, pasien kanker cenderung menggunakan obat herbal dan melakukan pengobatan tradisional. Akibatnya, ketika berkunjung ke dokter, kanker tidak kunjung sembuh dan sudah terlambat untuk melakukan pengobatan medis.

“(Pasien) sering kali berobat ke secara tradisional yang harganya juga mahal. Belum lagi, jika pasien kanker tinggal di luar kota atau pedalaman yang tak peduli dengan adanya benjolan di payudara,” papar dr Bajuadji.

Gejala awal yang harus diwaspadai

Untuk mencegah pemburukan kanker payudara, dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk mendeteksi kanker sedini mungkin. Sebelum memeriksakan diri secara medis, perempuan bisa mengecek sendiri secara mandiri dengan metode Periksa Payudara Sendiri (Sadari).

Selain itu, ada juga metode Periksa Payudara Secara Klinis (Sadanis). Kedua metode tersebut perlu diterapkan sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan harus menggunakan alat mammogram.

“Sebelum pemeriksaan Sadari dan Sadanis, kita harus tahu dulu gejala atau keluhan pada keganasan payudara,” tutur dr Bajuadji. 

Berdasarkan data yang dikumpulkan, sebanyak 80 persen pasien kanker payudara paling sering mengeluhkan adanya benjolan yang disertai rasa nyeri, tetapi terkadang juga tanpa rasa nyeri. Selain itu, pasien juga menyadari adanya benjolan di ketiak. 

Tanda selanjutnya, payudara mengeluarkan cairan berwarna merah, putih, bening, bahkan darah, dari puting susu. Bentuk puting susu pun cenderung masuk ke dalam. 

“Tanda kanker lain, adanya perubahan bentuk dan permukaan dari payudara, misalnya payudara lebih besar dari payudara normal. Umumnya, payudara yang sakit (ukurannya) lebih besar (dari) ukuran normal,” jelas dr Bajuadji.

Tanda yang lain adalah ditemukannya luka atau borok pada puting susu. Selain itu, bagian areola sering kali lecet atau luka ringan tanpa sebab yang jelas.

Beberapa pasien kanker payudara juga terdeteksi mengalami perubahan pada kulit payudara, seperti adanya warna kemerahan atau jingga.

“Jika pasien mengalami kondisi ini, (pasien) diprediksi sudah masuk kanker stadium 2 atau tiga lanjut,” imbuh dr Bajuadji. 

Faktor risiko

Dokter Bajuadji memaparkan, masih banyak mitos yang beredar di masyarakat yang menyebutkan bahwa kanker payudara dipicu karena memakai bra malam hari ketika tidur atau menggunakan bra berkawat.

Ada juga mitos yang dipercaya masyarakat terkait penggunaan deodoran memicu tumbuhnya kanker. Mitos lainnya yang juga banyak dipercaya masyarakat adalah kanker dapat tumbuh karena terlalu banyak gula.

“Jadi, mitos yang sering dijumpai di masyarakat seperti yang telah dijelaskan sama sekali tak ada hubungannya dengan faktor dan risiko kanker payudara,” ujar dr Bajuadji.

Untuk meluruskan anggapan itu, dr Bajuadji menjelaskan bahwa pengobatan hormon, seperti obat KB dalam bentuk pil, suntikan, atau implan, merupakan faktor risiko yang paling memungkinkan. Sebab, obat-obat itu dapat mengganggu keseimbangan hormon.

“Faktor risiko lain, misalnya, pasien memiliki riwayat haid pertama kurang dari 10 tahun, menopause di atas usia 50 tahun, anak pertama yang dilahirkan ibunya usia 35 tahun, wanita yang tak pernah menyusui, dan perempuan yang tak pernah melahirkan atau punya anak,” jelas dr Bajuadji.

Selain itu, perempuan yang memiliki riwayat operasi payudara juga berpeluang terkena kanker. Ada pula faktor genetik dari keluarga yang diyakini dapat memicu pertumbuhan kanker pada payudara.

Stadium dan peluang kesembuhan

Pada pasien kanker payudara stadium 1, biasanya benjolan berukuran kurang dari 2 centimeter (cm) dan tidak ada penyebaran kelenjar getah bening di ketiak. Pada kondisi ini, kesembuhan pasien masih di atas 90 persen.

Pada stadium 2, terdapat kondisi klinis berukuran 2-4 cm dan sudah ada penyebaran kelenjar getah bening di ketiak. Angka peluang kesembuhan pada stadium ini adalah 70-80 persen. 

Sementara pada stadium 3, benjolan terdeteksi sebesar 4-6 cm atau sudah menyebar menembus ke otot dinding belakang. Biasanya, pada stadium ini mulai muncul borok di payudara dan terdapat penyebaran kelenjar getah bening di ketiak serta di atas ketiak.

Pada beberapa kasus kanker stadium 3, terjadi penyebaran kelenjar getah bening hingga ke leher bagian bawah dan atas. Pada stadium ini, pasien akan digolongkan dengan A, B, dan C dengan peluang kesembuhan 40 hingga 60 persen.

Terakhir, stadium 4, ketika sudah ada penyebaran kelenjar getah bening di ketiak serta leher pada bagian bawah dan atas. Sel kanker umumnya sudah menyebar ke organ jauh, seperti hati, paru dan tulang.

Pasien kanker stadium 4 hanya memiliki peluang kesembuhan antara 20 hingga 40 persen. Pada beberapa kasus, biasanya pasien akan mengalami keluhan sesak napas, batuk darah, dan terdeteksi cairan di paru-paru. Jika kondisi tersebut terjadi, angka peluang kesembuhan turun menjadi 10 hingga 20 persen. 

“Jika kanker sudah menyebar ke hati, pasien akan mengeluhkan mual dan muntah, berat badan turun drastis, mata kuning kulit kuning, serta hemoglobin (HB) turun. Lalu, pasien terlihat lebih tua dari usia sebenarnya,” papar dr Bajuadji.

Sementara itu, dalam 6 bulan pertama, hanya 10 orang yang bisa bertahan hidup dari dari 100 pasien kanker payudara. Penyebab utamanya adalah karena sudah terjadi gagal organ.

“Pada intinya, (pasien kanker payudara) tak bisa sembuh total. Misalnya, pada kanker payudara stadium 1, angka pertumbuhannya bisa 98 hingga 99 persen. Namun, masih ada 1 hingga 2 persen sel-sel kanker yang tidur yang sewaktu-waktu bisa tumbuh lagi dalam kurun waktu beberapa tahun. Oleh sebab itu, pasien harus tetap melakukan pengecekan secara rutin,” jelas dr Bajuadji. 

Pengobatan kanker payudara di Mayapada Hospital

Mayapada Hospital memiliki tim dokter ahli konsultan onkologi berpengalaman yang berkolaborasi melalui Tumor Board. Tujuannya, agar penanganan kasus pasien dapat dilakukan secara komprehensif sesuai dengan besar tumor dan kondisi pasien.

Mayapada Hospital juga menyediakan terapi pengobatan kanker payudara dengan operasi mastektomi radikal.

Sebagai informasi, operasi mastektomi radikal adalah pengangkatan payudara yang terkena kanker serta kelenjar getah bening di sekitarnya. Namun, salah satu komplikasi yang sering terjadi pascaoperasi adalah terjadinya limfedema, yaitu pembengkakan karena penumpukan cairan pada anggota tubuh.

Untuk mencegah limfedema, dokter akan memberikan tindakan lymphatic venous anastomosis atau anastomosis vena limfatik (LVA). Ini merupakan tindakan intervensi bedah micro advance yang menghubungkan beberapa pembuluh limfatik dihubungkan (beranastomosis) ke vena kecil di dekatnya.

Dengan penghubungan itu, pembuluh limfatik yang masih berfungsi diarahkan menuju vena kecil, sementara LVA akan melewati pembuluh limfatik yang rusak. Setelah itu, dokter akan memberikan advance therapy untuk pasien.

Penatalaksanaan kanker payudara di Mayapada Hospital juga dilakukan dengan pemberian obat-obatan yang dapat diberikan sebelum atau setelah tindakan pembedahan. Cara ini disebut sebagai terapi sistemik karena dapat mencapai sel kanker hampir di setiap organ tubuh.

Beberapa obat diberikan melalui mulut, disuntikkan ke otot, atau dimasukkan langsung ke dalam aliran darah, tergantung pada jenis kanker payudaranya.

Mengenal radioterapi Linac

Urutan perawatan pasien kanker payudara umumnya dimulai dengan operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal, dan terapi target.

Radioterapi sendiri merupakan terapi yang relatif aman bagi pasien kanker. Terapi ini menjadi pilihan untuk pasien-pasien usia lanjut yang tidak dapat menjalani operasi ataupun kemoterapi.

Teknik radiasi eksternal yang digunakan saat radioterapi dipersonalisasi dengan jenis penyakit dan stadium serta disesuaikan dengan kondisi tiap individu yang berbeda-beda.

Mayapada Hospital sendiri menawarkan radioterapi dengan Linear Accelerator (Linac) yang dilakukan oleh dokter ahli onkologi radiasi pada pasien kanker. Sebagai informasi, Linac adalah alat yang menghasilkan sinar x berenergi tinggi dengan kemampuan ionisasi (sinar pengion).

Sinar tersebut berasal dari sumber partikel elektron yang dipercepat dan ditabrakkan pada target logam berat sehingga menghasilkan sinar x berenergi tinggi.

Linac dianggap lebih unggul karena dapat mendistribusi sinar radiasi maksimal pada target kanker. Kanker yang tidak bisa disembuhkan dapat ditangani dengan Linac agar menjadi remisi. Sementara, sel jaringan yang sehat akan lebih sedikit terkena paparan sinar radiasi.

Selain itu, Linac relatif lebih nyaman dan aman dari segi proteksi radiasi selama memenuhi standar dan regulasi yang ditetapkan. Sebab, ketika alat dimatikan, tidak ada radiasi yang terpancar. Berbeda dengan sumber radioaktif alami yang terus menerus mengeluarkan radiasi.

Adapun tim Oncology Center Mayapada Hospital didedikasikan untuk pencegahan, deteksi dini, diagnosis, terapi kanker, sampai perawatan berkelanjutan setelahnya. 

Tim tersebut didukung oleh sejumlah tenaga medis multidisiplin yang terdiri dari dokter bedah onkologi, dokter penyakit dalam konsultan hematologi onkologi, dokter onkologi radiasi, dokter ginekologi onkologi, dan dokter spesialis lain sesuai dengan kebutuhan pasien.

Sebagai informasi, tim dokter bedah onkologi di Mayapada Hospital terdiri dari dr Bayu Brahma SpB(K) Onk, dr Ramadhan SpB(K) Onk, dan dr Ismairin Oesman SpB(K) Onk dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan.

Ada juga dr Bajuadji SpB(K) Onk, MARS dari Mayapada Hospital Tangerang dan Mayapada BMC Bogor, dr Iskandar SpB(K) Onk dan dr Umar Suratinojo SpB(K) Onk dari Mayapada Hospital Kuningan, serta dr Jemmy Sasongko SpB(K) Onk dari Mayapada Hospital Surabaya.

Jika ingin berkonsultasi dengan dokter tersebut, Anda bisa mengeklik tautan berikut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com