Advertorial

Jadi Pelopor Kota Toleransi, Pemkot Surabaya Dorong Kemajemukan Masyarakat

Kompas.com - 04/11/2022, 19:27 WIB

KOMPAS.com – Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 3 juta orang yang berasal dari berbagai macam suku, ras, dan agama di Indonesia. Meski begitu, mereka hidup berdampingan dan saling bertoleransi sehingga keharmonisan terwujud di Kota Pahlawan.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan bahwa sejak dulu hingga kini, masyarakat Surabaya selalu menjunjung tinggi toleransi antarsuku, ras, dan umat beragama. Bahkan, saat pertempuran pada 10 November 1945, seluruh suku, ras dan agama berjuang bersama untuk merebut kemerdekaan di Kota Pahlawan.

"Matur nuwun (terima kasih) untuk seluruh warga Kota Surabaya yang telah menjaga perdamaian dan persaudaraan satu dengan yang lainnya," kata Eri dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (4/11/2022).

Demi menjaga kemajemukan dan toleransi, lanjutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan beragam upaya dan menjalin kerja sama upaya dengan banyak pihak untuk mewujudkan Surabaya sebagai Kota Toleransi.

Untuk menjaga keharmonisan di tengah kemajemukan dalam bermasyarakat, Pemkot Surabaya membangun Kampung Pecinan Kembang Jepun dan Ampel yang berada di distrik Surabaya Utara. Di kawasan tersebut, seluruh masyarakat dengan latar belakang etnis Jawa, Madura, Tionghoa, serta Arab hidup berbaur dan berdampingan.

Meski berbeda etnis dan keyakinan, warga setempat tetap hidup berdampingan dan saling menghormati. Bahkan, di kawasan itu, berdiri sejumlah rumah ibadah yang jaraknya tak lebih dari 1 kilometer (km). Sejumlah rumah ibadah itu meliputi kelenteng, gereja, masjid, dan wihara.

Berkaca dari kerukunan tersebut, Eri mengajak seluruh masyarakat untuk terus mengumandangkan bahwa Surabaya adalah kota yang terbuka bagi seluruh golongan dan agama. Ia berharap, pesan tersebut dapat terus ditularkan kepada generasi selanjutnya.

“Sikap toleransi ini harus terus kita sampaikan kepada anak cucu kita. Dengan begitu, saya yakin, insyaallah Surabaya tidak ada radikalisme dan kekacauan. Hal ini karena (kota ini) dijaga oleh arek-arek Suroboyo yang cinta perdamaian,” ujarnya.

Gelar deklarasi dan silaturahmi antarumat beragama

Seluruh masyarakat dari berbagai latar belakang etnis menghadiri acara Silaturahmi Toleransi kebangsaan di depan Tugu Pahlawan, Kota Surabaya.Dok. Pemkot Surabaya Seluruh masyarakat dari berbagai latar belakang etnis menghadiri acara Silaturahmi Toleransi kebangsaan di depan Tugu Pahlawan, Kota Surabaya.

Eri mengatakan, upaya lain yang dilakukan Pemkot Surabaya dalam menjaga kesatuan adalah menggelar acara Deklarasi Surabaya Damai dan Silaturahmi Toleransi Kebangsaan. Kegiatan ini digelar setelah upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Balai Kota Surabaya, Jumat (28/10/2022).

Untuk diketahui, acara Deklarasi Surabaya Damai diikuti oleh 38 komunitas perguruan bela diri di Kota Pahlawan. Melalui acara ini, Eri mengajak seluruh peserta untuk menjaga keamanan dan kedamaian di Kota Surabaya.

“Kekuatan kita adalah semua elemen (penting bagi keamanan) Kota Surabaya. Sekarang adalah waktunya para pemuda ikut menjadi bagian dari Surabaya, bukan hanya menjadi penonton,” katanya.

Sementara pada acara Silaturahmi Toleransi Kebangsaan, sambung Eri, Pemkot Surabaya menggelar malam pementasan seni dan budaya di depan Tugu Pahlawan yang diikuti oleh masyarakat sekitar.

Menariknya, pertunjukan seni tari yang ditampilkan pada acara tersebut berasal berbagai suku yang ada di Indonesia. Adapun tarian yang ditampilkan meliputi Tari Remo dari Jawa Timur, Tari Jaipong dari Sunda, Tari Sigeh Pengunten dari Lampung, Tari Mocopat dari Penghayat Kepercayaan Surabaya, Tarian Empat Etnis dari Suku Bugis, Tari Pasambahan dari Suku Minang, dan Tari Kasuari dari Papua.

Doa bersama lintas agama pada acara Silaturahmi Toleransi Kebangsaan. Dok. Pemkot Surabaya Doa bersama lintas agama pada acara Silaturahmi Toleransi Kebangsaan.

Setelah pertunjukan, acara dilanjutkan dengan pelaksanaan doa bersama lintas agama serta deklarasi Surabaya Kota Toleran oleh berbagai suku dan pemuda dari Kota Surabaya.

“Saya yakin, jikalau Surabaya dengan pemuda-pemudanya yang hari ini membacakan Deklarasi Persamaan Satu Negara Indonesia, dalam darah kita terpatri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati,” ujar Eri.

Pada kesempatan sama, ulama nasional Miftah Maulana Habiburrahman berharap, daerah lain di Indonesia dapat mencontoh kerukunan masyarakat di Kota Surabaya.

Menurut Gus Miftah, sapaan akrab tokoh agama tersebut, merupakan hal baik jika Surabaya yang dihuni sekitar 34 suku bangsa tetap hidup rukun dan saling menghormati satu sama lain.

"Wong Indonesia (orang Indonesia) kalau bisa akur seperti di Surabaya ini, insyaallah menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri baik dengan Tuhan yang Maha Pengampun)," katanya.

Selain Gus Miftah, tokoh agama Katolik, Yusi, juga mendukung keseriusan Pemkot Surabaya dalam menjaga keberagaman dan kesatuan.

“Biasanya, (dalam kegiatan yang diselenggarakan) di Kota Surabaya, kami melakukan doa dari masing-masing agama. Pada perayaan-perayaan agama pun kami mengadakan acara yang sama. Artinya, hal itu mencerminkan bahwa Surabaya merupakan salah satu kota toleransi di Indonesia,” kata Yusi.

Senada dengan Yusi, tokoh agama Konghucu WS Liem Tiong Yang menilai bahwa Surabaya sangat layak menjadi pelopor kota toleransi dan keberagaman di Indonesia. Bahkan, ia meyakini bahwa Surabaya mampu menjadi barometer bagi daerah lain dalam menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi umat beragama.

“Hal ini karena hampir semua suku di Indonesia ada di Surabaya sehingga bisa menjadi barometer bagi kota-kota lain karena keberagaman tetap terjaga di Kota Surabaya. Masyarakat bisa melihat keberagaman dan kesatuan di Surabaya dengan enjoy. Hal itu harus terus dijaga,” kata Liem.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com