Advertorial

Tantangan Penyelenggaraan Pemilu 2024 di Era Digital

Kompas.com - 17/11/2022, 18:23 WIB

KOMPAS.com - Indonesia akan menorehkan sejarah untuk pertama kalinya karena menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2024.

Sebagai informasi, penyelenggaraan pemungutan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (RI), anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, serta kabupaten dan kota akan diadakan pada 14 Februari 2024.

Sementara itu, Pilkada untuk calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota akan digelar secara serentak pada November 2024.

Berdasarkan keterangan tertulis Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) yang diterima Kompas.com, Kamis (17/11/2022), Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan pemilu dan pilkada serentak berjalan secara aman, lancar, tertib, dan damai pada 2024.

Berbagai upaya telah ditempuh KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan Pilkada. Salah satunya adalah dengan membuka ruang diskusi untuk mengurai satu per satu persoalan dan tantangan, serta mencari solusinya agar Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 terselenggara lebih baik.

Juru bahasa isyarat atau Deaf Interpreter membantu menjelaskan tahapan dan proses pencoblosan saat sosialisasi Pemilu 2024 terhadap penyandang disabilitas di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (15/10/2022). Sosiliasi awal tersebut bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat, serta memberikan pendidikan tentang kepemiluan kepada masyarakat, khususnya pemyandang disabilitas. Dok. ANTARA FOTO/Irfan Anshori/YU Juru bahasa isyarat atau Deaf Interpreter membantu menjelaskan tahapan dan proses pencoblosan saat sosialisasi Pemilu 2024 terhadap penyandang disabilitas di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (15/10/2022). Sosiliasi awal tersebut bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi masyarakat, serta memberikan pendidikan tentang kepemiluan kepada masyarakat, khususnya pemyandang disabilitas.

Tahun politik

Menanggapi momentum Pemilu dan Pilkada serentak, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan bahwa 2024 adalah tahun politik. Sebab, sepanjang tahun tersebut akan digelar beberapa event besar politik di Indonesia.

“Penyelenggaraan Pemilu 2024 mempunyai tingkat kerumitan dan kompleksitas yang sangat tinggi,” kata Ahmad.

Hal senada pun disampaikan oleh Penasihat Senior Administrasi Pemilu dari The International Foundation for Electoral System (IFES) Joanne McCallum. Ia menuturkan, persiapan dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi kegiatan kompleks. Kompleksitas tersebut bahkan mengalami peningkatan karena berbagai faktor yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

“(Hal itu dipicu) oleh kemunculan pandemi Covid-19 dan transformasi digital dengan perkembangan pemanfaatan pesat di bidang teknologi informasi yang terjadi di dalamnya. Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan adalah edukasi dan literasi kepada masyarakat seputar pemilu,” ujar Joanne.

Sementara itu, Head of Electoral Processes dari The International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Therese Pearce Lanella mengatakan, penyebaran disinformasi terkait pemilu juga menjadi salah satu tantangan terbesar dalam mewujudkan penyelenggaraan Pemilu 2024 lebih baik.

“Tidak dapat dimungkiri bahwa tidak semua masyarakat di Indonesia memahami dengan baik berbagai tahapan pemilu. Bahkan, masih ada pemilih pemula yang kebingungan tentang tata cara pemberian suara dalam pemilu di tempat pemungutan suara (TPS),” papar Therese.

Oleh karena itu, Therese menilai bahwa pemilih perlu diberikan literasi soal pemilu. Tujuannya, untuk menghentikan laju penyebaran disinformasi tentang gelaran politik tersebut.

Ia menegaskan, hal tersebut bahkan harus menjadi agenda utama yang perlu dijalankan lembaga penyelenggara pemilu.

“Tantangan terbesar berikutnya dalam mewujudkan penyelenggaraan Pemilu 2024 adalah kemampuan beradaptasi di era transformasi digital secara tepat. Transformasi digital merupakan fenomena yang benar-benar terjadi dan tidak dapat dihindari oleh berbagai bidang, termasuk pemilu,” ujar Therese.

Terlebih, lanjut Therese, banyak pihak yang memprediksi bahwa milenial dan generasi Z yang dikenal sebagai generasi digital akan mendominasi suara pada Pemilu 2024 mendatang. Oleh karena itu, mau tidak mau, penyelenggara pun dituntut untuk beradaptasi dengan dunia digital.

Memanfaatkan digitalisasi

Dalam praktik penyelenggaraan pemilu di Tanah Air, sebenarnya KPU telah memanfaatkan teknologi digital dalam beberapa tahapan pemilu. Salah satunya adalah dengan meluncurkan aplikasi Lindungi Hakmu untuk membantu masyarakat mengecek namanya terdaftar sebagai pemilih atau tidak.

Selanjutnya, KPU juga membentuk Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang merupakan tata cara pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu secara digital. Ada pula Sistem Informasi Pencalonan Pilkada (Silon), Sistem Informasi Logistik (Silog), dan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Sejumlah calon anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kecamatan mengikuti tes Computer Assisted Test (CAT) di SMK Negeri 3, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (15/10/2022). Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) setempat menggelar tahapan tes secara daring kepada 273 peserta calon anggota Panwaslu dengan sistem CAT guna mendukung pelaksanaan Pemilu 2024. Dok. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa Sejumlah calon anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kecamatan mengikuti tes Computer Assisted Test (CAT) di SMK Negeri 3, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (15/10/2022). Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) setempat menggelar tahapan tes secara daring kepada 273 peserta calon anggota Panwaslu dengan sistem CAT guna mendukung pelaksanaan Pemilu 2024.

Namun, penggunaan teknologi digital dalam penyelenggaraan pemilu perlu perhatian secara serius. Apalagi, tidak semua tahapan pemilu memiliki kompleksitas yang sama, misalnya rekapitulasi suara.

Proses rekapitulasi hasil penghitungan suara adalah proses rangkaian pemilu yang memakan waktu cukup panjang sehingga berpotensi menimbulkan spekulasi di antara para pemilih. Hal ini berpotensi memercikkan api ketegangan, konflik, serta sengketa pemilu.

Bahkan, spekulasi itu berpotensi lebih mudah tersebar dengan keberadaan media sosial. Oleh sebab itu, aspek keamanan dan keakuratan dari teknologi digitalnya pun perlu terjamin kualitasnya.

Adapun pemanfaatan teknologi digital dalam penyelenggaraan pemilu perlu menimbang berbagai aspek, mulai dari ketersediaan dana hingga keamanan. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan pengalaman negara lain yang telah menerapkan teknologi digital dalam penyelenggaraan pemilu.

Dengan begitu, berbagai kekurangan dan kelemahan dari penerapan sistem digital di negara tersebut dapat dikaji dan diantisipasi oleh penyelenggara pemilu.

Namun, penerapan sistem digital juga harus disempurnakan dengan langkah antisipatif yang optimal oleh pihak penyelenggara pemilu. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab KPU, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan terkait agar dapat mewujudkan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang lebih baik.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com