Advertorial

Kunci SDM Sukses, Hindari 7 Perangkap Karier yang Kerap Menjebak Karyawan Modern

Kompas.com - 16/02/2023, 09:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 73 persen karyawan di Indonesia merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka. Hal ini terungkap lewat survei yang dilakukan situs pencari kerja JobStreet pada Oktober 2021.

Sebagian besar responden beralasan bahwa mereka tidak memiliki keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life balance). Hal ini kemudian menjadi penghambat besar dalam meraih kesuksesan.

Meski setiap orang memiliki standar kesuksesan berbeda, penulis buku Trap Tales: Outsmarting the 7 Hidden Obstacles to Success sekaligus pencetus konsep Trapologist at Work, David Covey, menilai bahwa kesuksesan karier tecermin dalam empat area.

Menurut dia, seorang karyawan dapat dikatakan sukses jika kebutuhan perut, pikiran, hati, dan jiwa mereka terpenuhi.

“Artinya, dia (karyawan) mendapatkan upah secara adil, mampu memaksimalkan kemampuan berpikirnya dalam pekerjaan, menjalankan pekerjaan tersebut sepenuh hati, dan merasakan kebahagiaan di dalam jiwa lewat keterlibatan mereka di tempat kerja,” jelas David saat ditemui Kompas.com di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

David menyadari, memenuhi kebutuhan di empat area tersebut tidaklah mudah. Untuk bisa mencapainya, lanjut David, seseorang perlu menghindari tujuh perangkap karier modern.

“Perangkap pertama adalah perangkap kesibukan yang membuat seseorang tenggelam dalam kesibukan. Kondisi ini juga terjadi akibat karyawan tidak bisa berkata ‘tidak’ untuk pekerjaan yang bukan prioritasnya. Akibatnya, dia merasa kewalahan dan tidak dapat bekerja secara fokus,” jelas David.

Kemudian, perangkap kedua adalah penundaan. Menurut David, perangkap ini terjadi karena seseorang merasa terlalu nyaman dengan kondisinya saat ini sehingga tidak membutuhkan perubahan menuju kesuksesan.

“Perangkap itu juga bisa menjebak seseorang karena merasa perubahan merupakan suatu hal yang sulit, menyakitkan, dan tidak nyaman. Ada pula yang khawatir bahwa perubahan tersebut justru mengakibatkan kegagalan dalam karier,” kata dia.

Sementara itu, perangkap ketiga adalah ego. Perangkap ini umumnya menjebak seorang perfeksionis.

Akibat perangkap tersebut, seseorang kerap terlalu fokus untuk menampilkan kesempurnaan dalam dirinya sehingga dia berhenti mencoba hal baru karena takut mengalami kegagalan. Seseorang yang terjebak perangkap ini pun sering kali merasa takut terhadap penilaian dan penolakan orang lain.

Perangkap berikutnya adalah perangkap pemicu atau trigger. Kondisi ini dapat menjebak seseorang jika ia membiarkan emosi mencemari perspektifnya.

“Untuk menghindari jebakan itu, seseorang harus memahami pemicu dari masalah yang dihadapi dan membuat rencana untuk menghadapinya,” jelas David.

Penulis buku Trap Tales: Outsmarting the 7 Hidden Obstacles to Success sekaligus pencetus konsep Trapologist at Work, David Covey saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta, Kamis (25/1/2023).Dok. Momenta Indonesia Penulis buku Trap Tales: Outsmarting the 7 Hidden Obstacles to Success sekaligus pencetus konsep Trapologist at Work, David Covey saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta, Kamis (25/1/2023).

David melanjutkan, perangkap kelima adalah perangkap silo yang membuat seseorang merasa lebih nyaman untuk bekerja secara independen ketika berada dalam tim.

Kondisi tersebut biasanya terjadi karena dia merasa bahwa cara kerjanya lebih superior ketimbang anggota tim lain. Bahkan, bekerja bersama tim dinilai memperlambat pekerjaan.

Selanjutnya, perangkap keenam adalah perangkap pengembangan yang membuat seseorang jatuh dalam jebakan untuk menetap pada kondisi tertentu.

“Saat terjebak pada perangkap itu, seseorang merasa kehilangan semangat dan inspirasi dalam kehidupan kariernya. Terlebih, jika pekerjaan tersebut telah menghasilkan upah yang cukup,” ucap David.

Untuk menghindari jebakan tersebut, David menyarankan agar karyawan juga memperhatikan tiga area lain yang jadi penentu kesuksesan dalam karier, yakni pemenuhan kebutuhan pikiran, hati, dan jiwa.

Sementara itu, perangkap ketujuh adalah perangkap miopia yang disebabkan kegagalan seseorang dalam memahami gambaran atau tujuan besar terhadap sebuah situasi.

“Perangkap miopia membuat seseorang hanya berfokus pada hal yang tak bisa dikontrol. Akibatnya, dia menjadi kurang termotivasi dan tidak bekerja secara efisien,” kata David.

Menggali potensi diri untuk berevolusi

Lebih lanjut David menjelaskan, untuk menghindari ketujuh jebakan karier dan menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul, seseorang harus mengubah kebiasaan dan pola pikir (mindset) buruk menjadi baik serta menemukan kembali (reinvent) potensi dan kemampuan (skill) terbaik pada dirinya.

“Dengan reinvent, seseorang tak akan pernah stagnan. Mereka akan beradaptasi dan berevolusi sesuai perkembangan zaman,” ujar David.

David Covey saat melakukan coaching Trapologist at Work.Dok. Momenta Indonesia David Covey saat melakukan coaching Trapologist at Work.

Senada dengan David, Chief Executive Officer (CEO) Momenta Indonesia Darvin A Widjaja menilai, di tengah situasi global yang tak menentu, SDM Indonesia kerap terjebak pada mindset mereka sendiri.

Menurut David, SDM Indonesia cenderung mudah menyerah. Di sisi lain, mereka juga ingin mencari cara cepat dan tidak memiliki daya juang untuk meraih kesuksesan.

“Sebagai contoh, banyak orang berpikir bahwa mereka berada dalam kondisi aman saat pandemi Covid-19 berhasil terlewati. Padahal, isu resesi berada di depan mata. Ketimbang meningkatkan skill untuk menghadapi situasi global yang tak menentu, mereka justru terjebak dalam zona nyaman,” jelas Darvin.

Berkaca pada kondisi tersebut, Momenta Indonesia pun mengadopsi konsep Trapologist at Work yang diinisiasi David dalam pelatihan yang dikembangkannya.

Sebagai informasi, Momenta Indonesia merupakan konsultan pelatihan (training) untuk mendukung peningkatan kinerja SDM. Upaya ini diwujudkan lewat sejumlah program pelatihan yang sudah terbukti dan dipakai oleh berbagai organisasi multinasional.

Darvin menilai, konsep Trapologist at Work dapat membantu organisasi dan SDM Indonesia untuk menguatkan mindset. Pasalnya, konsep tersebut sudah terbukti dan dibuat berdasarkan riset yang sesuai dengan kondisi terkini.

Program Trapologist at Work hadir dalam sejumlah bentuk, mulai dari lokakarya (workshop), seminar, hingga pelatihan (coaching).

“Peserta bahkan bisa mendapatkan sesi coaching bersama David untuk membantu mempraktikkan Trapologist at Work dalam kehidupan sehari-hari,” kata Darvin.

David sendiri menyambut baik kerja sama tersebut. Menurut dia, Momenta Indonesia memiliki visi yang sama dengan dirinya.

“Kami percaya bahwa SDM unggul merupakan aset penting perusahaan. Jika SDM dapat mengembangkan skill dan menghindari perangkap di sekitarnya, kesuksesan mereka juga akan berdampak positif bagi perusahaan, keluarga, masyarakat, bahkan negara,” ujar David.

Hal itu pun diamini Darvin. Menurutnya, pengembangan SDM merupakan kunci bagi perusahaan untuk terus bisa bersaing di tengah resesi dan persaingan internasional yang semakin meningkat.

“Bagi perusahaan, pengembangan SDM bukan pilihan, melainkan sebuah keharusan,” imbuh Darvin.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com