Advertorial

6 Cara Memperkuat Jaringan IT Perusahaan untuk Hadapi Tantangan 2023

Kompas.com - 12/04/2023, 08:00 WIB

KOMPAS.com – Seiring waktu, jaringan teknologi informasi (IT) memainkan peran penting dalam perkembangan suatu bisnis. Bahkan, jaringan kini merupakan tulang punggung transformasi perusahaan untuk menghadapi tantangan sepanjang 2023.

Seperti diketahui, dalam tiga tahun terakhir, kondisi perekonomian global menghadapi sejumlah tantangan, yakni pandemi COVID-19 dan konflik geopolitik. Hal ini menyebabkan peningkatan inflasi, disrupsi rantai pasok, serta kekurangan sumber daya manusia (SDM).

Dalam tulisan “Prediksi Aruba untuk 2023”, Chief Product and Technology Officer HPE Aruba Networking David Hughes menjelaskan bahwa dinamika tersebut mempercepat atau bahkan memaksa transisi bisnis.

“Dalam beberapa kasus, pelaku bisnis pun harus memikirkan ulang model bisnis secara fundamental,” tulis Hughes.

Di situlah, lanjut Hughes, jaringan punya andil dalam mempersiapkan perusahaan atau organisasi dalam menghadapi hal-hal yang akan datang pada 2023.

Dalam tulisannya, Hughes membagikan enam kiat yang bisa diimplementasikan perusahaan untuk memperkuat jaringan dan pada akhirnya meningkatkan kinerja bisnis.

  1. Migrasi ke framework NaaS

Hughes menjelaskan, perusahaan membutuhkan fleksibilitas dalam membangun, mengimplementasikan, dan mengoperasikan infrastruktur jaringan IT secara berkelanjutan. Salah satunya adalah dengan mengimplementasikan framework Network-as-a-Service (NaaS) dalam operasional bisnis perusahaan.

“Dengan migrasi ke layanan NaaS, perusahaan dapat menggunakan infrastruktur jaringan yang disediakan oleh penyedia layanan tanpa memiliki atau mengoperasikan infrastruktur jaringan mereka sendiri,” papar Hughes.

Perusahaan, lanjut Hughes, juga dapat mengakselerasi modernisasi jaringan sesuai anggaran dan sumber daya IT tanpa mengganggu operasional perusahaan. 

Layanan NaaS juga membantu perusahaan atau organisasi dalam memenuhi target keberlanjutan. Pasalnya, penyedia layanan NaaS terdepan biasanya telah mengadopsi strategi carbon-neutral dan daur ulang manufaktur.

  1. Antisipasi serangan siber dengan framework Zero Trust dan SASE

Lantaran konektivitas sudah menjadi keniscayaan, perusahaan pun perlu mengantisipasi serangan siber yang diprediksi bakal semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang.

Meski keamanan siber kini sudah menjadi perhatian besar, Hughes tetap menyarankan perusahaan untuk segera melakukan transformasi ke arsitektur keamanan yang lebih terautomasi.

“Organisasi tidak lagi bisa sekadar melakukan penambahan fitur keamanan pada perimeter firewall di sekitar jaringan untuk melindungi privasi data perusahaan. Keamanan harus dibangun di setiap aspek infrastruktur jaringan, mulai dari Wi-Fi Access Points ke LAN, switch di kampus dan pusat data, WAN gateways, hingga cloud,” jelasnya.

Perusahaan, tulis Hughes, perlu menerapkan framework Zero Trust dan Secure Access Service Edge (SASE). Penerapan kedua sistem ini tidak hanya dapat melindungi privasi data perusahaan.

Kedua sistem tersebut berguna untuk mengaplikasikan mikrosegmentasi di seluruh stack IT yang lengkap, termasuk pengguna, perangkat terhubung, aplikasi, layanan jaringan, komputasi, dan platform penyimpanan.

  1. Implementasi layanan berbasis lokasi

Efisiensi, jelas Hughes, dibutuhkan oleh perusahaan dalam menghadapi tantangan 2023. Tak sekadar efisien, perusahaan pun dituntut tetap produktif serta kreatif.

Hal tersebut mengubah kesadaran pelaku bisnis terkait aset, proses kerja, pekerja, pelanggan, kontraktor, dan rantai pasok. Perusahaan pun berusaha untuk memiliki lebih banyak kendali terkait biaya, sumber daya, kualitas, dan hak milik intelektual.

Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, perusahaan perlu menggabungkan data IT, internet of things (IoT), dan teknologi operasional (OT) dengan informasi yang kontekstual di perusahaan.

“Penggabungan data itu dilakukan untuk mendapatkan lokasi akurat mengenai aktivitas kerja dan aset, identitas orang dan mesin, penggunaan aplikasi real-time, serta postur keamanan dari setiap perangkat dan mesin,” jelasnya.

  1. Terapkan satu sistem pengelolaan jaringan yang tersentralisasi

Guna menghadapi tantangan 2023, Hughes menyarankan perusahaan untuk menerapkan satu sistem pengelolaan jaringan yang tersentralisasi. Sistem ini dapat menyederhanakan kerumitan pengelolaan jaringan dan sistem keamanan akibat penerapan beragam IoT serta layanan digital.

Chief Product and Technology Officer HPE Aruba Networking David Hughes.DOK. HPE Aruba Networking Chief Product and Technology Officer HPE Aruba Networking David Hughes.

Bukan itu saja, sistem pengelolaan jaringan tersentralisasi juga bisa memberikan layanan berkualitas kepada pengguna serta karyawan dengan tetap memberikan perlindungan secara ketat terhadap serangan siber.

“Satu sistem pengelolaan tersentralisasi dengan visibilitas di seluruh jaringan serta kemampuan untuk mengonfigurasi end-to-cloud quality of service (QoS) dan kebijakan keamanan dibutuhkan perusahaan untuk memperkuat IT,” jelas Hughes.

  1. Identifikasi serta tangani masalah secara remote dan cepat

Pengalaman digital, jelas Hughes, menjadi hal penting di era sekarang. Tak sekadar untuk pelanggan, pengalaman digital karyawan pun perlu diperhatikan. Terlebih, sistem kerja hibrida sudah menjadi tren baru di dunia kerja.

Perusahaan pun perlu tim khusus untuk memastikan karyawan dan pelanggan mendapatkan pengalaman digital yang baik. Tim tersebut juga perlu beradaptasi dengan wawasan berbasis klien, bukan lagi wawasan berbasis jaringan.

“Hal ini membutuhkan visibilitas lengkap yang menyeluruh dan insight hingga di level aplikasi untuk mengetahui kualitas pengalaman digital yang diberikan sesuai dengan ekspektasi,” jelas Hughes.

Oleh karena itu, kontrol ketat terhadap jaringan sudah tidak cukup lagi. Perusahaan harus mampu melakukan identifikasi dan troubleshooting dengan response time aplikasi serta menangani masalah kinerja secara remote.

  1. Maksimalkan AI untuk penyelesaian masalah secara otomatis

Automasi sudah menjadi keniscayaan di era digital lantaran pengadopsian cloud serta akses data dalam jumlah besar. Untuk membantu automasi, perlu adopsi teknologi artificial intelligence (AI).

Kendati demikian, saran Hughes, AI yang dipakai tak sekadar menawarkan insight saja. AI tersebut harus bisa mengidentifikasi kluster gejala eror yang sama di seluruh jaringan full-stack. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam menyelesaikan masalah secara otomatis.

“Dibantu oleh administrator, AI akan memudahkan efisiensi IT karena bisa melakukan lebih banyak dengan source yang lebih sedikit. AI juga akan memungkinkan administrator mengamati perubahan yang direkomendasikan dan dampaknya serta melakukan perbaikan terhadap setiap peristiwa yang sedang terjadi,” jelasnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com