Advertorial

Falga Group Dorong Percepatan Implementasi Konstruksi Berkelanjutan di Indonesia

Kompas.com - 14/04/2023, 09:41 WIB

KOMPAS.com – Sektor konstruksi menjadi salah satu penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, sektor konstruksi berkontribusi 10 persen terhadap PDB Indonesia pada 2022. Capaian tersebut menempatkan konstruksi ke dalam 5 besar sektor yang berperan dalam PDB.

Meski demikian, sektor konstruksi juga memiliki pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Sektor ini merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar di dunia, yakni 38 persen dari total emisi global, menurut data World Economic forum pada 2021.

Untuk memecahkan masalah tersebut, sektor konstruksi perlu mengambil pendekatan baru. Salah satunya menerapkan konsep sustainable construction atau konstruksi berkelanjutan.

Chief Executive Officer (CEO) dan Managing Partner Falga Group Ronald Edy Simamora mengatakan, penerapan konstruksi berkelanjutan sejalan dengan visi pemerintah Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada 2060.

Sayangnya, implementasi konstruksi berkelanjutan belum menjadi prioritas pelaku industri konstruksi di Indonesia. Berdasarkan data Green Finance Index Global 2022, Indonesia, khususnya di Jakarta, hanya berada di peringkat ke-56 dalam praktik penerapan konstruksi berkelanjutan di antara negara-negara Asia-Pasifik pada 2022.

“Padahal, penerapan konstruksi berkelanjutan dapat memberikan nilai tambah kepada negara atau perusahaan, baik dari aspek ekonomi, lingkungan, maupun sosial,” ujar Ronald.

Oleh karena itu, lanjutnya, sebagai Indonesian Incorporated Investment Holding Company, Falga Group berupaya mendorong dan meningkatkan proyek konstruksi berkelanjutan di Indonesia secara konsisten.

Sebagai contoh, anak perusahaan Falga Group, PT Cipta Sanalida Utama, baru saja merampungkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Terminal LPG Jayapura dengan konsep konstruksi berkelanjutan. Untuk diketahui, Terminal LPG Jayapura merupakan terminal LPG pertama di Papua.

Ronald menjelaskan, penerapan konstruksi berkelanjutan proyek itu terlihat pada penggunaan material low emission. Salah satunya adalah jendela low emission yang dapat mengurangi paparan sinar matahari dari luar ruangan.

“Lalu, ada juga material explosion proof atau tahan ledakan, seperti pada kabel dan kamera CCTV. Penggunaan material ini bisa mengurangi dampak sosial (akibat risiko ledakan),” tuturnya.

Terminal LPG Jayapura, lanjut Ronald, juga menerapkan sistem terminal automation system (TAS). Sistem ini berfungsi untuk mengoptimalkan penggunaan energi dan mengurangi emisi karbon. Material yang digunakan pada proyek ini juga menggunakan bahan yang dapat didaur ulang.

Tak hanya material ramah lingkungan, para tenaga ahli PT Cipta Sanalida Utama juga sudah mengantongi sertifikasi green building. Dengan demikian, mereka memiliki kompetensi dalam membuat gedung ramah lingkungan.

“Selain itu, sebanyak 60 persen dari pekerja kami merupakan warga lokal. Hal ini merupakan komitmen perusahaan untuk memberikan dampak sosial kepada masyarakat di sana. Kami juga menerapkan workplace diversity dengan menggandeng kaum difabel untuk pekerjaan tertentu," tutur Ronald.

Manfaat implementasi konstruksi berkelanjutan

Ronald melanjutkan, implementasi proyek berbasis konstruksi berkelanjutan yang sedang berkembang di Indonesia harus terus ditingkatkan. Pasalnya, gedung atau bangunan ramah lingkungan telah terbukti memiliki banyak manfaat.

Mengutip data US Green Building Council, Ronald menjelaskan bahwa gedung berkonsep hijau atau green building mampu menghemat energi hingga 30 persen dan penggunaan air sebesar 50 persen.

Dari aspek finansial, gedung berkonsep hijau juga berpotensi mengalami kenaikan harga. Berdasarkan data perusahaan properti di Amerika Serikat, CoStar US, gedung berkonsep hijau memiliki pertambahan nilai sewa hingga 10,9 persen dan nilai jual hingga 13,1 persen.

Selanjutnya, berdasarkan penelitian National Institute of Standards and Technology, gedung ramah lingkungan memiliki average life spend selama 60 tahun. Angka ini lebih lama ketimbang gedung konvensional yang hanya berkisar 40-50 tahun.

Selain aspek ekonomi, kata Ronald, penerapan konstruksi berkelanjutan juga berdampak positif pada citra perusahaan. Dalam hal pendanaan, misalnya, perusahaan yang menerapkan konstruksi berkelanjutan berpeluang lebih besar mendapatkan akses permodalan dari perbankan.

“Saat ini, banyak perbankan mendukung pendanaan proyek berbasis sustainable construction atau green finance,” katanya.

Terus berkembang

Ronald menilai, pelaku industri konstruksi sedang berbenah untuk menyiapkan rantai pasok berbasis konstruksi berkelanjutan. Mengutip McKinsey, Ronald menjelaskan bahwa 80 persen dari dampak lingkungan yang dihasilkan perusahaan berasal dari rantai pasok.

Untuk meminimalkan dampak lingkungan pada rantai pasok, perusahaan bisa menggunakan material pabrik, tenaga kerja yang mengerti tata kelola ramah lingkungan, serta menggunakan pembiayaan green finance.

Selain itu, Ronald juga menekankan bahwa penerapan konstruksi berkelanjutan membutuhkan dukungan dari pemerintah, swasta, dan masyarakat agar dapat berjalan baik di Indonesia.

Pemerintah, kata Ronald, dapat memberikan dukungan dalam bentuk tunjangan dana atau grand funding. Selain itu, pemerintah juga dapat menerapkan kebijakan insentif pajak kepada pelaku industri konstruksi berkelanjutan. Bentuknya berupa pengurangan pajak penghasilan dan bebas pajak biaya impor.

"Berdasarkan pengalaman di lapangan, kami perlu menyiapkan dana tambahan sebesar 17 persen sampai 20 persen dari harga beli saat impor. Oleh karena itu, insentif izin perlu dipercepat untuk proyek berkelanjutan,” ujar Ronald.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com