JAKARTA, KOMPAS.com – Keberadaan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berbasis sumber daya alam (SDA) lestari di sejumlah daerah di Tanah Air dinilai potensial untuk mewujudkan kekuatan ekonomi daerah berkelanjutan.
Meski begitu, ekosistem pendukung yang memadai dibutuhkan agar mereka dapat maju dalam mengembangkan bisnis dengan konsep lestari, mulai dari jejaring rantai pasok (supply chain), buyer, pendanaan, hingga peningkatan kapasitas, dan perbaikan tata kelola.
Untuk itu, gotong royong dari berbagai pihak menjadi kunci penting untuk mewujudkannya, seperti yang telah dilakukan Koalisi Ekonomi Membumi, Komite Kewirausahaan Sektor UMKM APINDO, Lingkar Temu Kabupaten Lestari, dan Java Kirana dalam sesi Bincang Sore di Pasar Lestari, Jumat (19/5).
Sebagai informasi, Pasar Lestari merupakan agenda akhir dari program IDSDB periode 2021-2023. Program ini mendorong implementasi pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah daerah (pemda) di tingkat kabupaten.
Java Kirana misalnya tak sekadar menjadi perantara jual beli kopi. Mereka menerapkan prinsip perdagangan yang adil sekaligus peluang bisnis yang berkelanjutan bagi petani.
“Kombinasi tepat antara ilmu praktis dan prinsip teknologi yang dapat diterapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk biji kopi. Dengan begitu, kesejahteraan petani Indonesia pun dapat meningkat,” papar Strategic and Commercial Java Kirana Noverian Aditya.
Menurut Noverian, rerata petani kopi di Indonesia merupakan smallholder farmer dengan kepemilikan lahan seluas 1 hektare (ha). Pada lahan ini, petani kopi hanya dapat menghasilkan 500 kilogram (kg) biji kopi.
Hal itu berbeda dengan petani kopi Vietnam yang mampu menghasilkan biji kopi sebanyak 2-3 ton per ha meskipun luas lahannya sama. Ketika petani lebih paham dalam memelihara tanaman dan pengolahan panen, hasil dan keuntungan yang diperoleh lebih baik.
Ekonomi basis lestari
Gotong royong mewujudkan ekosistem pendukung untuk UMKM lestari juga dilakukan oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).
Untuk diketahui, LTKL merupakan forum kolaborasi yang diinisiasi oleh pemerintah kabupaten untuk mengimplementasi pembangunan lestari dengan hilirisasi produk alam.
Sustainable Business Coordinator Sekretariat LTKL Oke Fify Abriany menceritakan upaya yang dilakukan membantu pelaku UMKM di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dalam mengelaborasi praktik bisnis yang sejalan dengan keberlanjutan lingkungan.
Pada 2020, LTKL bersama Lembaga Layanan pemasar Koperasi dan UKM (LLP-UKM) yang berada di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UKM, Smesco, meluncurkan konsep Visi Ekonomi Lestari. Uji coba konsep tersebut dilakukan di Kabupaten Siak. Adapun wilayah tersebut diisi 50 persen lahan gambut yang berisiko terjadi kebakaran hutan.
“Saat pertama kali ke sana, kami bertemu komunitas anak muda. Mereka punya kegelisahan ingin berwirausaha yang dapat berdampak baik bagi lingkungan. Utamanya, dapat meminimalisasi kebakaran,” kata Fify.
Untuk itu, dengan prinsip gotong royong, LTKL menggandeng sejumlah pihak untuk melakukan riset korelasi antara komoditas unggulan Siak.
“Waktu itu, kami trial komoditas ikan gabus. Ikan ini familier sebagai salah satu sumber protein yang membantu mempercepat penyembuhan luka. Alhasil, kami coba budidaya ikan gabus di lahan gambut. Ternyata, budidaya ikan gabus di lahan gambut bisa membantu membasahi gambut dan bisa mengurangi dampak kebakaran hutan,” kisahnya.
Hingga saat ini, lanjut Fify, budidaya ikan gabus menjadi salah satu alternatif ekonomi baru untuk masyarakat setempat sekaligus upaya menjaga lahan gambut tetap basah.
Potensi UMKM berbasis lestari.
Mewujudkan ekosistem yang baik bagi UMKM basis lestari di Tanah Air masih membutuhkan waktu yang cukup panjang. Meski begitu, bukan berarti tak mungkin. Hal itu menjadi niscaya asalkan berbagai pihak menjalin sinergi.
Terlebih, potensi UMKM lestari di Tanah Air terbilang besar lantaran Indonesia memiliki SDA berlimpah yang dapat dioptimalkan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Perwakilan Koalisi Ekonomi Membumi sekaligus Partner Katalis Rama Manusama mengatakan, investasi di sektor lestari makin ngetren di kalangan investor. Hal ini sejalan dengan semangat tren global untuk mewujudkan bumi yang lebih hijau.
“Saat ini, sumber-sumber investasi dari luar negeri yang ingin berinvestasi di sektor berbasis lestari semakin massif. Hal ini seiring tren sekaligus kesadaran soal kelestarian lingkungan di mana uang yang diinvestasikan dapat berdampak baik untuk keberlanjutan lingkungan,” kata Rama.
Anggota Komite Pengembangan Kewirausahaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sektor UMKM Lishia Erza Budiman mengungkapkan bahwa dampak penerapan konsep lingkungan oleh UMKM dapat diukur.
Pengukuran dapat diakukan dengan menggunakan empat parameter, yakni luas lahan, profit, pengetahuan pelaku usaha terhadap sustainability, serta perubahan perilaku.
Menurutnya, pelaku usaha ke depan juga perlu memahami bahwa kelestarian usaha tidak boleh berhenti pada isu lingkungan hidup, tetapi juga esensi terkait alasan mereka menjalankan bisnis lestari.
"Faktanya, tak sedikit pelaku usaha yang berbisnis hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Setelah terpenuhi, prinsip lestari itu dilupakan. Itu yang terus kami edukasi (agar prinsipnya langgeng),” kata Lishia.