Advertorial

Dukung Industri Kecil hingga Hadirkan Smart Farming, Elektrifikasi Kuatkan Sektor Pangan Nasional

Kompas.com - 07/07/2023, 16:11 WIB

KOMPAS.com – Kehadiran industri kecil di perdesaan dapat meningkatkan perekonomian warga sekitar. Lebih dari itu, industri kecil di perdesaan juga menjadi penguat ketahanan pangan nasional.

Di Jorong Katapiang, Nagari Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), misalnya. Kehadiran kilang tebu membuat perekonomian warga kian berdenyut.

Mayoritas masyarakat Lawang hidup dari tebu yang menjadi komoditas utama desa itu. Hamparan ladang tebu dapat dengan mudah ditemukan di sisi kiri dan kanan jalan.

Meski sudah memiliki pekerjaan lain, warga Lawang tetap bersandar pada tebu sebagai sumber nafkah atau sekadar menambah pemasukan. Hal itu pula yang dilakukan Erlinda (56). Ia bekerja sebagai pengolah tebu lepas dan buruh harian di kilang tebu milik Desriyanto (28). Bersama sang suami, Nawazir (58), ia mengolah tebu menjadi gula saka atau gula merah.

Pemilik kilang menerapkan bagi hasil dengan pembagian hasil produksi sebesar 80 persen untuk warga yang mengolah dan 20 persen untuk pemilik kilang.

Dalam sepekan, Erlinda bisa mengantongi penghasilan bersih Rp 1,8 juta-Rp 2 juta dari penjualan gula saka.

Penghasilan tersebut meningkat berkat kehadiran listrik di desa tersebut. Erlinda sendiri berpengalaman membuat gula dengan berbagai metode, mulai dari penggilingan kayu tradisional yang digerakkan dengan tenaga kerbau, diesel, hingga listrik.

Sejak kilang tebu Desriyanto beralih dari mesin diesel ke listrik pada 2022 lewat sokongan program elektrifikasi dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Erlinda ikut memetik keuntungan. Pendapatannya bertambah sekitar Rp 1 juta per bulan karena produksi gula meningkat.

“Dulu hanya produksi 80-100 kilogram (kg) gula sehari. Sejak ada mesin, bisa 120-150 kilogram karena semua proses jadi lebih cepat. Giling tebu lebih cepat, masak juga lebih cepat karena ada listrik yang menghidupkan blower,” ujar Erlinda seperti diwartakan Kompas.id, Rabu (5/7/2023).

Hal senada dituturkan salah satu pemilik kilang tebu di Lawang, Datuk Syafri Jamal (54). Sejak memakai mesin listrik untuk kilang tebunya pada pertengahan 2022, hidup Maiyani terasa sedikit lebih mudah.

Syafri mengatakan, pemakaian listrik membuatnya bisa menghemat biaya produksi secara signifikan. Upah pekerja pun pelan-pelan dinaikkan meski belum terlalu tinggi. Ia mulai menaikkan upah tahun lalu saat inflasi meninggi. Saat itu, ia sudah beralih ke listrik dan mampu melakukan efisiensi ongkos produksi.

”Sekarang, jika memberi upah harian Rp 100.000 dan uang lembur, kami tidak merasa rugi. Kalau dulu, waktu masih pakai diesel, jujur saja berat karena kami sudah keluar banyak untuk biaya operasional,” ujarnya.

Tak hanya kilang tebu, dampak elektrifikasi di sektor agrikultur terhadap kesejahteraan warga juga terasa di sentra peternakan ayam petelur di Kota Payakumbuh dan Lima Puluh Kota. Di PT Radja Poultry Shop, peternakan milik Jon Eddi (53), efisiensi berkat listrik ikut menaikkan upah harian pekerja.

Jon mampu berhemat hingga 40 persen berkat elektrifikasi. Ia pun bisa menaikkan upah pekerja dari Rp 135.000-Rp 180.000 per hari menjadi Rp 180.000-Rp 200.000 per hari.

”Kami pastikan pekerja diupah sudah di atas upah minimum regional (UMR), dibayarnya per minggu. Asuransi BPJS juga diurus dari awal supaya kalau ada kecelakaan kerja sudah ditanggung,” kata Wakil Manajer PT Radja Poultry Shop Azwir Rezari.

Lumbung pangan di Ogan Komering Ulu (OKU) Timur

Dampak elektrifikasi juga dirasakan secara nyata oleh komunitas petani di Kelurahan Veteran Jaya, Kecamatan Martapura, Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan (Sumsel).

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan Ayip Said Abdullah menilai, elektrifikasi menjadi salah satu dukungan pemerintah untuk menghindari fenomena regenerasi petani mandek di pertanian pangan, khususnya di wilayah Veteran Jaya.

“Mandeknya regenerasi petani akan terus terjadi selama berbagai problem struktural di pertanian padi tidak teratasi. Problem itu di antaranya adalah keterbatasan akses terhadap sumber produksi pangan, baik lahan, pupuk, maupun teknologi, faktor ekonomi, seperti harga jual dan pendapatan yang rendah, serta pendampingan yang minim,” jelas Ayip.

Sejak 2020, petani di Veteran Jaya menggunakan mengganti mesin pompa air bertenaga bensin menjadi mesin pompa air dengan tenaga listrik.Dok. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Sejak 2020, petani di Veteran Jaya menggunakan mengganti mesin pompa air bertenaga bensin menjadi mesin pompa air dengan tenaga listrik.

Kehadiran listrik bagi sektor pertanian di Veteran Jaya tidak sia-sia. Kawasan ini berkontribusi terhadap peningkatan produksi pertanian di OKU Timur.

Kini, OKU Timur menjadi salah satu sentra pangan Sumsel dan termasuk 15 kabupaten atau kota penghasil padi tertinggi nasional.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Sumsel, produksi padi naik sebesar 22 persen dari 574.966 ton gabah kering giling (GKG) pada 2021 menjadi 701.510 ton GKG pada 2022.

Luas panen padi pun meningkat 12,8 persen dari 95.809 hektare (ha) pada 2021 menjadi 108.075 ha pada 2022.

Dukung IoT teknologi pangan

Di tengah perkembangan teknologi digital, kehadiran listrik juga semakin menguatkan teknologi pangan lewat pertanian pintar (smart farming).

Kelompok Petani Muda Keren (PMK) Gobleg di Buleleng, Bali, telah merasakan dampaknya.

Selama empat tahun terakhir, Kelompok PMK Gobleg mengembangkan pertanian hortikultura organik berbasis internet of things (IoT). Teknologi yang ditemukan Kevin Ashton pada 1999 itu mampu mengefisienkan biaya dan tenaga, bahkan meningkatkan produksi sayur dan buah para petani.

Melalui aplikasi IoT yang dikembangkan para pemuda tersebut, petani dapat mengoperasikan penyiraman secara otomatis. Petani juga dapat memantau kondisi cuaca, kelembaban udara, tingkat keasaman (pH) tanah dan air, serta curah hujan per menit dan per jam. Selain itu, petani juga dapat memonitor kondisi lahan dan tanaman menggunakan kamera pemantau (CCTV).

Ketua PMK Gobleg Gede Suardita mengatakan, menyiram tanaman di lahan seluas 1 ha di Gobleg biasanya membutuhkan waktu sekitar dua hari. Dengan menerapkan teknologi IoT, proses ini hanya memakan waktu sekitar 15 menit.

”Kami juga dapat menjadwalkan waktu penyiraman dan seberapa lama tanaman tersebut disiram dengan aplikasi yang kami gunakan,” katanya.

Pemanfaatan IoT tidak hanya mempermudah penyiraman tanaman hortikultura. Produksi sayur dan buah petani Desa Gobleg juga meningkat. Mereka yang semula menanam tanaman sayur setiap musim hujan, kini dapat memproduksi sayur sepanjang tahun.

Kelompok PMK Gobleg mengembangkan pertanian hortikultura organik berbasis internet untuk segala sejak empat tahun lalu. Teknologi ini mampu mengefisienkan biaya dan tenaga, bahkan meningkatkan produksi sayur dan buah. Dok. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Kelompok PMK Gobleg mengembangkan pertanian hortikultura organik berbasis internet untuk segala sejak empat tahun lalu. Teknologi ini mampu mengefisienkan biaya dan tenaga, bahkan meningkatkan produksi sayur dan buah.

Gede Suardita mencontohkan, setelah menggunakan IoT, hasil panen brokoli Kelompok PMK Gobleg meningkat dari rata-rata 500 kg menjadi 2 ton. Hal itu terjadi lantaran teknologi tersebut dapat mendeteksi kelembaban udara, tingkat keasaman tanah, dan membantu pemupukan organik secara terukur.

Selain itu, petani juga dapat memproduksi sayur sepanjang tahun. Pendapatan petani jadi meningkat drastis karena dapat memproduksi sayur di luar musim.

”Pada saat musim panen brokoli, misalnya, harga sayur tersebut akan turun, yakni sekitar Rp 7.000 per kg. Namun di luar musim, harganya bisa jauh lebih tinggi, yaitu sekitar Rp 35.000 per kg,” kata Gede Suardita.

Syarat utama penerapan metode smart farming adalah jaringan listrik dan internet yang mampu menjangkau lahan pertanian. Jaringan listrik di lahan pertanian itu tidak hanya untuk menopang irigasi, tetapi juga mencatu daya sistem teknologi informasi.

Pemanfaatan listrik dan teknologi digital di sektor pertanian memang berdampak positif bagi para petani. Berdasarkan laporan McKinsey pada 2020, pemanfaatan teknologi digital di sektor pertanian di Indonesia dapat meningkatkan output ekonomi hingga 6,6 miliar dollar AS per tahun.

Penerapan teknologi digital di sektor pertanian juga mampu menjaga regenerasi petani. Di Bali, sekitar 200 pemuda menjadi anggota aktif PMK Bali. Mereka bergerak dari hulu hingga hilir, termasuk dalam penerapan teknologi perawatan tanaman hingga ke pemasaran digital.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com