Advertorial

Urgensi Elektrifikasi Sektor Pertanian untuk Ketahanan Pangan

Kompas.com - 13/07/2023, 16:46 WIB

KOMPAS.com - Berdasarkan Kebijakan Strategis Ketahanan Pangan dan Gizi 2020-2024, pemerintah menargetkan skor Global Food Security Index sebesar 69,8 pada 2024 dengan ketersediaan beras sebesar 46,8 juta ton dan protein hewani 2,9 juta ton.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan produksi, diversifikasi pangan, efisiensi distribusi pangan, hingga penggunaan teknologi.

Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi dan kualitas pangan adalah energi listrik. Energi ini dapat mengoperasikan berbagai alat dan mesin pertanian sehingga mempercepat serta memudahkan proses budi daya, panen, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi pangan.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko mengatakan, seluruh proses bertani sampai pascapanen memerlukan listrik. Listrik pun, baginya, tidak hanya memberikan efisiensi, tapi juga menghidupkan pertanian.

Ia menjelaskan, sistem elektrifikasi dalam pertanian begitu rumit. Pada proses pratanam, misalnya, benih harus masuk ke mesin pengering (dryer). Proses ini pun membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga berpengaruh pada daya listrik yang dikonsumsi alat tersebut.

Hal serupa juga terjadi pada pembudidayaan. Untuk mengolah tanah agar baik ditanami, dibutuhkan mekanisasi, seperti traktor. Begitu pun ketika proses menanam. Bahkan, kebutuhan elektrifikasi pada proses menanam kian rumit karena memerlukan irigasi dan drone guna memantau tanaman.

“Proses panen lagi-lagi memerlukan elektrifikasi untuk menjalankan mesin pemanen,” ucapnya pada acara Ketahanan Pangan melalui Elektrifikasi Agrikultur yang digelar di The Westin Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Dari semua proses itu, lanjut Moeldoko, elektrifikasi di sektor pertanian menjadi penting guna mempercepat dan mempermudah para petani, serta meningkatkan produktivitas pertanian.

Executive Vice President Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Tonny Bellamy saat memaparkan program Electrifying Agriculture. Dok. istimewa Executive Vice President Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Tonny Bellamy saat memaparkan program Electrifying Agriculture.

Lebih hemat

Pemaparan tak jauh beda juga disampaikan Executive Vice President Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Tonny Bellamy yang hadir dalam acara tersebut.

Ia menuturkan, penggunaan energi listrik memberikan penghematan pada sektor pertanian ketimbang energi fosil.

Sebagai contoh, kilang tebu di Bukittinggi, Sumatera Barat. Saat menggunakan bahan bakar minyak (BBM), Tonny menjelaskan, mereka harus menggelontorkan Rp 350.000 untuk menggiling satu ton tebu. Ketika beralih menggunakan penggilingan listrik, mereka hanya mengeluarkan dana Rp 90.000 untuk kuota tanam yang sama.

“Itu berarti, dengan listrik, petani kilang tebu tersebut bisa menghemat 75 persen,” ujarnya.

Efektivitas penggunaan energi listrik pada sektor pertanian juga dirasakan petani di desa di Wonogiri, Jawa Tengah; dan Yogyakarta, DIY. Dengan pemanfaatan sistem irigasi berbasis listrik, mereka bisa menghemat biaya produksi hingga 67 persen.

Urgensi meningkatkan pemanfaatan listrik di bidang pertanian juga turut berdampak bagi lingkungan. Tonny menyebutkan, upaya ini akan mengurangi emisi karbon sehingga memungkinkan Indonesia mewujudkan ambisi net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada 2026. Kemudian, green and clean energy yang memberikan kualitas udara bersih juga turut terwujud.

Dampak lebih besar lagi, lanjutnya, upaya tersebut dapat menekan impor BBM sehingga ketahanan energi nasional bisa terwujud.

Untuk mendukung elektrifikasi di sektor pertanian, kata Tonny, dibutuhkan kolaborasi antarpihak. Hal ini mengingat, petani merupakan golongan ekonomi lemah.

Pernyataan itu didasari beberapa fasilitas pertanian pemberian pemerintah, seperti cool storage dan dryer, yang terbengkalai karena petani tidak mampu membayar biaya tagihan listrik.

Moeldoko mengungkapkan, elektrifikasi di Tanah Air belum merata. Program subsidi listrik yang tersedia pun hanya menyasar kelompok rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA.

Karena itu, Moeldoko yang juga merupakan Kepala Staf Kepresidenan berencana mengusulkan program subsidi listrik untuk kelompok petani kepada pemerintah.

“Hal itu (skema pembiayaan khusus untuk petani) pemikiran bagus dan bisa disarankan kepada Presiden (Joko Widodo),” ujarnya.

Program Electrifying Agriculture PLN

PLN sendiri, kata Tonny, telah memiliki program Electrifying Agriculture untuk mendukung elektrifikasi di sektor pertanian. Program Electrifying Agriculture dapat meningkatkan produksi sektor pertanian lewat pemanfaatan energi listrik.

Program tersebut juga bisa bermanfaat bagi para petani muda yang ingin melakukan modernisasi pertanian dengan cara efisien dan ramah lingkungan.

Tonny memaparkan contoh penerapan program Electrifying Agriculture pada sektor pertanian.

Pertama, Rice Field Electric Charging. PLN mendirikan stasiun pengisian listrik umum (SPKLU) di pinggir sawah untuk mengisi daya traktor berbasis listrik.

Kedua, penyediaan electric tractor. Ketiga, penerapan smart farming, yaitu pertanian dengan memanfaatkan teknologi internet of things (IoT) untuk otomatisasi pengairan lahan.

Keempat, penerapan smart agriculture, yakni pemanfaatan teknologi IoT secara luas, termasuk pada bidang perikanan, peternakan, dan perkebunan.

Kelima, pemberlakuan flexi bill, yakni metode pembayaran tagihan listrik secara periodik atau didasari musim panen. Dengan catatan, petani sudah bekerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Terakhir, penyediaan electric water pump, yakni pompa irigasi berbasis listrik.

Dalam perhitungan PLN, kata Tonny, seluruh penerapan program Electrifying Agriculture Akan memberikan peningkatan produktivitas usaha tani menjadi tiga kali lipat dalam setahun. Kemudian, efisien biaya produksi usaha tani hingga 60 persen dan engagement melalui pemberdayaan ekonomi desa.

Meski begitu, penerapan program tersebut membutuhkan dukungan banyak pihak agar berjalan optimal, mulai dari pemerintah, asosiasi terkait, hingga petani.

Pasalnya, pemberian insentif listrik dan penetapan tarif dasar listrik (TDL) bukanlah kewenangan PLN, melainkan harus ditetapkan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Di luar program Electrifying Agriculture, terdapat sejumlah realisasi upaya PLN dalam meningkatkan elektrifikasi di sektor pertanian. Hingga saat ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut telah melakukan penyambungan listrik 217.818 pelaku usaha sektor pertanian di seluruh Indonesia. Total daya yang telah terpasang mencapai 3.445 MVA. 

Kemudian, lanjutnya, PLN juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan Himbara, seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Mandiri, untuk memberikan kemudahan bagi para petani, khususnya milenial, dalam mendapatkan program-program finansial.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com