Advertorial

Rekor Dunia Pergelaran Angklung di Jakarta Jadi Momentum Lestarikan Alat Musik Tradisional

Kompas.com - 08/08/2023, 19:37 WIB

KOMPAS.com - Keberhasilan pemecahan rekor dunia pergelaran angklung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (5/8/2023), menjadi momentum melestarikan alat musik tradisional Indonesia.

“Kegiatan ini juga bisa memberikan inspirasi bagi bangsa lain untuk mengenali dan menghargai keunikan budaya Indonesia,” kata Ketua Umum (Ketum) Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM) Tri Tito Karnavian dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (8/8/2023).

Dia menyampaikan, pergelaran ini menjadi momentum dalam menumbuhkan rasa cinta masyarakat Indonesia terhadap angklung—yang notabene merupakan warisan tak benda.

Ia menurutkan, angklung menjadi warisan budaya Indonesia yang mempunyai nilai-nilai pendidikan karakter. Dengan melibatkan generasi muda, seperti para siswa sekolah menengah atas (SMA), ia berharap, acara itu dapat menumbuhkan nilai-nilai, seperti kolaborasi, kedisiplinan, dan kesabaran.

Sejarah angklung

Sebagai informasi, angklung merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Sejak 16 November 2010, angklung telah diakui oleh organisasi internasional PBB yang membidangi bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNICESCO) sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity). Pada tanggal tersebut pula diakui sebagai Hari Angklung Dunia.

Dilihat dari sejarahnya, masyarakat diperkirakan telah bermain angklung sejak abad ke-12. Angklung dibuat dengan menggunakan bahan bambu, kemudian dibentuk menyerupai pipa.

Uniknya, setiap angklung hanya memiliki satu nada. Karenanya, angklung harus dimainkan secara bersamaan untuk menghasilkan melodi yang indah.

Kolaborasi itu tampak dalam pergelaran pemecahan rekor di GBK. Sebanyak 15.110 peserta dari berbagai kalangan kompak bersatu menyanyikan lagu nasional “Berkibarlah Benderaku” dan lagu perdamaian dunia “The Wind of Change”. Lagu tersebut dimainkan selama tujuh menit tanpa henti dengan dipandu konduktor.

Setelah melalui penilaian dari tim Guinness World Record (GWR) selama kurang lebih satu jam, penilai resmi GWR Sonia Usirogochi menyatakan jika pergelaran tersebut berhasil mencatatkan rekor dunia.

“Melalui acara ini, kami berharap dapat melestarikan angklung agar terus dikenal, baik di dalam negeri maupun luar negeri,” ujar Tri.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com