Advertorial

Mengenal Terapi ESWL, Cara Atasi Batu Ginjal Tanpa Perlu Operasi

Kompas.com - 16/08/2023, 15:50 WIB

KOMPAS.com – Batu ginjal merupakan salah satu gangguan kesehatan yang kerap dikeluhkan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penyakit ini sebesar 3,8 permil. Angka ini naik dari 2 permil pada 2013.

Batu ginjal sendiri terbentuk dari endapan garam, mineral, dan zat sisa metabolisme tubuh di dalam ginjal. Ukuran dan tingkat kekerasan batu ginjal berbeda-beda, tergantung zat pemicu dan tingkat keparahannya.

Dilansir dari laman kidney.org, penyakit batu ginjal bisa terjadi karena kebiasaan kurang minum air putih, obesitas, olahraga terlalu berat, kurang olahraga, menjalani operasi penurunan berat badan, serta sering mengonsumsi makanan atau minuman yang tinggi kandungan gula atau garam.

Penderita batu ginjal dapat merasakan beragam gejala, seperti rasa sakit yang parah di pinggang atau punggung bagian bawah, nyeri atau sakit pada perut yang tidak kunjung sembuh, terdapat darah pada urine, mual dan muntah, serta demam dan meriang.

Untuk mengobati batu ginjal, dokter biasanya akan menyarankan pasien untuk sering mengonsumsi air putih. Dokter juga meresepkan obat untuk mengurangi tingkat keasaman urine.

Terapi ESWL

Selain itu, batu ginjal juga bisa ditangani dengan terapi extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). Prosedur ini dapat menghancurkan batu ginjal menjadi serpihan kecil sehingga bisa dikeluarkan dari saluran kemih tanpa harus dilakukan pembedahan.

Terapi ESWL menggunakan gelombang kejut dari energi listrik yang dihasilkan dari mesin lithotripter. Gelombang ini masuk ke tubuh melalui kulit dan jaringan. Dengan memanfaatkan fluoroskopi (sinar-X), aliran gelombang akan difokuskan langsung ke arah batu ginjal untuk dipecah menjadi serpihan kecil.

Untuk diketahui, ESWL efektif untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran diameter kurang dari 2 cm.

Dokter spesialis urologi yang berpraktik di Mayapada Hospital Bandung, dr Tomy Muhammad Seno, SpU, menjelaskan bahwa prosedur ESWL berlangsung sekitar 45-60 menit, tergantung pada lokasi dan ukuran batu ginjal pada pasien. Selama beberapa hari setelah tindakan, batu ginjal yang telah menjadi serpihan kecil tersebut akan dikeluarkan dari tubuh bersama urine melalui saluran kemih.

ESWL, lanjutnya, merupakan tindakan medis yang tergolong aman karena gelombang kejut diatur secara presisi serta biasanya tidak merusak organ dan jaringan sekitarnya. Meski begitu, kemungkinan efek setelah tindakan tetap ada.

Pasien bisa merasakan efek tidak nyaman, seperti rasa nyeri saat serpihan batu ginjal keluar bersama urine, memar di pinggang, dan bercak darah dalam urine.

Oleh karena itu, dr Tomy menyarankan pasien untuk rutin minum air putih selama masa pemulihan guna melancarkan pembuangan sisa serpihan batu ginjal.

“Apabila nyeri yang timbul tidak tertahankan, pasien dapat mengonsumsi obat yang sudah diresepkan atau menghubungi dokter kembali untuk mendapatkan obat tambahan,” ujar dr Tomy dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (16/8/2023).

Pasien juga disarankan tetap menerapkan pola hidup sehat untuk mencegah kemungkinan batu ginjal timbul kembali di kemudian hari.

Meskipun cukup efektif untuk mengatasi batu ginjal, terapi ESWL tidak disarankan untuk pasien dengan beberapa kondisi medis, seperti kanker ginjal, infeksi, kelainan bentuk ginjal, gagal ginjal, sedang hamil, dan obesitas.

Pasien yang memiliki gangguan pembekuan darah atau sedang mengonsumsi obat pengencer darah juga tidak disarankan melakukan terapi tersebut.

“ESWL juga tidak disarankan untuk pasien yang memiliki ukuran batu lebih dari 2 cm, batu terletak di kutub bawah ginjal, dan (pasien yang) menggunakan alat pacu jantung karena gelombang ESWL dapat merusak alat tersebut,” kata dr Tomy.

Saat ini, terapi ESWL sudah dilakukan di berbagai rumah sakit di Indonesia, salah satunya di Center of Excellence Tahir Uro-Nephrology milik Mayapada Hospital.

Tahir Uro-Nephrology merupakan layanan komprehensif untuk penanganan kasus kesehatan ginjal dan saluran kemih yang dapat ditemukan di seluruh jaringan unit Mayapada Hospital di area Jakarta, Tangerang, Surabaya, Bogor, dan Bandung.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com