Advertorial

Peran Penting Pencatatan KIK, Upaya Melestarikan Kekayaan Budaya Indonesia

Kompas.com - 14/09/2023, 11:03 WIB

KOMPAS.com – Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Kekayaan Intelektual (KI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sucipto menekankan pentingnya upaya pelestarian budaya melalui kekayaan intelektual komunal (KIK). Hal ini bertujuan untuk menghindari klaim pihak asing terhadap budaya milik Indonesia.

“Kita tidak ingin kekayaan budaya Indonesia diakui oleh negara lain. Oleh karena itu, pencatatan ini merupakan langkah defensif serta bagian dari pelindungan keanekaragaman budaya dan hayati dari ancaman eksploitasi serta pengakuan oleh negara lain,” ujar Sucipto dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Kamis (14/9/2023).

Hal tersebut ia sampaikan saat memberi sambutan pada acara Sarasehan Nasional Penguatan Pemahaman KI dan KIK bagi Pemerintah Daerah di Hotel Four Points, Ungasan, Kabupaten Badung, Bali, Rabu, (13/9/2023).

Sucipto menjelaskan, inventarisasi KIK dan potensinya memiliki banyak manfaat, seperti pelestarian dan perlindungan budaya serta berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi daerah.

Menurutnya, masyarakat di daerah dapat menjual produk kebudayaan yang sudah diakui, baik oleh negara dan mancanegara, dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan taraf hidup.

Ia mencontohkan, salah satu contoh KIK di Bali adalah Garam Amed yang dilindungi sebagai Indikasi Geografis.

“Pendaftaran Indikasi Geografis ini telah mengangkat ekonomi masyarakat Karang Asem karena garamnya telah membuka potensi ecotourism. Harganya pun juga ikut meningkat setelah didaftarkan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan KI, Kemenkumham, Sri Lastami, mengatakan bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah. Apabila ditambahkan nilai kekayaan intelektual, ekonomi Indonesia seharusnya bisa berkembang pesat.

“Orang Jawa bilang, Indonesia itu ijo royo-royo, tetapi kita belum bisa memanfaatkan secara maksimal kekayaan yang dimiliki kalau tidak menambahkan unsur kekayaan intelektual bangsa,” ujar Sri.

Untuk diketahui, saat ini, Ditjen KI telah mencatat sebanyak 1.742 data KIK di Pusat Data Nasional (PDN). Data ini sudah divalidasi secara terintegrasi dengan kementerian dan lembaga terkait.

Secara rinci, Ditjen KI mencatat 1.106 Ekspresi Budaya Tradisional, 409 Pengetahuan Tradisional, 99 Potensi Indikasi Geografis, dan 127 Sumber Daya Genetik. Kendati demikian, data ini belumlah mencakup seluruh KIK yang ada di Indonesia.

Oleh karena itu, kata Sucipto, dibutuhkan kerja sama dan peran aktif dari setiap pemerintah daerah untuk melengkapi inventarisasi KIK di wilayah masing-masing.

Sebagai informasi, kegiatan Sarasehan Nasional bertema Penguatan Pemahaman KI dan KIK bagi Pemerintah Daerah diikuti oleh para pemangku kepentingan kekayaan intelektual, baik pusat maupun daerah.

Kegiatan itu menjadi wadah diskusi untuk menghasilkan kebijakan yang menguntungkan masyarakat luas. Acara ini digelar mulai 13-16 September 2023.

Bali dipilih sebagai tempat penyelenggaraan acara karena memiliki banyak KIK. Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Bali Anggiat Napitupulu mengatakan bahwa KIK telah membantu kebangkitan Bali pascapandemi.

“Diharapkan, dengan terselenggaranya acara ini pengembangan KIK di Indonesia akan maju dengan pesat,” ujar Anggiat.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com