Advertorial

Upaya Meningkatkan Nilai Jual Produk Khas Daerah lewat Sertifikasi Indikasi Geografis

Kompas.com - 15/09/2023, 13:38 WIB

KOMPAS.com – Koordinator Indikasi Geografis (IG) Direktorat Jenderal (Ditjen) Kekayaan Intelektual (KI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Irma Mariana mengatakan, Indonesia mempunyai banyak produk khas yang hanya dimiliki oleh satu daerah tertentu.

Menurutnya, produk khas tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui sertifikasi IG.

Untuk diketahui, IG merupakan tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu karena faktor alam, manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.

Irma menjelaskan bahwa suatu produk dapat dilindungi IG-nya apabila memenuhi tiga unsur penting, yaitu memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik.

“Selama reputasi, kualitas, dan karakteristik masih ada dan tetap dipertahankan, maka produk tersebut akan mendapat pelindungan indikasi geografis,” kata Irma dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (15/9/2023).

Adapun manfaat dari pelindungan IG di antaranya adalah memperkuat identitas produk unggulan daerah melalui Label IG yang terdaftar dan terlindungi secara hukum, memberikan jaminan atas kualitas, karakteristik, dan reputasi produk, perbaikan citra dan daya saing di pasar regional ataupun global, serta meningkatkan nilai tambah dan harga jual.

Namun, menurutnya, tidak semua produk yang berasal dari faktor alam dan manusia bisa didaftarkan untuk pelindungan IG.

Oleh karena itu, Irma menyarankan untuk mendaftarkan mendaftarkan kekayaan intelektual produk tersebut melalui merek kolektif.

Strategi peningkatan nilai jual produk IG terdaftar

Anggota Tim Ahli IG Kemenkumham Surip Mawardi mengatakan, terdapat enam hal yang perlu diperhatikan dalam membuat strategi peningkatan nilai jual produk IG.

Pertama, diperlukan penguatan organisasi dan fungsi organisasi pemilik IG atau Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis (MPIG).

“MPIG itu macam-macam, ada yang sudah kuat, ada yang setengah kuat, bahkan ada yang tidak aktif. Kalau MPIG-nya tidak aktif, bagaimana mau menawarkan barang dan bagaimana bisa berproduksi?” ucap Surip.

Kedua, penerapan sistem mutu dan keterunutan produk IG. Melalui strategi ini, MPIG harus dapat memberikan jaminan mutu produk yang baik, seperti mengolah produk IG dengan baik dan melakukan kontrol kualitas produk.

“Prinsip dasar dari IG adalah pelindungan mutu barang. Tidak ada IG tanpa karakter mutu dari barang itu,” kata Surip.

Ketiga, produksi barang siap konsumsi di kawasan produksi. Keempat, diversifikasi dan perbaikan kemasan produk IG.

Surip mengatakan, produk IG juga perlu diversifikasi untuk memvariasikan produk yang akan dijual sehingga dapat meningkatkan nilai jual.

“Contohnya, diversifikasi gula kelapa. Saya pernah mencoba mencari gula batok di marketplace harganya Rp 28.000 per kg. Setelah diubah menjadi gula semut harganya meningkat menjadi Rp 42.000 per 200 gram,” terangnya.

Kelima, promosi produk IG dan memberikan layanan penjualan yang baik. Terakhir, membangun aliansi bisnis strategis dengan produsen produk IG lain atau co-branding.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com