Advertorial

BKKBN Ajak Remaja Cegah Stunting Sejak Dini

Kompas.com - 01/10/2023, 13:16 WIB

KOMPAS.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo getol mengedukasi urgensi pencegahan tengkes atau stunting kepada masyarakat di Tanah Air.

Adapun salah satu momentum yang dioptimalkan untuk gelar edukasi tersebut yakni Pangan Expo Plus 2023Gelar Inovasi Produk Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal” di Jakarta International Expo (JIEXPO) Kemayoran, Sabtu (30/9/2023).

Dalam talk show berjudul "Produk Pangan Olahan Bergizi dan Sehat Atasi Stunting", dr Hasto memaparkan sejumlah tip pencegahan stunting kepada masyarakat, utamanya remaja usia sekolah.

Meluruskan pemahaman mengenai stunting, dr Hasto menjelaskan bahwa orang pendek belum tentu stunting.

Untuk memastikan kondisi tersebut, lanjut dr Hasto, dibutuhkan langkah pemeriksaan dari dokter spesialis.

"Hati-hati adik-adik kalau ada orang pendek dan tidak cerdas. Biasanya, kalau sudah besar (dewasa) akan mudah terkena penyakit," ujar dr Hasto dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Minggu (1/10/2023).

Dokter Hasto menjelaskan, berdasarkan hasil sejumlah penelitian, jika dibandingkan antara kelompok stunting dan tidak stunting, terdapat selisih perolehan pendapatan mencapai 20 persen.

Artinya, imbuhnya, orang dengan status stunting berisiko tidak lebih produktif pada saat usia dewasa. Alhasil, pendapatan yang diperoleh lebih rendah ketimbang kelompok yang tidak mengalami stunting.

Untuk itu, ia pun memaparkan tiga penyebab utama anak berisiko mengalami stunting.  Pertama, suboptimal nutritional, yaitu kekurangan asupan. 

Kedua, suboptimal health, yaitu seseorang ketika masih kanak-kanal tidak diimunisasi. Selain itu, bisa juga sering diare karena jamban tidak sehat. Ketiga, faktor pola asuh orangtua." terangnya.

Menurutnya, cara pengasuhan oleh orangtua (parenting) yang tidak optimal dapat menyebabkan anak tidak bahagia. Hal ini mendorong anak tidak mau makan.

Untuk itu, dr Hasto mendorong para remaja untuk melakukan perencanaan sebelum memutuskan untuk menikah. Hal itu dinilai sebagai salah satu langkah penting untuk mencegah bayi lahir stunting.

Selain itu, remaja putri pun diimbau melakukan sejumlah langkah pranikah, seperti pemeriksaan calon pengantin (catin) di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), cek hemoglobin (Hb), lingkar lengan atas minimal 23,5 cm, serta jaga berat badan ideal.

“Pokoknya, kalau mau menikah harus sehat dulu. Kalau sudah menikah harus direncanakan, jangan hamil terlalu tua, terlalu muda, terlalu dekat, dan jangan terlalu sering,” jelasnya.

Cegah stunting dengan produk lokal

Lebih lanjut, menyinggung tema pameran yang mengangkat produk lokal, dokter Hasto juga memberikan tip cegah stunting melalui produk lokal.

Ia menilai, untuk mencegah stunting tidak perlu menggunakan produk asing. Pasalnya, produk lokal dalam negeri mempunyai kualitas apik untuk mewujudkan masyarakat yang lebih sehat.

Adapun salah satu produk atau komoditas lokal yang dapat dioptimalkan untuk memenuhi kecukupan gizi cegah stunting adalah ikan lele.

“Kalau ada ikan lele itu sudah bagus, lebih murah dibandingkan daging sapi," ucapnya dalam memberikan statement penutup materinya.

Merespons paparan dr Hasto, sejumlah pelajar mengajukan pertanyaan terkait ajakan konsumsi ikan.

Adapun hal yang menjadi sorotan yakni fenomena masyarakat yang tidak dapat mengonsumsi ikan lantaran terdapat risiko alergi.

Terkait hal itu, dr Hasto menjelaskan, alergi ikan tidak terjadi pada semua orang. Namun, pada umumnya dialami seseorang yang mempunyai bakat alergi atau bakat atopik.

Adapun salah satu ciri bakat atopic yakni memiliki kulit tipis dan mata sendu. Selain itu, bila terpapar rumput, permukaan kulit timbul ruam merah-merah, serta asma bila terkena angin.

“Orang dengan ciri tersebut mudah alergi terhadap protein. Bakat tersebut bersifat menurun. Asma adalah bagian dari alergi yang atopik, tapi tidak menular," jelasnya.

Selain itu, dr Hasto juga menjelaskan mengenai pencegahan stunting oleh calon pengantin (catin) laki-laki.

Menurut dr Hasto, kondisi kesehatan catin pria berpengaruh terhadap kualitas hidup generasi penerusnya kelak.

"Kalau laki-laki tidak sehat, bibitnya tidak sehat. Perokok berat, peminum berat, levernya jadi terganggu," terangnya.

Ia juga menjelaskan sejumlah persiapan awal yang penting dilakukan oleh setiap catin, baik pria maupun wanita. Salah satunya, uraian mengenai spermatogenesis.

Adapun tahapan spermatogenesis berlangsung selama 75 hari. Untuk itu, bagi setiap catin yang hendak melangsungkan pernikahan, 75 hari jelang pernikahan, catin wajib memperbaiki kualitas bibit.

“Dengan begitu, ketika bulan madu nanti (kualitas bibit) sudah bagus. Laki-laki juga harus konsumsi zink. Jangan merokok, jangan mengonsumsi minuman keras (miras),” tambahnya.

1.000 HPK

Pada kesempatan tersebut, dr Hasto juga menyinggung pentingnya penyesuaian asupan makanan dalam periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Ia menjelaskan, anak usia atas satu tahun dapat mengonsumsi makanan seperti orang dewasa, tetapi dengan volume yang disesuaikan kondisi berat badan anak.

“Para ibu, sempurnakan menyusui sampai anak berusia 24 bulan. Periode 1.000 HPK di dalam kandungan 280 hari, setelah lahir sampai 720 hari. Setelah umur enam bulan harus ada makanan pendamping air susu ibu (MPASI)," kata dr Hasto.

Ia pun mengingatkan kepada masyarakat pentingnya pola asuh sejak dini. Utamanya, dalam masa perawatan 24 bulan pertama.

Hal itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, setelah periode tersebut, ubun-ubun pada tempurung kepala bayi akan menutup sehingga pertumbuhan otak sudah berhenti.

“Untuk itu, maksimalkan periode usia tersebut agar pertumbuhan anaknya optimal. Tak kalah penting, ingat jarak kehamilan tiga tahun," katanya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau