Advertorial

Keluarga Berperan Penting dalam Pencegahan Stunting

Kompas.com - 13/10/2023, 12:45 WIB

KOMPAS.com - Tengkes (stunting) atau pertumbuhan badan pada anak yang tidak sesuai dengan standar umur dapat dicegah sejak sebelum ibu hamil.

Hal itu disampaikan oleh pakar gizi masyarakat Dr dr Tan Shot Yen, MHum, dalam seminar kader kesehatan yang digelar di Pendapa Ageng Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Kamis (12/10/2023).

Menurut Tan, banyak orangtua tidak menyadari bahwa perencanaan kehamilan sangat berpengaruh terhadap risiko stunting pada anak. Banyak faktor penyebab stunting ternyata sudah ada sejak masa kehamilan, bahkan baru terdeteksi ketika anak sudah menunjukkan tanda-tanda stunting.

“Orangtua sering salah dalam menjalani gaya hidup mereka sebelum dan saat hamil. Misalnya, pola makan tidak teratur dan merokok. Itu semua bisa memicu stunting pada anak,” katanya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (13/10/2023).

Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah daerah untuk memberikan edukasi tentang pencegahan stunting sejak masa pranikah. Dengan begitu, setiap pasangan siap secara fisik dan mental sebelum memasuki masa kehamilan.

“Salah satu caranya adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan suami/istri. Jika ada kebiasaan buruk seperti pola makan tidak teratur hingga merokok, dapat segera diubah saat mempersiapkan kehamilan,” ujarnya.

Dalam seminar yang bertajuk “Peran Kader dan Tenaga Kesehatan dalam Penurunan Stunting” tersebut, Tan menjelaskan bahwa stunting adalah kondisi gizi kronis yang dialami bayi sejak dalam kandungan hingga usia balita. Gangguan ini menyebabkan tinggi badan tidak sesuai dengan standar dan berdampak pada penurunan kecerdasan.

“Calon ibu harus mempersiapkan diri dengan baik, baik secara fisik maupun psikis, ketika akan menikah. Setelah menikah, calon ibu harus menerapkan pola makan yang benar dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi,” tuturnya.

Selain itu, ia juga menekankan signifikansi pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama setelah melahirkan serta dilanjutkan dengan pemberian makanan sehat dan bergizi sesuai dengan kebutuhan anak.

“ASI harus diberikan hingga anak berusia dua tahun. Jangan berikan susu formula pada anak jika tidak ingin anak bermasalah dengan kesehatannya di kemudian hari. ASI eksklusif selama enam bulan sangat baik bagi perkembangan seorang bayi. Tentu saja, asupan makanan dari sang ibu juga harus sehat dan bergizi selama hamil dan mengasuh anak balita,” paparnya.

Tan juga mengingatkan orangtua mendidik anak dengan pola asuh yang tepat agar anak tidak stunting. Menurutnya, kesalahan yang sering terjadi di Indonesia adalah anak tidak hanya diasuh oleh orangtua saja, tetapi juga oleh kakek, nenek, sepupu dan saudara lain.

Hal tersebut menyebabkan pola asuh yang diterapkan tidak konsisten. Akibatnya, makanan yang dikonsumsi anak menjadi kurang terkontrol dan menyebabkan anak kurang mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh kembangnya.

“Ini yang harus diperhatikan. Kader posyandu jangan hanya fokus mendampingi ibunya, tapi juga berikan pemahaman bagi keluarga agar satu pemahaman dalam mencegah stunting,” ucapnya. 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau