Advertorial

Prevalensi Stunting Turun hingga 8,8 Persen, Begini Strategi TP-PKK Pulau Taliabu Maluku Utara

Kompas.com - 17/10/2023, 07:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah terus berupaya menurunkan angka kasus stunting di seluruh penjuru wilayah Indonesia. Hal itu pula yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pulau Taliabu Maluku Utara.

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Pulau Taliabu Zahra Aliong Mus mengatakan, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi stunting Kabupaten Pulau Taliabu pada 2023 turun 8,8 persen jika dibandingkan 2021.

“Pada 2021, prevalensi stunting di wilayah kami mencapai angka 32,5 persen. Angka ini turun menjadi 23,7 persen pada 2023,” ujar Zahra dalam diskusi bertajuk “Nyalakan Mimpi dengan Cukup Gizi” yang digelar di People and Place, Synthesis Huis, Cijantung, Jakarta, Rabu (27/9/2023).

Zahra mengatakan, salah satu strategi yang dilakukan Pemkab Pulau Taliabu adalah meluncurkan program yagame atau Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS).

Melalui program itu, Pemkab Pulau Taliabu menunjuk sejumlah tokoh berpengaruh, baik dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Ketua Fraksi, Pemkab Pulau Taliabu, maupun camat wilayah setempat, untuk menjadi Bapak Asuh.

Mereka bertugas mengintervensi keluarga, khususnya yang berisiko melahirkan anak stunting, di wilayah Kabupaten Pulau Taliabu untuk mendapatkan bahan makanan yang bergizi, sanitasi, dan perumahan layak huni.

Pemberdayaan TP-PKK

Lebih lanjut Zahra mengatakan bahwa pemberdayaan TP-PKK juga menjadi kunci dalam upaya penurunan angka stunting.

“Kami menggencarkan edukasi pencegahan pernikahan dini di kalangan remaja,” ujar Zahra.

Umumnya, remaja putri belum memiliki kematangan psikologis serta pengetahuan memadai mengenai kehamilan dan pola asuh anak. Hal inilah yang memicu angka kasus stunting.

Tak hanya itu, remaja putri juga masih membutuhkan pemenuhan gizi maksimal untuk pertumbuhannya. Jika hamil, nutrisi tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi ibu dan janin sekaligus. Kondisi ini berpotensi membuat bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan berisiko terkena stunting.

Zahra melanjutkan, untuk mengantisipasi pernikahan dini, TP-PKK Kabupaten Pulau Taliabu juga bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag).

“Kami mendorong pasangan calon pengantin (catin) untuk terdaftar dalam Sistem Informasi Administrasi Pelaporan Nikah atau Siap Nikah,” kata Zahra.

Melalui sistem tersebut, TP-PKK setempat dan Kemenag akan melakukan penilaian dan bimbingan nikah kepada catin sehingga mereka lebih siap untuk menikah.

“Pasangan pengantin yang benar-benar siap nikah juga akan siap memiliki keturunan sehingga terhindar dari risiko stunting,” ucap Zahra.

Senada dengan Zahra, Staf Ahli Bidang Kesehatan TP-PKK Pusat Hari Nur Cahya Murni mengatakan bahwa TP-PKK merupakan garda terdepan dalam penanganan stunting.

“Mengutip ucapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, TP-PKK merupakan garda terdepan dalam penanganan stunting. Sebab, tidak ada lagi organisasi yang mampu menjangkau satuan terkecil, yakni keluarga,” ujar wanita yang akrab disapa Nunung itu.

Nunung menjelaskan, TP-PKK memiliki 10 program pokok. Salah satunya adalah kesehatan. Program ini mencakup penurunan angka stunting.

Menurut Nunung, keberadaan TP-PKK dapat mengoptimalkan penurunan angka kasus stunting melalui edukasi dan pemberian contoh nyata.

Upaya lintas sektor

Merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, percepatan penurunan stunting adalah setiap upaya yang mencakup intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di pusat, daerah, dan desa. Dengan kata lain, penurunan angka kasus stunting tidak akan tercapai tanpa kolaborasi lintas sektor.

Sebagai lembaga yang berfokus pada kesejahteraan keluarga Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga mengambil peran besar dalam menurunkan angka kasus stunting.

Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso menjelaskan bahwa BKKBN memiliki dua fungsi utama, yakni pengendalian pertumbuhan penduduk melalui pengendalian kelahiran serta mewujudkan keluarga indonesia sebagai keluarga berkualitas.

“Salah satu tantangan besar untuk mewujudkan keluarga berkualitas adalah stunting. Adapun faktor utama penyebab stunting adalah pemenuhan gizi seimbang,” ujar Teguh.

Oleh karenanya, lanjut Teguh, BKKBN gencar melakukan pendampingan dan edukasi gizi seimbang kepada keluarga Indonesia.

Pihaknya juga memiliki tim pendampingan khusus untuk keluarga yang termasuk kategori risiko stunting. Kategori ini mencakup ibu yang hamil pada usia terlalu muda, ibu yang hamil pada usia terlalu tua, ibu yang memiliki kehamilan dengan jarak terlalu dekat, dan ibu yang terlalu sering hamil.

Pada kesempatan sama, Ketua Tim Kerja Penurunan Stunting Kementerian Kesehatan Yuni Zahraini mengatakan bahwa pemerintah melakukan intervensi spesifik untuk menurunkan angka stunting.

“Intervensi itu menyasar remaja putri, ibu hamil, dan anak di bawah usia lima tahun (balita),” ucap Yuni.

Pada remaja putri, lanjut dia, intervensi tersebut dilakukan dengan pencegahan anemia dan edukasi mengenai pernikahan dini. Sementara, pada ibu hamil, intervensi itu dilakukan dengan pemeriksaan kehamilan secara rutin.

“Intervensi kepada balita adalah pemantauan pertumbuhan pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Kekurangan asupan nutrisi selama 1.000 HPK dapat menyebabkan kekurangan gizi kronis yang berakibat anak mengalami stunting,” jelas Yuni.

Dengan berbagai upaya tersebut, niscaya target prevalensi stunting nasional pada 2024, yakni sebesar 14 persen, dapat tercapai.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau