JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah terus berupaya menurunkan angka kasus stunting di seluruh penjuru wilayah Indonesia. Hal itu pula yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pulau Taliabu Maluku Utara.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Pulau Taliabu Zahra Aliong Mus mengatakan, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi stunting Kabupaten Pulau Taliabu pada 2023 turun 8,8 persen jika dibandingkan 2021.
“Pada 2021, prevalensi stunting di wilayah kami mencapai angka 32,5 persen. Angka ini turun menjadi 23,7 persen pada 2023,” ujar Zahra dalam diskusi bertajuk “Nyalakan Mimpi dengan Cukup Gizi” yang digelar di People and Place, Synthesis Huis, Cijantung, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Zahra mengatakan, salah satu strategi yang dilakukan Pemkab Pulau Taliabu adalah meluncurkan program yagame atau Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS).
Melalui program itu, Pemkab Pulau Taliabu menunjuk sejumlah tokoh berpengaruh, baik dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Ketua Fraksi, Pemkab Pulau Taliabu, maupun camat wilayah setempat, untuk menjadi Bapak Asuh.
Mereka bertugas mengintervensi keluarga, khususnya yang berisiko melahirkan anak stunting, di wilayah Kabupaten Pulau Taliabu untuk mendapatkan bahan makanan yang bergizi, sanitasi, dan perumahan layak huni.
Pemberdayaan TP-PKK
Lebih lanjut Zahra mengatakan bahwa pemberdayaan TP-PKK juga menjadi kunci dalam upaya penurunan angka stunting.
“Kami menggencarkan edukasi pencegahan pernikahan dini di kalangan remaja,” ujar Zahra.
Umumnya, remaja putri belum memiliki kematangan psikologis serta pengetahuan memadai mengenai kehamilan dan pola asuh anak. Hal inilah yang memicu angka kasus stunting.
Tak hanya itu, remaja putri juga masih membutuhkan pemenuhan gizi maksimal untuk pertumbuhannya. Jika hamil, nutrisi tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi ibu dan janin sekaligus. Kondisi ini berpotensi membuat bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan berisiko terkena stunting.
Zahra melanjutkan, untuk mengantisipasi pernikahan dini, TP-PKK Kabupaten Pulau Taliabu juga bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag).
“Kami mendorong pasangan calon pengantin (catin) untuk terdaftar dalam Sistem Informasi Administrasi Pelaporan Nikah atau Siap Nikah,” kata Zahra.
Melalui sistem tersebut, TP-PKK setempat dan Kemenag akan melakukan penilaian dan bimbingan nikah kepada catin sehingga mereka lebih siap untuk menikah.
“Pasangan pengantin yang benar-benar siap nikah juga akan siap memiliki keturunan sehingga terhindar dari risiko stunting,” ucap Zahra.
Senada dengan Zahra, Staf Ahli Bidang Kesehatan TP-PKK Pusat Hari Nur Cahya Murni mengatakan bahwa TP-PKK merupakan garda terdepan dalam penanganan stunting.
“Mengutip ucapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, TP-PKK merupakan garda terdepan dalam penanganan stunting. Sebab, tidak ada lagi organisasi yang mampu menjangkau satuan terkecil, yakni keluarga,” ujar wanita yang akrab disapa Nunung itu.
Nunung menjelaskan, TP-PKK memiliki 10 program pokok. Salah satunya adalah kesehatan. Program ini mencakup penurunan angka stunting.
Menurut Nunung, keberadaan TP-PKK dapat mengoptimalkan penurunan angka kasus stunting melalui edukasi dan pemberian contoh nyata.
Upaya lintas sektor
Merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, percepatan penurunan stunting adalah setiap upaya yang mencakup intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di pusat, daerah, dan desa. Dengan kata lain, penurunan angka kasus stunting tidak akan tercapai tanpa kolaborasi lintas sektor.
Sebagai lembaga yang berfokus pada kesejahteraan keluarga Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga mengambil peran besar dalam menurunkan angka kasus stunting.
Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso menjelaskan bahwa BKKBN memiliki dua fungsi utama, yakni pengendalian pertumbuhan penduduk melalui pengendalian kelahiran serta mewujudkan keluarga indonesia sebagai keluarga berkualitas.
“Salah satu tantangan besar untuk mewujudkan keluarga berkualitas adalah stunting. Adapun faktor utama penyebab stunting adalah pemenuhan gizi seimbang,” ujar Teguh.
Oleh karenanya, lanjut Teguh, BKKBN gencar melakukan pendampingan dan edukasi gizi seimbang kepada keluarga Indonesia.
Pihaknya juga memiliki tim pendampingan khusus untuk keluarga yang termasuk kategori risiko stunting. Kategori ini mencakup ibu yang hamil pada usia terlalu muda, ibu yang hamil pada usia terlalu tua, ibu yang memiliki kehamilan dengan jarak terlalu dekat, dan ibu yang terlalu sering hamil.
Pada kesempatan sama, Ketua Tim Kerja Penurunan Stunting Kementerian Kesehatan Yuni Zahraini mengatakan bahwa pemerintah melakukan intervensi spesifik untuk menurunkan angka stunting.
“Intervensi itu menyasar remaja putri, ibu hamil, dan anak di bawah usia lima tahun (balita),” ucap Yuni.
Pada remaja putri, lanjut dia, intervensi tersebut dilakukan dengan pencegahan anemia dan edukasi mengenai pernikahan dini. Sementara, pada ibu hamil, intervensi itu dilakukan dengan pemeriksaan kehamilan secara rutin.
“Intervensi kepada balita adalah pemantauan pertumbuhan pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Kekurangan asupan nutrisi selama 1.000 HPK dapat menyebabkan kekurangan gizi kronis yang berakibat anak mengalami stunting,” jelas Yuni.
Dengan berbagai upaya tersebut, niscaya target prevalensi stunting nasional pada 2024, yakni sebesar 14 persen, dapat tercapai.