Advertorial

Ini Kunci UKM agar Bisa Bertahan di Era Digital

Kompas.com - 30/10/2023, 16:57 WIB

KOMPAS.com – Penutupan TikTok Shop oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa persaingan bisnis memang semakin ketat. Jangankan pedagang luring, sesama pedagang daring pun terus mencari cara agar bisa mempertahankan bisnis mereka di era digital.

Era digital memang membuat semua lini kehidupan menjadi begitu cepat terdisrupsi, khususnya di dunia bisnis.

Selain karena jumlah kompetitor semakin banyak, pebisnis juga membutuhkan strategi paten untuk bisa bertahan.

Sayangnya, pebisnis justru hanya fokus pada pengembangan strategi pemasaran digital. Padahal, ada strategi lain yang tak kalah penting agar bisnis tetap berjalan.

Berikut adalah kunci agar usaha kecil menengah (UKM) bisa bertahan di era digital.

  1. Suguhkan inovasi

Dunia yang serbacepat seperti sekarang membuat perubahan terus terjadi. Setiap hari, akan selalu ada tren baru yang harus Anda ikuti.

Tren tersebut bisa meliputi produk, jasa, ataupun strategi bisnis yang dijalankan. Pasar akan cepat bosan bila Anda tak mengikuti tren yang ada.

Misalnya, bila produk Anda adalah pakaian berbahan batik, Anda perlu menyesuaikannya dengan motif atau model pakaian yang kekinian.

  1. Berikan layanan terbaik

Memberikan layanan terbaik adalah cara terbaik agar bisnis bisa bertahan. Anda harus bisa memenuhi kebutuhan pelanggan, tak hanya di awal pembelian, tetapi juga pada after sales.

Karena itulah, Anda wajib memberikan pelayanan terbaik agar pelanggan puas dengan layanan Anda. Jika sudah puas, mereka akan merekomendasikan barang dan atau jasa Anda, serta bahkan melakukan pembelian ulang (repurchase).

Hal ini pula dilakukan oleh salah satu UKM di kawasan Tangerang bernama Vanlee.

Usaha yang bergerak di bidang pembuatan suvenir itu memang selalu fokus untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggan.

Tak hanya kualitas pada bahan baku produk, Vanlee juga mengutamakan kecepatan dan ketepatan dalam memproduksi barang yang ditawarkan.

Vanlee memproduksi suvenir seperti sabuk, lanyard, dompet kulit, organizer, dan lain sebagainya, yang bisa diproduksi dalam jumlah besar sesuai keinginan pelanggan.

Berawal dari modal jutaan rupiah hingga omzet ratusan juta

Pemilik bisnis Vanlee, Richard Halim, bercerita bahwa ia memulai bisnisnya pada 2011 dengan modal jutaan rupiah saja. Namun saat ini, bisnisnya telah berkembang pesat. Bahkan, sukses meraup omzet hingga Rp 1 miliar.

Hal itu dikarenakan pelanggan Richard merasa puas dengan produk yang ditawarkan. Ia memang selalu menekankan kualitas pada produknya, baik material maupun ketepatan pengerjaannya.

"Waktu itu pernah dapat order dari TNI AD, 50.000 pieces, dan ikat pinggang polisi sampai 100.000 pieces dalam waktu bersamaan. Waktunya ketat. Kami harus on-time, harus jaga kualitas juga," kisah Richard sewaktu diwawancara Kompas.com via telepon.

Richard juga menjelaskan bahwa semua proses produksi ia kerjakan sendiri bersama karyawannya.

"Kalau karyawan ada yang harian, ada yang borongan. Totalnya mungkin 40 karyawan," ujar Richard.

Richard pun berharap, produk lokal bisa semakin dikenal masyarakat, pemerintah, dan retail.

"Kita kan, sekarang ini saingannya dengan produk China, suka dibandingkan dengan mereka. Kan, enggak bisa disamain juga ya, karena materialnya kadang beda. Ya, semoga produk lokal semakin dikenal," kata Richard.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com