Advertorial

Langkah Kecil Capai Netralitas Karbon, Bisa Dimulai dari Sampah di Rumah

Kompas.com - 01/11/2023, 18:04 WIB

KOMPAS.com – Polusi udara menjadi momok yang menghantui sejumlah kota besar di Indonesia beberapa bulan belakangan. Hal ini terlihat dari pengukuran kualitas udara IQAir yang mencapai level tertinggi.

Di Jakarta, misalnya, indeks kualitas udara mencapai angka 170 dan tergolong dalam kategori Tidak Sehat pada Selasa (31/10/2023). Adapun Tangerang Selatan mencatatkan 188 poin.

Sementara, Palembang menduduki posisi pertama sebagai kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di Indonesia dengan poin 213. Angka ini termasuk kategori Sangat Tidak Sehat.

Salah satu penyebab signifikan polusi udara di sejumlah kota besar di Indonesia adalah pelepasan gas karbondioksida (CO2) ke udara atau yang dikenal dengan sebutan emisi karbon.

Secara umum, emisi karbon dapat menyebabkan peningkatan suhu bumi sehingga memicu perubahan iklim secara ekstrem.

Tak hanya bagi lingkungan, emisi karbon juga berdampak buruk bagi kesehatan. Peningkatan suhu dan perubahan iklim akibat emisi karbon dapat menyebabkan pertumbuhan dan evolusi virus yang menginfeksi manusia.

Kualitas udara yang memburuk akibat emisi karbon juga menyebabkan gangguan pernapasan dan kardiovaskular serta mendorong perkembangan jenis kanker tertentu.

Gaya hidup berkelanjutan

Berkaca dari dampak buruk tersebut, upaya mengurangi emisi karbon untuk mencapai netralitas karbon atau nol emisi seyogianya membutuhkan peran seluruh pihak, termasuk masyarakat.

Tak dapat dimungkiri, aktivitas sehari-hari masyarakat, baik pada sektor transportasi, konsumsi energi dan makanan, maupun perumahan, turut menghasilkan jejak karbon yang tak sedikit.

Untuk diketahui, jejak karbon adalah total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari sebuah produk atau jasa, mulai dari produksi, pemakaian, hingga akhir masa pakainya.

Jejak karbon menghitung berbagai emisi GRK, seperti CO2, metana, dan dinitrogen oksida yang memerangkap panas di atmosfer.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan masyarakat untuk menekan jejak karbon adalah menerapkan gaya hidup berkelanjutan (sustainable lifestyle).

Mengutip Kompas.com, Senin (25/9/2023), gaya hidup didefinisikan sebagai gaya hidup dengan kesadaran terhadap lingkungan dan menyadari konsekuensi atas semua pilihan. Dengan demikian, seseorang akan membuat pilihan dengan paling sedikit potensi risiko negatif.

Gaya hidup berkelanjutan juga merupakan upaya yang mendasarkan perilaku pada kehidupan berkelanjutan. Tak hanya tentang kesehatan dan pola hidup personal, hal ini juga berkaitan dengan proses menjaga kelestarian alam.

Dengan kata lain, gaya hidup berkelanjutan mengacu pada gaya hidup yang tidak mengancam atau membahayakan kebutuhan generasi mendatang.

Salah satu penerapan gaya hidup berkelanjutan adalah dengan beralih menggunakan kendaraan listrik. Seperti diketahui, kendaraan listrik, baik mobil maupun motor, punya potensi mengeluarkan emisi lebih sedikit ketimbang kendaraan konvensional berbahan bakar fosil.

Mobil listrik Toyota bZ4X.Dok. KOMPAS.com/Sendy Mobil listrik Toyota bZ4X.

Kelola sampah

Upaya lain yang juga bisa dilakukan masyarakat untuk menerapkan gaya hidup berkelanjutan adalah menghindari pembelian barang yang memiliki fungsi sama, menggunakan kembali barang yang ada, dan memilih toko yang paling dekat dengan lokasi saat berbelanja online.

Kemudian, mengusahakan memasak makanan sendiri untuk mengurangi sampah kemasan, menyimpan makanan dengan benar untuk menghindari food waste, mengurangi konsumsi daging merah untuk menekan produksi gas metana, dan menghindari produk fast fashion.

Bahkan, langkah kecil berupa pengelolaan sampah rumah tangga pun merupakan bagian dari penerapan gaya hidup berkelanjutan. Sebab, sampah yang tidak terkelola merupakan salah satu pemicu global emisi karbon.

Data dari World Resources Institute (WRI) Indonesia menyebutkan, setiap 1 kilogram sampah yang didaur ulang berkontribusi dalam mengurangi 0,45 kg emisi GRK.

Selain mengurangi sampah kemasan, pengelolaan sampah juga dapat dilakukan dengan memilah sampah. Caranya, pisahkan sampah menjadi tiga kategori, yakni sampah organik, anorganik, serta bahan berbahaya dan beracun (B3).

Adapun sampah organik berasal dari bahan-bahan sisa makhluk hidup, seperti tumbuhan dan hewan yang dapat terurai secara alami oleh bakteri tanpa perlu tambahan bahan kimia apa pun. Sebagian besar sampah rumah tangga merupakan sampah organik, seperti sampah dapur, kulit buah, dan daun.

Sementara, sampah anorganik merupakan sampah yang tidak dapat diurai oleh bakteri atau hewan mikroorganisme (nondegradable). Sampah anorganik dapat berupa plastik, kaca, logam, dan kaleng. Sebagian zat anorganik tidak dapat diuraikan oleh alam, sedangkan lainnya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.

Kemudian, sampah B3 terdiri dari zat kimia organik dan anorganik serta logam berat. Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dilakukan secara sembarang atau dicampurkan dengan sampah lain. Pengelolaannya dilakukan oleh badan khusus sesuai peraturan berlaku.

Contoh sampah B3 adalah sampah yang berasal dari limbah rumah sakit dan limbah pabrik. Sementara, sampah B3 yang biasanya ada di dalam rumah adalah bangkai elektronik, baterai, dan botol pengharum ruangan.

Upaya mencapai netralitas karbon lewat pengelolaan sampah juga mendapat dukungan dari pihak swasta. Salah satunya, PT Toyota-Astra Motor (TAM) yang menyediakan fasilitas Toyota Waste Station. Lewat fasilitas ini, masyarakat dapat mengumpulkan dan menyetorkan sampah.

Sebagai informasi, Toyota Waste Station merupakan bagian dari kampanye “It’s Time For Everyone”, yakni sebuah upaya perusahaan untuk mengurangi emisi karbon guna mencegah peningkatan risiko pemanasan global dan perubahan iklim.

Kampanye tersebut dimulai dengan pengadaan Waste Station pada acara It’s Time For Everyone Expo yang digelar di Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Desember 2022.

Untuk manajemen pengolahan sampah, Toyota bekerja sama dengan Rekosistem. Melalui program ini, segala jenis sampah, mulai dari peralatan elektronik, kertas, botol, kaleng, kardus, hingga minyak goreng bekas pakai, akan diolah dengan prinsip reuse, reduce, dan recycle (3R).

Masyarakat dapat menyetorkan sampah anorganik di sejumlah wilayah, yakni Toyota Waste Station Golf Indah di Pantai Indah Kapuk Jakarta, Toyota Waste Station Kamandaka di Kota Baru Parahyangan Bandung, dan Toyota Waste Station Radial Road Citraland di Surabaya.

Kemudian, Toyota Waste Station Museum Angkut di Malang, Toyota Waste Station Politeknik Astra di Cikarang, dan Toyota Waste Station Taman Lalu Lintas di Bandung.

Dari sampah anorganik yang disetorkan, pelanggan dapat memperoleh rewards berupa saldo e-wallet.

Syarat dan ketentuan lebih lengkap dapat diketahui di fasilitas Toyota Waste Station terdekat. Sementara, informasi mengenai kampanye It’s Time For Everyone bisa ditemukan pada tautan berikut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com