Advertorial

Dongkrak Kualitas Pelayanan, BPJS Kesehatan Wujudkan Layanan JKN Berkesinambungan

Kompas.com - 02/11/2023, 09:25 WIB

KOMPAS.com - Memasuki tahun ke-10 penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menghadapi tantangan demi menjaga keberlangsungan program yang dihadirkan bagi masyarakat.

Adapun peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu tantangan yang mesti dicarikan solusinya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan, pemerintah melalui BPJS Kesehatan menghadirkan sistem jaminan sosial lewat Program JKN agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah.

Seiring jalannya program, pihaknya melihat bahwa peserta berharap agar kualitas pelayanan dapat ditingkatkan.

“Tahun ini merupakan titik balik BPJS Kesehatan melakukan upaya transformasi mutu Program JKN melalui berbagai terobosan layanan yang mudah, cepat, dan setara,” ujar Ghufron dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (1/11/2023).

Perluas akses

Ghufron menambahkan, BPJS Kesehatan saat ini memperluas kerja sama dengan faskes di Tanah Air. Di sisi lain, BPJS Kesehatan juga mendorong seluruh faskes, baik swasta maupun milik pemerintah, untuk aktif memenuhi kebutuhan masyarakat.

Hal itu diwujudkan dengan mengembangkan ketersediaan sarana prasarana dan meningkatkan mutu pelayanan.

Dengan begitu, peserta JKN dapat merasakan pelayanan kesehatan berkualitas secara merata, baik di perkotaan maupun wilayah terpencil.

“BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.361 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan 3.018 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). Perkembangan ini juga kami imbangi dengan peningkatan kualitas layanan,” jelasnya.

Tidak hanya itu, imbuh dia, BPJS Kesehatan juga bekerja sama dengan Rumah Sakit Bergerak. Hal ini dilakukan guna memudahkan kolaborasi antara BPJS Kesehatan dengan penyedia faskes di daerah belum tersedia fasilitas kesehatan memenuhi syarat (DBTFMS).

Langkah tersebut dinilai efektif untuk membantu masyarakat di daerah terpencil dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Hal itu diamini Direktur Rumah Sakit Pelita Insani Gabril Taufik Basri. Ia mengungkapkan, sejak diresmikan pada September 2013, Rumah Sakit Pelita Insani masih menjadi rumah sakit kelas D.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan komitmen manajemen, kini Rumah Sakit Pelita Insani telah menjadi rumah sakit kelas C serta terakreditasi paripurna.

“Melihat kondisi sebelumnya, banyak masyarakat yang takut untuk mengakses pelayanan di rumah sakit. Namun, sejak Program JKN dihadirkan BPJS Kesehatan, seluruh lapisan masyarakat kini tidak takut lagi mengakses pelayanan di RS (atas alasan) karena kendala biaya,” kata Gabril.

Lebih lanjut, Gabri menambahkan, seiring pertambahan jumlah masyarakat yang mulai mengakses pelayanan, hal ini turut mendorong RS melakukan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

“Harapannya, RS Pelita Insani dapat terus bersinergi dengan BPJS Kesehatan sehingga bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh peserta. Saya bersyukur, dengan adanya kenaikan tarif pelayanan. Dengan begitu, kami mendorong RS untuk memberikan pelayanan yang semakin baik kepada seluruh peserta JKN,” imbuhnya.

Perkuat komitmen pemerintah

Pada kesempatan sama, Chief Executive Officer (CEO) sekaligus Founder CISDI, Diah Setyani Saminarsih, mengatakan, Program JKN memperkuat komitmen pemerintah terhadap kesehatan masyarakat.

Hal itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, program tersebut dapat menjadi jawaban atas kesulitan pembiayaan dalam mengakses pelayanan kesehatan.

Menurutnya, dengan sistem yang diterapkan dalam Program JKN bisa menjadi contoh di kancah global. Hal ini karena tidak semua negara memiliki kemampuan untuk membelikan biaya kesehatan kepada seluruh masyarakat.

“Kami melakukan penelitian agar ketika kami berbicara dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Kami menyoroti di sisi akses pelayanan sehingga setiap masyarakat yang pergi ke faskes bisa dengan mudah serta mendapatkan kualitas pelayanan yang baik,” kata Diah.

Untuk mewujudkannya, ia menilai bahwa keterlibatan seluruh pihak, baik pemerintah pusat maupun daerah untuk mengintegrasikan layanan, dibutuhkan.

“Tujuannya, untuk menghadirkan Program JKN yang kian bermanfaat bagi peserta,” tambahnya.

Setali tiga uang dengan Diah, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi sepakat bahwa Program JKN merupakan jawaban terhadap akses layanan kesehatan masyarakat di Tanah Air.

Terlebih, dengan upaya transformasi mutu layanan melalui digitalisasi, akses bagi peserta dalam mendapatkan pelayanan semakin mudah.

Meski begitu, menurut Tulus, masih terdapat tantangan yang dialami oleh peserta. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk menghilangkan persepsi negatif di masyarakat.

“Apalagi di era digital, sisi pelayanan juga bisa ditransformasikan sehingga peserta sudah tidak perlu antre lagi di rumah sakit, tapi bisa antre dari rumah,” jelas Tulus.

Tiga isu dasar

Pada kesempatan tersebut, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar menjelaskan bahwa pelaksanaan sistem jaminan sosial memiliki tiga isu mendasar, yaitu kepesertaan, pelayanan, dan pembiayaan.

Seiring pertumbuhan kepesertaan Program JKN, menurutnya, isu kepesertaan semakin sedikit meskipun masih terdapat peserta yang tidak mengetahui status keaktifan kepesertaan JKN.

“Hal ini yang perlu didorong kepada peserta bahwa BPJS Kesehatan bukan hanya kuratif, tetapi menyediakan langkah promotif dan preventif," ujarnya.

Untuk itu, lanjut Timbul, peserta perlu didorong untuk mengecek status kepesertaannya dengan mengakses pelayanan di FKTP. Dengan begitu, mereka bisa mengetahui apakah status kepesertaan masih aktif atau tidak.

Tidak hanya itu, imbuh Timbul, isu krusial dalam Program JKN adalah soal pelayanan. Meskipun BPJS Kesehatan sudah menggaungkan digitalisasi, tetapi tidak selalu mendapat dukungan penuh dari faskes. Tanpa disadari, hal ini menjadi ganjalan dalam mewujudkan kualitas pelayanan yang baik.

“Kami berharap, seluruh lini bisa bekerja sama dengan baik sehingga cakupan kepesertaan bisa mencapai 98 persen dari jumlah penduduk di Indonesia pada 2024. Dengan begitu, pelayanan kepada peserta kian membaik,” jelasnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com