Advertorial

DPRD DKI Jakarta: Raperda Pajak dan Retribusi Daerah Akan Pangkas Tumpang Tindih Kebijakan

Kompas.com - 07/11/2023, 14:30 WIB

KOMPAS.com - Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Pantas Nainggolan memastikan pihaknya telah medalami usulan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU).

Ia menjelaskan, Raperda diusulkan dengan semangat untuk memangkas kebijakan yang selama ini tumpang tindih di dalam 17 Perda mengenai pajak dan retribusi yang dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Hal itu dipaparkan Pantas usai menggelar RDPU di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (6/11/2023).

“Raperda ini (diusulkan) untuk menyederhanakan 17 Perda menjadi hanya satu Perda aja. Dengan begitu, regulasi yang mengatur soal sumber pendapatan daerah dari sektor pajak tidak tumpang tindih,” ujar Pantas dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (7/11/2023).

Pantas menjelaskan, RDPU sebagai awalan dibahasnya Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang digelar Bapemperda DPRD DKI Jakarta telah melibatkan banyak pihak.

“Semua masukan akan didalami lebih jauh sesuai dengan apa yang menjadi kompetensi DPRD dalam konteks Raperda ini,” terangnya.

Pada kesempatan sama, Ketua DPC Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DKI Jaya Syarief Hidayat meminta agar Rapera Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak memberatkan pelaku usaha sektor minyak dan gas (migas).

“Kami sering kali mengalami keberatan pada saat harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak reklame, dan pajak air tanah yang boleh dibilang hampir setiap tahun,” katanya.

Syarief berharap, Raperda tersebut dapat mengatur tarif khusus untuk sektor migas yang mendapat penugasan dari pemerintah dan tidak sepenuhnya komersil.

“Kami mohon dipertimbangkan apabila memungkinkan, kami (bisa) mendapatkan tarif khusus untuk PBB, pajak reklame, dan pajak air tanah dengan pertimbangan bahwa saat ini usaha distribusi bahan bakar minyak (BBM) produk PT Pertamina dan LPG itu masih terkait dengan barang subsidi ke masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Pengelola Parkir Indonesia Muhammad Fauzan juga meminta agar Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur tarif parkir sesuai Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengamanatkan penurunan tarif parkir.

“Mungkin dari Pemprov DKI ataupun DPRD DKI Jakarta perlu me-review kembali tarif parkir, karena yang selama ini berjalan 12 tahun tarif parkir belum pernah disesuaikan karena akan berdampak juga pada pendapatan daerah dengan turunnya persentase pajak parkir,” ucapnya.

Terkait hal itu, Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Inayati berharap, perumusan Raperda telah didasarkan pada pertimbangan keadilan sehingga tidak memberatkan rakyat, tetapi dapat mendongkrak pendapatan daerah.

“Kami mempertimbangkan beberapa hal, termasuk apakah pemungutan pajak ini (ke depan benar-benar tidak) memberatkan masyarakat, juga mampu meningkatkan potensi penerimaan daerah? Pasalnya, nanti juga akan digunakan untuk public social spending,” tuturnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan inisiatif Pemprov DKI Jakarta untuk menindaklanjuti terbitnya UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Selain itu, merujuk Peraturan Pemerintah (PP) nomor 35 tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Raperda ini akan menggantikan beberapa peraturan daerah mengenai pajak dan retribusi daerah yang ada saat ini dan harus sudah mulai berlaku pada 1 Januari 2024. Konsekuensinya, apabila Raperda ini belum ditetapkan, kami (Bapenda) tidak bisa melakukan pemungutan pajak daerah dan itu akan sangat berdampak pada pendapatan DKI Jakarta dari sektor pajak,” kata Lusiana.

Untuk diketahui, setelah Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disahkan, setidaknya ada 17 Perda yang akan mengalami penyesuaian.


Rinciannya, yakni Perda Nomor 6 tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Perda nomor 8 tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Perda nomor 9 tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Kemudian, Perda nomor 10 tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Perda nomor 11 tahun 2010 tentang Pajak Hotel, Perda nomor 13 tahun 2010 tentang Pajak sebagaimana telah diubah menjadi Perda nomor 3 tahun 2015 tentang perubahan atas Perda nomor 13 tahun 2010 tentang Pajak Hiburan.


Ada pula Perda nomor 15 tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan, Perda nomor 16 tahun 2010 tentang Pajak Parkir, dan Perda nomor 17 tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah.

Selanjutnya, Perda nomor 18 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Perda nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Restoran, Perda nomor 12 tahun 2011 tentang Pajak Reklame, Perda nomor 16 tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-PP), Perda nomor 3 tahun 2012 tentang Retribusi Daerah, serta Perda nomor 2 tahun 2014 tentang Pajak Rokok.

***

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com