Advertorial

DPRD DKI Kaji Pemberian Apresiasi dan Sanksi Wajib Pajak dalam Raperda Pajak Terbaru

Kompas.com - 10/11/2023, 16:43 WIB

 
KOMPAS.com - Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta mengusulkan pemberian apresiasi bagi wajib pajak yang patuh serta sanksi bagi pelanggar. Hal ini dapat diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
 
Wakil Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi mengatakan, usulan tersebut perlu dipertimbangkan lantaran selaras dengan Pasal 3 Ayat 7 dalam Raperda. Rancangan belein ini menyebutkan, apabila wajib pajak tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) akan dikenakan denda administratif sebesar Rp 500.000.
 
“Nanti, kami akan minta masukan dari masyarakat pelaku usaha apakah ini tidak memberatkan, atau justru akan membuat lebih disiplin? Hal ini perlu dimintai tanggapan dan kajian," ujar Suhaimi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (10/11/2023).
 
Suhaimi menambahkan, diperlukan pendalaman dan kepastian hukum dalam pasal tersebut untuk mengantisipasi persepsi makna ganda. Meski bertujuan untuk membangun kedisiplinan wajib pajak, usulan tersebut juga berpotensi memberatkan pelaku usaha.
 
Terlebih, sektor perekonomian baru saja bangkit setelah diterpa pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.
 
"Kalau denda itu membuat disiplin pelaporan SPTPD bagus. Bila memberatkan, ya kami lihat kondisi dahulu," ucapnya.
 
Pada kesempatan sama, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, kewajiban melaporkan SPTPD mutlak harus dilakukan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
 
"Jadi, bukan hanya sekedar setor (bayar) pajak, tetapi juga melaporkan. Sebab, UU mengatur pemberian sanksi dengan besaran ditentukan oleh Kepala Daerah. Nah, besaran Rp 500.000 ini usulan eksekutif," kata Lusiana.
 
Ia menuturkan, besaran denda tersebut menyasar jenis-jenis pajak tertentu, seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak tempat hiburan, dan pajak perparkiran di Jakarta
 
"Lebih ke arah pajak yang self-assessment, seperti pajak hotel, parkir, dan restoran sehingga tetap harus dituliskan angkanya (denda) dalam Peraturan Daerah (Perda) karena ini perintah dari UU harus ada angkanya," terangnya.
 
Untuk diketahui, Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan inisiatif Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menindaklanjuti UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
 
Raperda tersebut juga merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
 
“Raperda ini akan menggantikan beberapa perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang ada saat ini dan harus sudah mulai berlaku pada 1 Januari 2024. Konsekuensinya, apabila Raperda ini belum ditetapkan, Bapenda tidak bisa melakukan pemungutan pajak daerah. Hal ini akan berdampak pada pendapatan DKI Jakarta dari sektor pajak,” kata Lusi.
 
Setelah Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disahkan, setidaknya ada 17 Perda yang akan mengalami penyesuaian, di antaranya Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), serta Perda Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
 
Kemudian, Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Perda Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel, dan Perda Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak sebagaimana telah diubah menjadi Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan.


***

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com