Advertorial

Tekan Angka Mortalitas, BPJS Kesehatan Dorong Masyarakat Lakukan Skrining Kesehatan

Kompas.com - 13/11/2023, 18:15 WIB

KOMPAS.com - Mencegah lebih baik daripada mengobati. Semboyan ini kerap dijadikan sebagai pedoman agar setiap orang senantiasa menjaga kesehatan.

Hal itu mengingat biaya dan tenaga yang diperlukan untuk pengobatan lebih besar ketimbang upaya pencegahan penyakit. Oleh karena itu, skrining riwayat kesehatan jadi salah satu upaya yang tak dapat diabaikan.

Dengan melakukan skrining kesehatan, seseorang dapat mendeteksi sejak dini sehingga dapat meminimalisasi risiko penyakit. Tidak hanya itu, seseorang juga dapat memilih metode pengobatan yang paling efektif jika ditemukan penyakit tertentu setelah proses skrining.

Tes skrining juga bermanfaat dalam meningkatkan kemungkinan hasil kesehatan sehingga menurunkan angka morbiditas atau mortalitas suatu penyakit. 

Oleh karena itu, skrining secara rutin sangat dianjurkan, termasuk ketika masih merasa sehat.

Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hanya 33 persen penduduk Indonesia yang melakukan skrining penyakit tidak menular. 

Penyakit kanker, misalnya. Sebanyak 70 persen pasien kanker di Indonesia baru memulai pengobatan ketika sudah memasuki stadium lanjut.

Seperti diketahui, penyakit tidak hanya muncul saat usia senja sehingga seseorang tidak bisa abai terhadap skrining dan deteksi dini. Perihal ini, kasus hipertensi di Indonesia dapat menjadi contoh.

Berdasarkan data serupa, satu dari tiga orang di Indonesia menderita hipertensi. Penyakit ini muncul pada usia 18 sampai 39 tahun dan cukup tinggi pada usia 40 sampai 59 tahun. 

Penyakit tersebut kian berisiko jika ditunjang dengan pola hidup tidak sehat, seperti konsumsi makanan dengan kandungan garam dan gula melebihi batas, aktivitas fisik yang minim, serta merokok. Dari penderita hipertensi yang terdiagnosis, sebanyak 59,8 persen merasa sehat meski tekanan darahnya tinggi.

Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia dr Erwinanto SpJP (K) mengatakan, setiap orang perlu meningkatkan kesadaran terhadap risiko tekanan darah. Untuk itu, diperlukan skrining kesehatan.

“Identifikasi mereka yang memiliki risiko untuk mengalami hipertensi di masa depan. Sebagai contoh, seseorang yang punya tekanan darah normal lebih dari 130/85 mmHg. Dengan begitu, ketika tahu risiko yang dapat muncul, seseorang dapat mencegah pemicu hipertensi tersebut,” kata dr Erwinanto dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Senin (13/11/2023).

Tingkatkan kualitas kesehatan

Untuk diketahui, pemerintah saat ini tengah mengarahkan sistem kesehatan di Indonesia pada upaya pencegahan daripada pengobatan.

Juru Bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril mengatakan, upaya pencegahan merupakan strategi penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Hal itu dapat diwujudkan dengan peningkatan kesadaran serta konsistensi masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.

“Upaya pencegahan jauh lebih efektif dalam menjaga kesehatan daripada mengobati saat jatuh sakit. Kemungkinan tubuh tetap sehat lebih tinggi dilakukan dengan pencegahan daripada diobati,” jelas dr Syahril.

Dari aspek ekonomi, studi ASEAN Cost in Oncology (ACTION) menyebutkan bahwa hampir 50 persen pasien kanker mengalami masalah finansial setelah menjalani pengobatan selama 12 bulan.

Sementara, data Bank Dunia menunjukkan total out of pocket health expenditure alias pembiayaan kesehatan mandiri Indonesia mencapai 34,76 persen.

Angka tersebut jauh di atas rekomendasi World Health Organization (WHO) yang hanya sampai 20 persen.

Merujuk indikator tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengajak peserta untuk melakukan skrining riwayat kesehatan.

Hal itu dilakukan masyarakat dengan menggunakan Aplikasi Mobile JKN, website BPJS Kesehatan, Chat Assistant BPJS Kesehatan (CHIKA), serta kunjungan langsung ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan, pihaknya mendorong program promotif preventif melalui perluasan akses skrining kesehatan secara intensif.

Selain mencegah risiko atau perburukan penyakit, lanjut Lily, pelayanan primer FKTP dapat dilakukan secara tuntas kepada peserta. 

”Skrining hanya perlu dilakukan setahun sekali oleh seluruh peserta JKN, khususnya yang berusia 15 tahun. Setiap tahun peserta dapat melakukan skrining ulang sehingga kondisi kesehatan mereka dapat terpantau,” terang Lily.

Untuk diketahui, skrining riwayat kesehatan dilakukan peserta melalui pengisian atas pertanyaan tentang riwayat kesehatan diri sendiri, keluarga, dan pola konsumsi makanan.

Peserta JKN yang sudah mengunduh aplikasi Mobile JKN akan menerima notifikasi pengisian skrining. Selain itu, peserta dapat proaktif langsung memilih fitur Skrining Riwayat Kesehatan.

Selain itu, lanjut Lily, peserta JKN juga bisa mengisi pada pilihan fitur Skrining Riwayat Kesehatan bagi yang menggunakan layanan Chat Assistant BPJS Kesehatan CHIKA melalui WhatsApp, Telegram, dan Facebook Messenger pada nomor 08118750400.

”Bagi peserta yang ingin melakukan skrining di FKTP, notifikasi pengisian Skrining Riwayat Kesehatan akan muncul di aplikasi P-Care FKTP saat mendaftar. Aplikasi ini merupakan sistem pencatatan pelayanan di FKTP,” kata Lily. 

Melalui skrining riwayat kesehatan, imbuh dia, FKTP dapat melakukan profiling penyakit peserta terdaftar. Hal ini memudahkan FKTP dalam melakukan tata laksana penyakit sedini mungkin kepada peserta.

“Hal itu sesuai dengan peran FKTP sebagai gatekeeper dan care coordinator dalam meningkatkan mutu layanan kesehatan bagi peserta,” tambahnya.

Sebagai informasi, hasil evaluasi 2022 menunjukkan bahwa dari 15,5 juta peserta yang melakukan skrining riwayat kesehatan, terdapat 14 persen memiliki potensi risiko hipertensi.

Kemudian, sebanyak 6 persen berisiko jantung koroner, 3 persen mengidap risiko ginjal kronik, dan 3 persen dengan risiko diabetes melitus. 

Bagi peserta JKN yang telah menyandang penyakit kronis, BPJS Kesehatan akan melakukan intensifikasi pemantauan status kesehatan melalui program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) ataupun program Rujuk Balik (PRB).

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com