Advertorial

Dirut BPJS Kesehatan: Cegah Penyakit Kronis Tidak Menular dengan Gaya Hidup Sehat

Kompas.com - 14/11/2023, 15:42 WIB

KOMPAS.com - Gaya hidup sehat adalah kebiasaan yang harus dibiasakan sedini mungkin lantaran dapat menjadi investasi penting di masa depan.

Selain membantu badan tetap bugar, gaya hidup sehat juga dapat membentengi seseorang dari risiko berbagai penyakit kronis.

Ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk menerapkan gaya hidup sehat, seperti rutin berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, membuat pola minum ideal, menjaga waktu tidur, dan melakukan pengecekan kesehatan secara berkala.

Sayangnya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2022, sebanyak 28,7 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi batas yang dianjurkan.

Kemudian, 30,22 persen orang mengonsumsi minuman manis 1 hingga 6 kali per minggu dan 8,51 persen lainnya mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa 28,7 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi batas yang dianjurkan.

Akibat kebiasaan itu, masyarakat Indonesia berisiko besar untuk terkena berbagai penyakit, seperti tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol tinggi yang dapat berujung pada penyakit kardiovaskular, seperti diabetes, jantung, dan stroke.

Direktur Utama (Dirut) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, timbulnya berbagai penyakit kronis tidak menular tersebut bisa berdampak pada beban pembiayaan katastropik pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pada 2022, beban biaya terhadap berbagai penyakit tersebut mencapai 24,81 persen dari total biaya pelayanan kesehatan tingkat lanjutan.

Adapun kasus penyakit kronis berdampak katastropik pada 2022 mencapai 23,26 juta jiwa. Jumlah ini menyerap dana iuran peserta BPJS Kesehatan hingga lebih dari Rp 24,05 triliun.

Ghufron menyebutkan bahwa penyakit jantung berada di posisi teratas dengan total kasus mencapai lebih 15,49 juta kasus. Adapun realisasi klaim perawatan untuk kasus ini mencapai Rp 12,14 miliar.

Kemudian, penyakit kanker berada di urutan selanjutnya dengan total 3,14 juta kasus dan klaim pembiayaan Rp 4,5 miliar. Lalu, ada pula penyakit stroke yang mencapai 2,53 juta kasus dengan klaim pembiayaan Rp 3,23 miliar.

Selanjutnya, penyakit gagal ginjal sebanyak 1,32 juta kasus dengan biaya Rp 2,1 miliar, hemofilia 116.767 kasus dengan pembiayaan Rp 650 juta, talasemia 305.269 kasus dengan pembiayaan Rp 615 juta, leukimia 146.162 kasus dengan pembiayaan Rp 429 juta, dan sirosis hati 193.989 kasus dengan pembiayaan Rp 330 juta.

“Terdapat juga pembiayaan penyakit darah tinggi yang mencapai Rp 5,7 triliun pada 2022. Sementara itu, penyakit diabetes melitus mencapai Rp 7,3 triliun," ujar Ghufron dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (14/11/2023).

Dukungan jaminan pembiayaan oleh BPJS Kesehatan, lanjut Ghufron, juga diiringi dengan janji layanan fasilitas kesehatan (faskes).

Adapun untuk mengakses layanan kesehatan tersebut, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah mendaftar dengan memberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Di Indonesia, hampir seluruh rumah sakit (RS), termasuk swasta, mitra BPJS Kesehatan telah menerapkan ketentuan itu.

"Tidak semua negara bisa menggunakan KTP untuk mengakses faskes. Saya tidak perlu bicara negara yang jauh, tapi dekat Indonesia itu ada yang belum bisa, kecuali di rumah sakit (RS) tertentu atau milik pemerintah," kata Ghufron.

Ghufron menambahkan, selain NIK atau KTP sebagai syarat berobat, BPJS Kesehatan juga telah menghapus ketentuan fotokopi berkas persyaratan berobat karena dinilai terlalu rumit oleh peserta.

BPJS Kesehatan pun juga menerapkan layanan tanpa biaya tambahan bagi yang sesuai dengan hak dan sesuai prosedur.

“Terkait rawat inap, peserta BPJS Kesehatan berhak untuk dirawat sampai penyakitnya terkendali atau sembuh. Setelah itu, baru boleh dipulangkan. BPJS Kesehatan juga berupaya memastikan ketersediaan obat di faskes dan tidak membebani peserta mencari obat jika terjadi kekosongan,” ucap Ghufron.

Skrining kesehatan

Sebagai upaya memberikan layanan kesehatan yang komprehensif, BPJS Kesehatan terus mengajak peserta untuk melakukan skrining riwayat kesehatan melalui aplikasi Mobile JKN, situs resmi BPJS Kesehatan, Chat Assistant BPJS Kesehatan (CHIKA) di nomor 08118750400, atau datang langsung ke faskes tingkat pertama (FKTP).

Menurut Ghufron, langkah tersebut diperlukan untuk mendeteksi penyakit secara dini demi mencegah risiko atau perburukan suatu penyakit.

Masyarakat pun diminta untuk tak khawatir karena skrining kesehatan pada FKTP dapat memberikan pelayanan secara tuntas serta merencanakan tata laksana lanjutan kepada peserta.

Sebelum melakukan skrining kesehatan, peserta akan diminta untuk mengisi kolom pertanyaan tentang riwayat kesehatan diri, keluarga, dan konsumsi makanan.

Untuk pengisian riwayat kesehatan, peserta bisa melakukannya melalui Mobile JKN melalui fitur Skrining Riwayat Kesehatan.

Bagi pengguna layanan CHIKA di Whatsapp, Telegram, dan Facebook Messenger, peserta bisa mengisi pada opsi fitur Skrining Riwayat Kesehatan.

Adapun bagi peserta yang tidak menggunakan kanal digital dapat melakukan skrining dengan berkunjung langsung ke FKTP.

Pada saat mendaftar di layanan FKTP, peserta akan mendapat layanan pengisian Skrining Riwayat Kesehatan melalui Aplikasi P-Care FKTP yang merupakan sistem pencatatan pelayanan di FKTP.

“Sebanyak 15 juta peserta sudah mengikuti skrining riwayat kesehatan hingga 2022. Hasilnya, terdapat 10 persen memiliki risiko hipertensi, 4 persen berisiko jantung koroner, 2 persen berisiko ginjal kronik, dan 2 persen berisiko diabetes melitus,” terang Ghufron.

Bagi peserta yang terdiagnosis penyakit kronis usai melakukan skrining kesehatan, BPJS Kesehatan akan segera menindaklanjuti dengan intensifikasi pemantauan status kesehatan peserta melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) ataupun Program Rujuk Balik (PRB).

"Melalui BPJS Kesehatan, kami inginkan perilaku sehat masyarakatnya semakin bagus sehingga tidak mudah sakit dan bisa menerapkan perilaku hidup sehat," katanya.

Sebagai informasi, Prolanis merupakan sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi melibatkan peserta, faskes, dan BPJS Kesehatan.

Program itu dihadirkan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta yang menderita penyakit kronis agar bisa mencapai kualitas hidup yang optimal melalui biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.

Melalui program Prolanis, peserta akan mendapatkan layanan berupa konsultasi, obat, dan pemeriksaan penunjang diagnostik secara periodik.

Adapun FKTP selaku pengelola program juga menyelenggarakan kegiatan aktivitas fisik, seperti edukasi dan olahraga bersama secara rutin.

Selain itu, kata Ghufron, upaya promotif preventif memegang peranan penting untuk dapat mencegah dan mengurangi tingkat keparahan penyakit.

“Dengan program tersebut, FKTP diharapkan dapat mengelola kondisi peserta penyandang penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup optimal. Indikatornya adalah tercapainya kondisi stabil pasien kronis setelah dilakukan pemeriksaan spesifik terhadap penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi,” terang Ghufron.

Hingga Juni 2023, peserta Prolanis yang penderita diabetes melitus mencapai 412.000 orang dan darah tinggi mencapai 652.000 orang.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com